Senin, 11 Maret 2024

Menyelami Hikmah Ibadah

 

Menyelami Hikmah Ibadah [1]

 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku.”

(QS Adz-Dzariyat [51] : 56)

Era Ruhiyah. (Hal-13) Sebagian orang bertanya-tanya mengapa kita beribadah kepada Allah? Atau dengan redaksi lain, “Mengapa Allah memerintahkan kita agar menyembah dan menaati-Nya, padahal Dia sama sekali tidak membutuhkan ibadah dan ketaatan kita?”



Memang benar ibadah dan ketaatan seorang hamba sama sekali tidak mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi Allah. Begitu pula kedurhakaan dan kemaksiatan seorang hamba sama sekali tidak membahayakan dan mengu- (Hal-14) rangi keagungan dan kekuasaan Allah. Karena Allah Maha Kaya lagi Maha Kuasa, sedangkan kita yang justru memerlukan pertolongan-Nya.

Jadi ketika Allah memerintahkan atau melarang sesuatumaka tidak lain hal itu adalah untuk kemaslahatan dan kebaikan kita, ummat manusia dan sama sekali Allah tidak membutuhkannya.  Oleh karena itu, kami akan memaparkan hikmah-hikmah ibadah agar kita lebih termotivasi untuk melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan ketundukan.

1.     Ibadah adalah Konsumsi Ruhani

Ibadah kepada Allah adalah kenikmatan tertinggi yang bisa dirasakan oleh hamba di dunia ini. Orang-orang yang telah merasakan nikmatnya ibadah pernah berkata,”Seandainya para raja dan anak-anak mereka mengetahui kebahagiaan yang sedang kami rasakan niscaya mereka akan membunuh kami untuk merampas kebahagiaan itu dari kami.”  Salah seorang diantara mereka berkata,”Sesungguhnya hatiku melintasi kondisi-kondisi tertentu, dimana aku bergumam,’Jika seandainya penduduk surga merasakan kondisi seperti ini niscaya mereka (Hal 15) berada dalam kehidupan yang baik.’” Salah seorang yang lain berkata,”Sesuatu yang terbaik di dunia ini adalah mengenal dan mencintai Allah dan sesuatu  yang terbaik di akhirat adalah melihat dan mendengar dari Allah secara langsung tanpa perantara.”

Jadi hati seorang hamba tidak akan bahagia, gembira, senang, tenteram dan damai kecuali beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, seorang yang telah merasakan nikmatnya keimananakan memandang ibadah hanya sekedar ketundukan dan penunaian perintah Allah semata, tetapi ia akan bias merasakan kenikmatan dengan munajat dan ketaatan kepada Allah serta menemukan kebahagiaan yang tiada tara.

Sangatlah wajar bila Rasulullah saw senantiasa menunggu-nunggu waktu ibadah seperti orang kehausan sedang menantikan air yang segar. Sehingga ketika masuk waktu shalat, beliau bersabda,”Hai Bilal hiburlah kami dengan shalat.” Dan tidak heran pula bila beliau bersabda,

Dan dijadikan shalat sebagai penyejuk mataku.”

 (HR. Ahmad).

2.     Ibadah adalah Jalan Kebebasan Hakiki

(Hal-16) Penghambaan diri yang tulus kepada Allah merupakan kebebasan yang hakiki dan sarana menuju kemenangan sejati. Hanya ibadah dan penghambaan diri kepada Allah yang bias memerdekakan hati dari perbudakan kepada sesama makhluk dan membebaskannya dari kehinaan dan ketundukan kepada selain Allah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Setiap orang yang enggan beribadah kepada Allah pasti akan beribadah kepada selain-Nya. Karena setiap hamba memiliki tujuan yang dicintainya dengan sepenuh hati. Barangsiapa yang tidak menjadikan Allah sebagai tujuan dan sasaran cintanya, bahkan ia berpaling dari ibadah kepada-Nya, maka ia pasti diperbudak oleh segala sesuatu selain Allah. Bisa jadi sesuatu itu berupa harta, jabatan, dan kenikmatan duniawi lainnya, atau bias jadi berupa benda-benda yang dituhankan seperti matahari, bintang, patung, kuburan dan apa saja selain Allah.”

Jadi, orang-orang mukmin yang senantiasa taat beribadah kepada Allah adalah orang- (Hal-17) orang yang bebas dan merdeka secara hakiki. Sedang orang-orang yang tidak mau beribadah kepada Allah sebenarnya adalah orang-orang yang telah diperbudak oleh hawa nafsu dan kesenangan dunia yang hina.

3.     Ibadah adalah Ujian dari Tuhan untuk Membenahi Manusia

Kehidupan dunia bukanlah tujuan, tetapi sebagai batu loncatan untuk menuju kehidupan lain yang kekal abadi. Oleh karena itu, dalam kehidupan dunia ini seorang hamba hendaknya senantiasa membenahi dan memperbaiki diri agar kelak bisa mencapai kebahagiaan di akhirat. Sarana paling efektif agar seseorang menyadari kesalahannya dan berupaya membenahi jiwa serta mencemerlangkan ruhaninya adalah ujian dari Allah. Dia berfirman,

“Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya.”

(QS Al Kahfi[18] : 7)

Akal dan kehendak, nurani dan kemampuan yang diberikan kepada manusia merupakan (Hal-18) kenikmatan yang besar, tetapi pada saat yang sama itu adalah ujian dari Allah apakah iabersyukur ataukah kufur? Apakah ia akan menaati Tuhannya ataukah mendurhakai-Nya?

Dan ibadah adalah salah satu ujian dari Tuhan yang membutuhkan perjuangan dan kesabaran. Bila hal ini telah kita lakukan maka Allah akan memasukkan kita ke dalam Surga, namun bila kita tidak bisa merealisasikannya maka surge adalah angan-angan kosong belaka sebagaimana firman Allah,

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

(QS Ali Imran [3] : 142)

4.     Ibadah adalah Hak Allah atas hamba-hamba-Nya

Diatas semua itu, ibadah adalah hak Allah atas hamba-hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda,

“Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”

(HR Bukhari dan Muslim)

(Hal-19) tidak pantas diingkari bila Allah memiliki hak untuk disembah hamba-Nya, bahkan yang patut diingkari adalah sebaliknya, kita justru menyembah selain Allah yang berarti kita telah memberikan hak kepada yang tidak berhak untuk mendapatkannya. Begitu juga yang patut diingkari adalah kita mendakwahkan bahwa kita memiliki kebebasan untuk tidak menyembah Allah baik kita alihkan kepada selain-Nya atau pun tidak alihkan kepada yang lain.

Bukankah sebelumnya kita ini bukanlah apa-apa lalu Allah menciptakan kita, mengeluarkan kita dari alam ketiadaan menuju alam wujud, kemudian kita menjadi makhluk yang mulia, yang diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dan rupa yang paling indah menawan, dianugerahi kemampuan bicara, diberi akal dan kehendak, ditundukkan untuk kita semua yang ada di sekeliling kita untuk melayani kita, bumi menjadi pijakan, langit menjadi atap, matahari sebagai sumber cahaya dan panas, bintang-bintang sebagai petunjuk dan hiasan, lautan sebagai sumber rejeki, air turun dari langit sebagai minuman yang segar dan suci, sebagai minuman kita dan ternak kita.

(Hal-20) Tahukah anda siapa yang melakukan semua itu? Kita jelas tidak pernah menciptakan diri kita sendiri dan tidak pernah pula menciptakan apa pun yang ada di sekitar kita. Dialah Allah yang Maha Esa dan Maha Sempurna. Fitrah yang selamat dan akal yang cemerlang akan mengakui ketuhanan, kesempurnaan, dan keesaan Allah,

“Katakanlah,”Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui.” Mereka akan menjawab,”Kepunyaan Allah.” Katakanlah,”Siapakah yang empunya langit yang tujuh dan yang empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab,”Kepunyaan Allah.” Katakanlah,”Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah,”Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab,”Kepunyaan Allah.” Katakanlah,”(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?”

(QS Al Mukminun [23] : 88-89)

Tidaklah heran bila pencipta Yang Maha Agung dan Maha pemberi nikmat ini memiliki (Hal-21) hak untuk disembah dan dimintai pertolongan oleh hamba-hamba-Nya,

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

(QS Al Baqarah [2 ]: 21-22)

Jadi, ibadah adalah hak Tuhan atas hamba-hamba-Nya, hak sang pencipta atas ciptaan-Nya, hak pemberi nikmat dan kebaikan atas orang-orang yang diberi nikmat dan kebaikan.

Dengan begitu kita mengetahui bahwa ibadah diperintahkan dalam agama sebagai suatu tujuan dan bukan sekadar sarana belaka. Yakni kita melakukan ibadah sebagai hak Allah dan bukti kesetiaan kita kepada-Nya sebelum kita melakukan segala sesuatu dalam kehidupan ini.

5.     Ibadah adalah Sarana untuk Mencari Pahala dan Menghindarkan Diri dari Dosa.

(Hal-22) Ibadah adalah sarana untuk mencari pahala dan menghindarkan diri dari dosa atau dengan kata lain ibadah adalah sarana untuk mendapatkan surga dan menghindarkan dari api neraka. Dimana seorang muslim pasti memiliki perasaan takut kepada neraka dan mengharapkan surga, dan satu-satunya sarana untuk merealisasikan hal itu adalah dengan menghambakan diri dan beribadah kepada Allah.

Kepada seseorang yang meminta didoakan agar bisa masuk surga Rasulullah Saw bersabda,

“Bantulah aku untuk menolong dirimu dengan memperbanyak sujud.”

Sebagian orang-orang sufi telah mencela orang yang beribadah kepada Allah karena takut neraka dan berharap surga. Ibadah menurut mereka harus dilandasi kecintaan kepada Allah semata, dan tidak boleh dikotori dengan harapan mengharapkan surga dan ketakutan terhadap neraka. Namun para ulama kaum muslimin telah membantah perkataan ini  (Hal-23) dan tidak ada salahnya bila dengan ibadah yang dilakukannya seseorang berharap mendapatkan surga dan terhindar dari neraka. Para rasul dan nabi, pun orang-orang shiddiq dan orang-orang shalih senantiasa memohon kepada Allah agar dimasukkan surga dan dijauhkan dari api neraka.

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa yang lebih dekat (Kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”

(QS Al Isra’ [17]: 57)

Bahkan apabila hati seseorang kosong dari harapan mendapatkan surga dan ketakutan kepada neraka, maka tekadnya akan mengendur dan semangatnya akan melemah sehingga kemampuan untuk beribadah juga sirna. Sebaliknya, semakin kuat harapannya untuk mendapatkan surga dan ketakutannya kepada neraka, maka akan semakin kuat pula motivasi dan semangatnya untuk beribadah kepada Allah.

Dan seandainya ibadah yang kita lakukan tidak boleh dicampuri oleh keinginan (Hal-24) mendapatkan surga dan terhindar dari neraka, niscaya Allah tidak akan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang surga dan neraka. Ternyata Allah telah menjelaskan secara rinci hal-hal yang mampu terjangkau oleh akal kita dan memberikan gambaran secara global untuk hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal kita sebagai motivasi dan seruan agar kita selalu berupaya mendapatkan surga dan menghindarkan diri dari neraka.

6.     Ibadah adalah Sarana Untuk Mengembangkan Akhlak yang Mulia

Moral dan akhlak memiliki urgensi yang sangat besar bagi eksistensi individu dan masyarakat. Salah satu sarana untuk menumbuhkembangkan akhlak yang baik adalah dengan melakukan ibadah yang benar kepada Allah. Semakin taat seseorang kepada Allah maka akan semakin baik kualitas akhlaknya. Tidak heran bila Rasulullah Saw memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan utama umat manusia, karena ia adalah orang yang paling takut dan taat beribadah kepada Allah.

Kita lihat ibadah-ibadah yang prinsip dalam (Hal-25) Islam semuanya tidak lepas dari muatan akhlak. Ibadah-ibadah ini adalah salah satu bentuk latihan terus- menerus agar seorang muslim hidup dengan akhlak yang baik dan tetap komitmen terhadap akhlak yang baik betapapun godaan senantiasa dating menghadang.

Allah menjelaskan hikmah diwajibkannya shalat seraya berfirman,

“Dan dirikanlah Shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.”

(QS Al Ankabut [29]: 45)

Mengenai target zakat, Allah swt berfirman,

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”

(QS At Taubah [9]: 103)

Mengenai puasa Rasulullah saw bersabda,

“Puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi puasa adalah menahan diri dari kesia-siaan dan keseronokan. Apabila ada orang yang mencelamu dan bertindak jahil terhadapmu maka katakanlah,”Sesungguhnya aku adalah orang yang berpuasa.”

((HR Ibnu Khuzaimah)

Mengenai haji, Allah Ta’ala berfirman,

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh Rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”

(QS Al Baqarah [2]: 197)

Moral yang tidak tumbuh dari penghambaan diri kepada Allah adalah moral yang tidak sempurna, karena dengan meninggalkan ibadah kepada Allah berarti ia tidak memiliki akhlak kepada Allah yang telah menciptakan dan melimpahkan karunia kepadanya.

Sebagai penutup kami ingin menegaskan bahwa ibadah seorang mukmin adalah salah satu bentuk akhlak karena ibadah adalah salah satu wujud kesetiaan kepada Allah dan ungkapan syukur atas nikmat-Nya, dan akhlak seorang mukmin dalah salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan oleh Allah.

(Hal-27) oleh karena itu, kita harus bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan bersungguh-sungguh pula dalam merealisasikan target-target ibadah yaitu akhlak yang mulia, baik kepada Allah, manusia maupun alam sekitarnya. ***



[1] 30 Pesan Spiritual Ramadhan, Fakhrudin Nursyam Lc – bagian pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar