Menyelami
Hikmah Ibadah [1]
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku.”
(QS Adz-Dzariyat [51] : 56)
Era Ruhiyah. (Hal-13) Sebagian orang bertanya-tanya mengapa kita
beribadah kepada Allah? Atau dengan redaksi lain, “Mengapa Allah memerintahkan
kita agar menyembah dan menaati-Nya, padahal Dia sama sekali tidak membutuhkan
ibadah dan ketaatan kita?”
Memang benar ibadah dan ketaatan seorang
hamba sama sekali tidak mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi Allah. Begitu
pula kedurhakaan dan kemaksiatan seorang hamba sama sekali tidak membahayakan
dan mengu- (Hal-14) rangi keagungan dan kekuasaan Allah. Karena Allah Maha
Kaya lagi Maha Kuasa, sedangkan kita yang justru memerlukan pertolongan-Nya.
Jadi ketika Allah memerintahkan atau melarang sesuatumaka tidak lain hal itu adalah untuk kemaslahatan dan kebaikan kita, ummat manusia dan sama sekali Allah tidak membutuhkannya. Oleh karena itu, kami akan memaparkan hikmah-hikmah ibadah agar kita lebih termotivasi untuk melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan ketundukan.
1.
Ibadah adalah Konsumsi Ruhani
Ibadah
kepada Allah adalah kenikmatan tertinggi yang bisa dirasakan oleh hamba di
dunia ini. Orang-orang yang telah merasakan nikmatnya ibadah pernah
berkata,”Seandainya para raja dan anak-anak mereka mengetahui kebahagiaan yang
sedang kami rasakan niscaya mereka akan membunuh kami untuk merampas
kebahagiaan itu dari kami.” Salah
seorang diantara mereka berkata,”Sesungguhnya hatiku melintasi kondisi-kondisi
tertentu, dimana aku bergumam,’Jika seandainya penduduk surga merasakan kondisi
seperti ini niscaya mereka (Hal 15) berada dalam kehidupan yang baik.’” Salah
seorang yang lain berkata,”Sesuatu yang terbaik di dunia ini adalah mengenal
dan mencintai Allah dan sesuatu yang
terbaik di akhirat adalah melihat dan mendengar dari Allah secara langsung
tanpa perantara.”
Jadi hati seorang hamba tidak akan bahagia,
gembira, senang, tenteram dan damai kecuali beribadah kepada Allah dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, seorang yang telah merasakan
nikmatnya keimananakan memandang ibadah hanya sekedar ketundukan dan penunaian
perintah Allah semata, tetapi ia akan bias merasakan kenikmatan dengan munajat
dan ketaatan kepada Allah serta menemukan kebahagiaan yang tiada tara.
Sangatlah wajar bila Rasulullah saw
senantiasa menunggu-nunggu waktu ibadah seperti orang kehausan sedang
menantikan air yang segar. Sehingga ketika masuk waktu shalat, beliau
bersabda,”Hai Bilal hiburlah kami dengan
shalat.” Dan tidak heran pula bila beliau bersabda,
”Dan dijadikan shalat sebagai penyejuk
mataku.”
(HR.
Ahmad).
2.
Ibadah adalah Jalan Kebebasan Hakiki
(Hal-16) Penghambaan diri yang tulus kepada Allah
merupakan kebebasan yang hakiki dan sarana menuju kemenangan sejati. Hanya
ibadah dan penghambaan diri kepada Allah yang bias memerdekakan hati dari
perbudakan kepada sesama makhluk dan membebaskannya dari kehinaan dan
ketundukan kepada selain Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Setiap orang yang enggan beribadah kepada
Allah pasti akan beribadah kepada selain-Nya. Karena setiap hamba memiliki
tujuan yang dicintainya dengan sepenuh hati. Barangsiapa yang tidak menjadikan
Allah sebagai tujuan dan sasaran cintanya, bahkan ia berpaling dari ibadah
kepada-Nya, maka ia pasti diperbudak oleh segala sesuatu selain Allah. Bisa
jadi sesuatu itu berupa harta, jabatan, dan kenikmatan duniawi lainnya, atau
bias jadi berupa benda-benda yang dituhankan seperti matahari, bintang, patung,
kuburan dan apa saja selain Allah.”
Jadi, orang-orang mukmin yang senantiasa taat
beribadah kepada Allah adalah orang- (Hal-17) orang yang
bebas dan merdeka secara hakiki. Sedang orang-orang yang tidak mau beribadah
kepada Allah sebenarnya adalah orang-orang yang telah diperbudak oleh hawa
nafsu dan kesenangan dunia yang hina.
3.
Ibadah adalah Ujian dari Tuhan untuk Membenahi Manusia
Kehidupan
dunia bukanlah tujuan, tetapi sebagai batu loncatan untuk menuju kehidupan lain
yang kekal abadi. Oleh karena itu, dalam kehidupan dunia ini seorang hamba
hendaknya senantiasa membenahi dan memperbaiki diri agar kelak bisa mencapai
kebahagiaan di akhirat. Sarana paling efektif agar seseorang menyadari
kesalahannya dan berupaya membenahi jiwa serta mencemerlangkan ruhaninya adalah
ujian dari Allah. Dia berfirman,
“Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi
sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah diantara mereka
yang terbaik perbuatannya.”
(QS Al Kahfi[18]
: 7)
Akal dan
kehendak, nurani dan kemampuan yang diberikan kepada manusia merupakan (Hal-18) kenikmatan
yang besar, tetapi pada saat yang sama itu adalah ujian dari Allah apakah
iabersyukur ataukah kufur? Apakah ia akan menaati Tuhannya ataukah
mendurhakai-Nya?
Dan ibadah adalah salah satu ujian dari Tuhan
yang membutuhkan perjuangan dan kesabaran. Bila hal ini telah kita lakukan maka
Allah akan memasukkan kita ke dalam Surga, namun bila kita tidak bisa
merealisasikannya maka surge adalah angan-angan kosong belaka sebagaimana
firman Allah,
“Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad diantara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
(QS Ali Imran [3] : 142)
4.
Ibadah adalah Hak Allah atas hamba-hamba-Nya
Diatas semua
itu, ibadah adalah hak Allah atas hamba-hamba-Nya. Rasulullah SAW bersabda,
“Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah hendaknya mereka
beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”
(HR Bukhari
dan Muslim)
(Hal-19) tidak pantas diingkari bila Allah memiliki
hak untuk disembah hamba-Nya, bahkan yang patut diingkari adalah sebaliknya,
kita justru menyembah selain Allah yang berarti kita telah memberikan hak
kepada yang tidak berhak untuk mendapatkannya. Begitu juga yang patut diingkari
adalah kita mendakwahkan bahwa kita memiliki kebebasan untuk tidak menyembah
Allah baik kita alihkan kepada selain-Nya atau pun tidak alihkan kepada yang
lain.
Bukankah sebelumnya kita ini bukanlah apa-apa
lalu Allah menciptakan kita, mengeluarkan kita dari alam ketiadaan menuju alam
wujud, kemudian kita menjadi makhluk yang mulia, yang diciptakan dalam bentuk
yang paling sempurna dan rupa yang paling indah menawan, dianugerahi kemampuan
bicara, diberi akal dan kehendak, ditundukkan untuk kita semua yang ada di
sekeliling kita untuk melayani kita, bumi menjadi pijakan, langit menjadi atap,
matahari sebagai sumber cahaya dan panas, bintang-bintang sebagai petunjuk dan
hiasan, lautan sebagai sumber rejeki, air turun dari langit sebagai minuman
yang segar dan suci, sebagai minuman kita dan ternak kita.
(Hal-20) Tahukah anda siapa yang melakukan semua itu?
Kita jelas tidak pernah menciptakan diri kita sendiri dan tidak pernah pula
menciptakan apa pun yang ada di sekitar kita. Dialah Allah yang Maha Esa dan
Maha Sempurna. Fitrah yang selamat dan akal yang cemerlang akan mengakui
ketuhanan, kesempurnaan, dan keesaan Allah,
“Katakanlah,”Kepunyaan
siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui.” Mereka
akan menjawab,”Kepunyaan Allah.” Katakanlah,”Siapakah yang empunya langit yang
tujuh dan yang empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab,”Kepunyaan
Allah.” Katakanlah,”Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah,”Siapakah yang
di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab,”Kepunyaan Allah.” Katakanlah,”(Kalau demikian), maka dari
jalan manakah kamu ditipu?”
(QS Al Mukminun [23] : 88-89)
Tidaklah heran bila pencipta Yang Maha Agung
dan Maha pemberi nikmat ini memiliki (Hal-21) hak untuk
disembah dan dimintai pertolongan oleh hamba-hamba-Nya,
“Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit,
lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.”
(QS Al Baqarah [2 ]: 21-22)
Jadi, ibadah adalah hak Tuhan atas
hamba-hamba-Nya, hak sang pencipta atas ciptaan-Nya, hak pemberi nikmat dan
kebaikan atas orang-orang yang diberi nikmat dan kebaikan.
Dengan begitu kita mengetahui bahwa ibadah
diperintahkan dalam agama sebagai suatu tujuan dan bukan sekadar sarana belaka.
Yakni kita melakukan ibadah sebagai hak Allah dan bukti kesetiaan kita
kepada-Nya sebelum kita melakukan segala sesuatu dalam kehidupan ini.
5.
Ibadah adalah Sarana untuk Mencari Pahala dan
Menghindarkan Diri dari Dosa.
(Hal-22) Ibadah
adalah sarana untuk mencari pahala dan menghindarkan diri dari dosa atau dengan
kata lain ibadah adalah sarana untuk mendapatkan surga dan menghindarkan dari
api neraka. Dimana seorang muslim pasti memiliki perasaan takut kepada neraka
dan mengharapkan surga, dan satu-satunya sarana untuk merealisasikan hal itu
adalah dengan menghambakan diri dan beribadah kepada Allah.
Kepada
seseorang yang meminta didoakan agar bisa masuk surga Rasulullah Saw bersabda,
“Bantulah aku untuk menolong dirimu dengan memperbanyak
sujud.”
Sebagian
orang-orang sufi telah mencela orang yang beribadah kepada Allah karena takut
neraka dan berharap surga. Ibadah menurut mereka harus dilandasi kecintaan kepada
Allah semata, dan tidak boleh dikotori dengan harapan mengharapkan surga dan
ketakutan terhadap neraka. Namun para ulama kaum muslimin telah membantah
perkataan ini (Hal-23) dan tidak
ada salahnya bila dengan ibadah yang dilakukannya seseorang berharap
mendapatkan surga dan terhindar dari neraka. Para rasul dan nabi, pun
orang-orang shiddiq dan orang-orang
shalih senantiasa memohon kepada Allah agar dimasukkan surga dan dijauhkan dari
api neraka.
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa
yang lebih dekat (Kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”
(QS Al Isra’ [17]: 57)
Bahkan apabila hati seseorang kosong dari
harapan mendapatkan surga dan ketakutan kepada neraka, maka tekadnya akan
mengendur dan semangatnya akan melemah sehingga kemampuan untuk beribadah juga
sirna. Sebaliknya, semakin kuat harapannya untuk mendapatkan surga dan
ketakutannya kepada neraka, maka akan semakin kuat pula motivasi dan
semangatnya untuk beribadah kepada Allah.
Dan seandainya ibadah yang kita lakukan tidak
boleh dicampuri oleh keinginan (Hal-24) mendapatkan
surga dan terhindar dari neraka, niscaya Allah tidak akan menjelaskan dan
memberikan gambaran tentang surga dan neraka. Ternyata Allah telah menjelaskan
secara rinci hal-hal yang mampu terjangkau oleh akal kita dan memberikan
gambaran secara global untuk hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal kita
sebagai motivasi dan seruan agar kita selalu berupaya mendapatkan surga dan
menghindarkan diri dari neraka.
6.
Ibadah adalah Sarana Untuk Mengembangkan Akhlak yang
Mulia
Moral dan
akhlak memiliki urgensi yang sangat besar bagi eksistensi individu dan
masyarakat. Salah satu sarana untuk menumbuhkembangkan akhlak yang baik adalah
dengan melakukan ibadah yang benar kepada Allah. Semakin taat seseorang kepada
Allah maka akan semakin baik kualitas akhlaknya. Tidak heran bila Rasulullah
Saw memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan utama umat manusia, karena ia
adalah orang yang paling takut dan taat beribadah kepada Allah.
Kita lihat
ibadah-ibadah yang prinsip dalam (Hal-25) Islam semuanya tidak lepas dari muatan
akhlak. Ibadah-ibadah ini adalah salah satu bentuk latihan terus- menerus agar
seorang muslim hidup dengan akhlak yang baik dan tetap komitmen terhadap akhlak
yang baik betapapun godaan senantiasa dating menghadang.
Allah menjelaskan hikmah diwajibkannya shalat
seraya berfirman,
“Dan
dirikanlah Shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar.”
(QS Al Ankabut [29]: 45)
Mengenai target zakat, Allah swt berfirman,
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka.”
(QS At Taubah [9]: 103)
Mengenai puasa Rasulullah saw bersabda,
“Puasa
bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi puasa adalah menahan
diri dari kesia-siaan dan keseronokan. Apabila ada orang yang mencelamu dan
bertindak jahil terhadapmu maka katakanlah,”Sesungguhnya aku adalah orang yang
berpuasa.”
((HR Ibnu Khuzaimah)
Mengenai haji, Allah Ta’ala berfirman,
“(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh Rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. Dan yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”
(QS Al Baqarah [2]: 197)
Moral yang tidak tumbuh dari penghambaan diri
kepada Allah adalah moral yang tidak sempurna, karena dengan meninggalkan
ibadah kepada Allah berarti ia tidak memiliki akhlak kepada Allah yang telah
menciptakan dan melimpahkan karunia kepadanya.
Sebagai penutup kami ingin menegaskan bahwa
ibadah seorang mukmin adalah salah satu bentuk akhlak karena ibadah adalah
salah satu wujud kesetiaan kepada Allah dan ungkapan syukur atas nikmat-Nya,
dan akhlak seorang mukmin dalah salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan oleh
Allah.
(Hal-27) oleh karena itu, kita harus
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan
bersungguh-sungguh pula dalam merealisasikan target-target ibadah yaitu akhlak
yang mulia, baik kepada Allah, manusia maupun alam sekitarnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar