Raihlah Ampunan Allah di Sini Sebanyak-banyaknya [1]
Oleh Sulthan
Hadi
(Hal-17) upaya kita mengoptimalkan puasa dan segala ibadah yang terkait dengan kesempurnaan Ramadhanyang sedang kita jalani ini, adalah untuk mendapatkan keridhaan dan maghfirah dari Allah SWT. Siapa yang tidak mendapatkan ampunan Allah di bulan ini, maka pasti ia telah merugi. Sebab dengan jalan itulah, ketakwaan kita kepada Allah SWT akan bertambah. Tak ada ketakwaan tanpa ampunan Allah SWT. Dan tidak ada ampunan di bulan ini tanpa memaksimalkan dan menjaga puasa kita dari hal-hal negatif.
Di Ramadhan ini, setiap detik kehidupan sangatlah bermanfaat. Semua bisa
menjadi kucuran ampunan jika kita bertaubat dan memintanya kepada Allah SWT.
Dan karena itu ia tidak boleh ternoda. Namun demikian, ada titik-titik tertentu
yang harus kita jaga dan maksimalkan. Ada momen-momen yang kita dimotifasi oleh
Rasulullah SAW agar mendapatkan ampunan di sana. Maghfirah Allah SWT menanti
kita di sana. Dan inilah momen-momen itu, semoga kita tidak menodai Ramadhan
kita karena kita melewatkannya.
Ampunan Allah Ketika Berpuasa
Puasa adalah ibadah inti di bulan suci ini. Ini yang difardhukan Allah SWT kepada kita. Ini pula yang akan mengantarkan kita kepada derajat takwa seperti yang Dia sampaikan dalam firman-Nya. Karena itu, di sini kita harus memaksimalkan diri. Menjaga sebaik mungkin diri kita agar tidak terjebak ke dalam satu pun perbuatan tercela, yang bisa mengurangi ataupun menghilangkan pahala puasa yang kita kerjakan.
Di bulan Ramadhan, memang sangat banyak pilihan kebaikan yang bisa kita
lakukan. Bahkan, meskipun sekadar amalan sunah, tetapi di bulan ini semua
menjadi setara dengan ibadah-ibadah wajib di sisi Allah SWT. Semua tentu karena
keagungan Ramadhan. Namun kita tidak boleh melupakan puasa kita. Puasa kita lebih pantas
diutamakan dari segalanya tanpa meninggalkan yang sunah. Sebaliknya, yang sunah
tidak pantas kita utamakan sementara puasa kita lalaikan. Tidak benar, jika
kita sibuk berinfak atau memberi takjil bagi orang-orang yang berpuasa karena
mengharap pahala puasa, misalnya, sedang kita sendiri tidak berpuasa, atau
berpuasa tapi tidak memuasakan mata, lidah dan hati kita dari perkara-perkara
yang haram. Kesempurnaan puasa haruslah menjadi (Hal-17) prioritas di bulan
ini.
Sebab melalui puasa kita yang benar itulah, maka Allah akan melimpahkan pada
kita ampunan-Nya yang tak terhingga. Rasulullah SAW menegaskan,
“Barangsiapa yang menjalankan
ibadah puasa karena iman dan mencari ridha Allah SWT, maka diampuni dosanya
yang telah lalu.”
Beliau juga bersabda,
“Tidak ada seorang hamb yang berpuasasehari di jalan Allah Swt, kecuali
dengan sehari itu Allah menjauhkan dirinya dari neraka tujuh puluh tahun.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk itu, marilah kita mencari ampunan Allah dengan memelihara puasa
kita, menjaga ketulusan niat dan kesucian hati dari semua tujuan-tujuan
negatif, agar puasa kita mendatangkan maghfirah dari Allah SWT, serta menjadi
syafaat bagi kita, nanti di hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat.
Puasa berkata,”Ya Rabb, aku telah mencegahnya dari makan dan syahwat di siang
hari maka jadikanlah aku syafaat baginya.” Al Qur’an berkata,”Ya Rabb, aku
telah mencegahnya untuk tidur di malam hari maka jadikanlah aku syafaat
baginya.” Maka keduanya diizinkan memberi syafaat.”
Ampunan Allah Ketika Sedang Berbuka
Saat-saat berbuka bagi yang sedang berpuasa, bukanlah semata saat-saat
menikmati makanan untuk melepaskan rasa lapar dan dahaga setelah berlelah-lelah
menahan diri di siang hari. Saat-saat berbuka bagi orang yang berpuasa, menurut
Rasulullah adalah saat-saat membahagiakan, dan kebahagiaan itu adalah
kebahagian pertama sebelum mereka mendapatkan kebahagiaan kedua, yaitu Ketika
mereka menatap wajah Allah tanpa penghalang sedikitpun.
Ketika kita berpuasa sehari penuh dan kita tidak berbuka karena Allah; maka
saat berbuka tentunya kita ingin membuktikan kebenaran puasa kita pada-Nya, dan
saat itulah Allah ingin memberikan hadiah-Nya, kepada hamba-hamba yang
benar-benar dalam puasanya. Saat itulah kita memiliki kesempatan yang penting untuk
kita memohon ampun kepada-Nya dari segala macam kesalahan. Saat itu Allah
begitu dekat dengan kita, hamba-hamba-Nya. Allah mendengar dan mengijabah
permohonan kita. Doa orang yang berpuasa dan doa orang yang berbuka diterima
Allah SWT. Syaikhul Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Doa akan dijawab sewaktu hujan turun, tatkala berada di medan
pertempuran, Ketika azan dan iqomah, di dalam shalat Ketika sujud, doa orang
yang berpuasa, doa orang musafir, doa orang yang dizhalimi, dan sebagainya.
Kesemua ini telah dating dari hadits-hadits yang ma’ruf di dalam shahih dan
sunan.”
Namun berapa banyak dari kita yang tidak menyadari hal ini? Berapa
banyak dari kita yang melalaikan waktu yang sangat utama ini? Berapa banyak
orang yang tidak menyempatkan diri berdoa selain doa berbuka, tanpa menyadari
bahwa kita telah melepaskan kesempatan berharga memohon kepada Allah terhadap
keinginan kita, yang sangat mustajab itu?
Baca Juga : Jangan Nodai Ramadhan Kita
Betapa sering kita tidak menyempatkan diri merenung di saat pertama kali
meneguk air minum dengan mengingat seluruh dosa-dosa telah lalu, dan mengingat
sehari penuh kita telah berpuasa menahan seluruh nafsu untuk Allah.
(Hal-19) di sini, kita seharusnya meminta hak kita, memohon sesuatu kepada Allah
agar dosa dan kesalahan kita diampuni, karena doa dan permintaan kita didengar
dan diijabah.
Merugilah kita yang tidak menyadari hal ini. Karenanya, kita tentu harus
melihat permohonan kita selama 30 hari kesempatan. Apakah ampunan Allah menjadi
target yang harus kita capai di sini. Jika itu yang menjadi keinginan kita,
maka saat berbukalah keinginan ini kita utarakan.
Pintu ampunan Allah tidak hanya terbuka saat kita berbuka, tetapi juga
Ketika kita memberi buka kepada orang yang berpuasa. Ini juga tidak boleh
terlupa. Sebab Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada
orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab ampunan dari dosa-dosanya, dan
pembebasan dirinya dari api Neraka.”
(HR. Ibnu Khuzaimah)
Itulah manajemen Ramadhan kita: berdoa dan beristigfar Ketika berbuka,
dan memberi buka kepada orang yang berpuasa, agar kita mendapatkan ampunan dari
Allah dan agar Ramadhan ini (tidak) rusak dan ternoda.
Ampunan Allah di Saat-Saat Malam
Waktu malam di bulan Ramadhan adalah saat-saat yang juga sangat berharga
untuk dilewatkan begitu saja. Di tengah malam, Allah SWT akan turun dan
menyaksikan hamba-hamba-Nya yang bermunajat dan beribadah kepada-Nya. Maka alangkah
indahnya, jika dalam saat-saat itu Allah SWT menatap kita dengan tatapan
ampunan karena kita sedang dalam kebaikan; melakukan qiyamullail, berdzikir,
dan berdoa meminta maghfirah-Nya. Sebab Rasulullah SAW telah bersabda,
“Barangsiapa (Hal-20) yang mendirikan malam Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah
maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”
Keberkahan malam tidak hanya diberikan Allah SWT karena kita melakukan
shalat, dan amalan-amalan yang jelas terlihat sebagai ibadah, tetapi hingga
pada saat-saat kita sedang makan sahur. Rasulullah SAW bersabda,
“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walau salah
seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat
bershalawat atas orang-orang yang bersahur.”
(HR. Ibnu Abu Syaibab dan Ahmad)
Ada dua kata kunci dalam hadits ini, yaitu sahur dan keberkahan. Sahur
adalah ‘ritual’ menyantap makanan menjelang fajar dan sebelum subuh bagi
orang-orang yang akan menunaikan ibadah puasa, tetapi di bulan Ramadhan ini
menjadi amalan sunnah yang dianjurkan
Baca Juga: Menyelami Hikmah Ibadah
Kedua adalah keberkahan. Keberkahan itu, menurut Ibnul Qayyim Al
Jauziyah adalah kenikmatan atau tambahan yang mengandung hakikat sebagai
kebaikan yang banyak dan terus-menerus, di mana sifat tersebut tidak berhak dimiliki
kecuali Allah Tabarakallahu wa Ta’ala. Dari makna ini dapat kita
simpulkan bahwa keberkahan adalah suatu sifat yang di dalamnya mengandung
kebaikan. Berkah bisa berkaitan dengan ucapan dan perbuatan, tempat dan waktu. Sahur
adalah perkara yang setidaknya mengandung dua keberkahan, yaitu keberkahan
dalam hal perbuatan dan keberkahan dalam hal waktu pelaksanaan.
Berkaitan dengan waktu, keberkahan sahur terjadi karena dilakukan di
sepertiga malam terakhir. Inilah waktu mustajabnya doa; saat Allah turun ke
bumi; dan saat orang-orang beriman melakukan qiyamullail. (QS. Al Isra’:79)
Bila dua keberkahan ini; perbuatan dan waktu menjadi satu, maka sangat
rugi bila kita mengabaikannya. Bukankah Rasulullah pernah bersabda,
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia Ketika
tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman,”Siapa yang berdoa kepada-Ku,
Aku akan mengabulkannya. Siapa yang minta kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan
siapa yang meminta ampun kepada-Ku, Aku akan mengampuninya.”
(HR. Bukhari)
Ampunan Allah di Sepuluh Hari Terakhir
Kita tahu, inilah hari-hari di mana Rasulullah SAW dan para sahabatnya
semakin giat dalam beribadah. Mereka bahkan membangunkan keluarganya untuk
melakukan hal yang sama. Mereka tidak
lagi memperhatikan kepentingan-kepentingan duniawi mereka. Aisyah Ra
meriwayatkan,
“Apabila sudah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, biasanya
Rasulullah SAW mengencangkan lilitan sarungnya dan membangunkan keluarganya. “
Mengapa mereka begitu antusias? Karena mereka mengejar pahala yang sangat
besar di sini, yaitu keutamaan malam Lailatul Qadar; malam yang serupa dengan
seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang melakukan shalat malam di malam Lailatul Qadar dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”
(Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Di sini biasanya semangat ibadah
kita justru mulai menurun. Kita mulai sibuk dengan urusan mempersiapkan raya, (Hal-21) berbelanja, memperindah rumah, dan sebagainya. Sementara kita melupakan
apakah amal-amal kita di bulan mulia ini sudah bisa mengubah diri kita menjadi
lebih baik atau belum, apakah dosa-dosa kita sudah diampuni atau belum.
Baca Juga: Mereka yang Terkabulkan Permintaannya Melalui Iktikaf
Sepuluh hari terakhir adalah rambu-rambu perpisahan dengan Ramadhan. Kita
seharusnya lebih banyak merenung, menginstropeksi diri, tentang perjalanan
ibadah yang kita jalani. Kita seharusnya memperbanyak istigfar karena kita
pasti masih banyak melakukan kekurangan. Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim
surat ke berbagai pelosok negeri yang ada dalam kekuasaannya, memerintahkan
agar mereka mengakhiri Ramadhan dengan istigfar dan zakat fitrah. Sebab zakat
fitrah dapat membersihkan orang yang telah melakukan puasa dari perbuatan keji
dan sia-sia. Sedangkan istigfar melengkapi kekurangan yang ada pada puasa
akibat perbuatan tersebut.
Istigfar sangat dianjurkan di sini. Orang-orang shalih banyak
melakukannya Ketika sesaat lagi mereka akan berpisah dengan Ramadhan. Apalagi
Ramadhan Hampir berakhir, tak ada yang dipintanya kepada Allah kecuali ampunan,
sebagaimana halnya orang-orang yang berbuat kesalahan.
Puasa kita tentu butuh kepada istigfar agar amal shalih ini dapat
memberi syafaat. Betapa banyak puasa kita yang ternodai karena perkataan,
perbuatan dan sikap kita yang tidak baik, karena itu kita harus berusaha
menambalnya kembali dengan istigfar. Kita perlu melakukannya agar Ramadhan kita
tidak semakin ternoda.
Ramadhan harus kita jadikan kesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah,
seluas-luasnya. Karena kalau bukan di sini, maka kapankah kita bisa
melakukannya dengan baik. Qatadah Rahimahullah mengatakan,
“Dahulu sering dikatakan,”Barangsiapa yang tidak diampuni di bulan
Ramadhan, maka tidak akan diampuni di bulan-bulan lainnya.”
Dalam sebuah riwayat dikatakan,
“Jika tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka kapan lagikah diampuni orang
yang tidak mendapat ampunan di bulan ini.”
Semoga kita tidak lupa untuk selalu beristigfar di bulan ini, terutama
saat-saat yang memang kita telah dianjurkan untuk melakukannya lebih banyak
lagi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar