Senin, 19 Agustus 2024

Kita Butuh Payung Dakwah

 

Kita Butuh Payung Dakwah 

Kita Butuh Payung Dakwah
Kita Butuh Payung Dakwah


Partai Keadilan Sejahtera memang fenomenal. Meski digebuk habis-habisan dan diprediksi banyak kalangan pengamat dan lembaga survey bakal terlempar dari panggung politik alias tidak lolos Parliamentary threshold, tapi nyatanya PKS tetap bertahan. Posisi ini menunjukkan PKS sebagai partai kader tetap solid.

Pada pemilu pilpres kali ini PKS memutuskan mendukung pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Untuk mengetahui lebih dalam alas an PKS mendukung Prabowo-Hatta, wartawan sabiliku Eman Mulyatman mewawancarai langsung KH Hilmi Aminuddin di kediamannya di Lembang Bandung Jawa Barat. Berikut Petikannya:

Dengan 8,4 juta raihan suara PKS dalam pemilu legislative kemarin apa pendapat ustadz?

Hampir setahun setengah PKS dipukuli habis di media. Tapi kalau saya sih melihatnya angka 8,4 juta itu anugerah dari sisi Allah. Karena untuk mencari dana saja kita kesulitan. Jadi pemilu ini benar-benar hasil kerja ikhwan dan akhwat dengan biaya dari kantong sendiri. Kita tidak bisa membiayai. Saya cari dana untuk saksi saja tidak dapat. 

Dapat uang kecil-kecilan untuk bantu biaya operasional itupun tidak seberapa. Jika kita perlu berusaha supaya prabowo menang sebagai mizhollah (payung politik). Sebenarnya ikhwah itu punya semangat oposisi. Terus saya bilang dengan ukuran kita yang menengah mini ini nggak efektif jadi oposisi. Makanya kita harus bergabung. Kalaupun kalah format oposisi kita jadi besar. Apalagi ada peluang untuk menang.  

Baca Juga:  Saling Mengingatkan tentang Niat

Fase demi fase dilalui aktivis Islam dikaitkan dengan soliditas kader bagaimana penjelasannya?

Yang kita bangun itu sisi material, intelektual dan spiritualnya sekaligus.  Ada kisah sahabat Abu Dzar. Dia ini parsial. Mungkin ini ada kaitannya dengan sejarah saat dia ngobrol dengan Nabi SAW. Waktu itu nabi mengatakan, “Wahai Abu Dzar, kalau saya dibagi oleh Allah emas seperti gunung Uhud, maka siangnya sudah habis aku bagikan.” Abu Dzar terkesan dengan itu, sehingga terkesan apatis dengan yang berbau material. Nah itu pribadi silakan, tapi jangan hal itu dipaksakan kepada orang lain, akan rusak. Di sisi lain nabi tahu Abu Dzar tidak berbakat jadi khalifah. Jadi sebagai pribadi boleh pandangan dan sikap sendiri, tetapi tidak boleh dipaksakan jadi sikap dan pandangan publik.

Pendidikan Islam bertebaran, mengapa partai Islam belum melahirkan capres sendiri?

Di pesantren diajarkan hidup sederhana, makan dengan telor sebuah kemewahan, cukup teri nasi putih. Putih itu maksudnya makan dengan garam. Karena pesantren itu simbol perlawanan, hidup di hutan dan di hutan tidak ada apa-apa yang bisa dimakan.

Pesantren itu mengalahkah sekolah negeri dalam arti jumlah, tapi mengapa produknya bertebaran di partai-partai sekuler. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bahkan dengan bangga mengatakan bebas memilih. Jadi pendidikan Islam menjadi disorientasi. Karena Ilmu Islam tidak dilanjutkan dengan Idealisme Islam (Al Wa’yul Islami).

Saya masuk pesantren tradisional, saya katakan ilmu-ilmu (nahwu, sharaf dan lain-lain) ini disebarkan oleh ulama wa’yul Islam. Seluruh kitab fikih dimulai dari thaharah, terus masuk kitab ibadah, muamalat baru munakahah. Jadi ibadah dan usaha dulu baru menikah. Setelah itu tentang jihad, kemudian waris. Di Indonesia melompat dari ibadah, menikah langsung waris. Muamalah (usaha) dan Jihad (berjuang) ditinggalkan. 

Baca Juga: Memahami‘Jarak’ Dalam Komunikasi 

Pemilu legislatif belum melahirkan pemimpin Islam yang diterima luas?

Karakter politik sekuler memang transaksional. Golkar di era orde baru puluhan tahun menang, dengan pemilih terbesar petani dan nelayan, kelompok sosial yang justru miskin dan dimiskinkan oleh sistem kekuasaan yang dibangun Golkar. Kenapa bisa begitu? Karena setiap pemilu ada bantuan modal usaha, jalan desa di bangun, irigasi diperbaiki, kapal-kapal nelayan dan pelabuhan di renovasi. Jadi instan. Ke depan untuk memenangkan pertarungan politik aktivis Islam harus memahami fiqh social. 

Mereka harus dibekali ilmu sosiologi dan komunikasi sehingga bisa memahami kebutuhan rakyat dan pandai mengkomunikasikannya. Dengan begitu para kader Islam dapat membentuk dan memperbaiki pamahaman Islam masyarakat yang saat ini masih sangat lemah. Lihat aja kasus Maruar Sirait dari PDIP yang menang di Tasik. Padahal Tasik sebagai basis Islam, sementara kan Maruar Kristen. Jadi pendekatan itulah yang kita perbaiki. Jadi ini sudah sering kita sampaikan, harus bicara dengan bahasa mereka dan kadar akal mereka.

Apakah Turki bisa menjadi model?

Tahun 1989 awal ke Turki, Istambul itu kumuh, kotor, taksi-taksi tua. Tapi, begitu erdogan menjadi walikota dan hingga sekarang menjadi perdana mentri perubahannya begitu dahsyat. Sekarang tidak ada lagi kumuh. Bahkan di masjid-masjid sekarang ini kalau siang hari penuh dengan kaum muda. Kalau dulu itu kakek-kakek jompo. Kalau dulu pengajian harus dengan bahasa Turki. Jadi kalau baca hadist Bukhari pakai bahasa Turki saja. Dan sekarang museum Aya Sophia kembali untuk sholat Jum’at. Aya Sophia itu sebenarnya memang Masjid. Awalnya gereja di jual ke Sultan Ahmad, karena orang gereja kristennya sudah habis. Mereka mengungsi ke Eropa. Oleh Sultan Ahmad diwakafkan menjadi Masjid. Jadi status wakafnya memang Masjid.

Kemiripan Militer Turki dengan Indonesia bagaimana?

Secara fundamental, Turki punya success story khilafah. Jadi masyarakat yang tidak beribadahpun punya kebanggaan. Indonesia punya sejarah kejayaan Islam itu, sayangnya tidak terkodifikasi sebagai sejarah bangsa. Kalah oleh sejarah kejawen. Makanya Belanda berusaha menyatakan Islam masuk ke Indonesia abad ke – 16. Padahal Islam itu masuk abad ke – 7.

Sama-sama didominasi oleh Militer?

Nah militer Turki itu sekuler ortodok. Mereka anti agama sampai ke simbol-simbol, seperti shalat dan azan. Di kita (Indonesia) sekulernya dalam bahasa Al Quran, mudzabdzabina baina dzalik, masih mau umrah, mau shalat. Kalau militer Turki ada tanda bekas shalat, langsung dipecat! Di Indonesia lebih rumit, karena Jenderalnya pada umrah dan bikin majelis taklim. Jadi di Indonesia seremonial ritual itu masih dihargai di Indonesia. 

Militer Turki itu tidak seperti itu, tapi masyarakatnya punya kebanggaan terhadap success story khilafah Islam. Sekarang UU pendidikan agama dikembalikan dari TK sampai Universitas, mencabut UU anti jilbab, anti miras karena masyarakat Turki memang siap menerima itu. Tapi, kalau di kita masyarakatnya juga tidak siap. Ada pernyataan dari Trimedya Panjaitan (dari PDIP) kalau Jokowi terpilih akan menghapus perda syariat.

Baca Juga: Profesional

Jadi Turki bisa lebih cepat (menerima Islam)?

Ya, karena masyarakatnya memang kondusif. Selain tentu metodenya yang baik. Nah di kita ini rancu, politisi Islam kehilangan orientasi. Akibatnya, aktivis Islam masuk ke partai sekuler PDIP, padahal seharusnya mereka masuk partai Islam. Jadi al Wa’yul Islami (idealisme Islami) itu tidak diajarkan di pendidikan Islam. Padahal seluruh kurikulum Islam otomatis mengandung itu. Cuma aspek itu tidak diungkap. Ini yang seharusnya kita perbaiki dengan memberi percontohan.

Harapan anda di pilpres ini apa?

Ya, segi dakwahnya ada payung politik. Dan saya kira ini tidak hanya untuk PKS, tapi untuk umat Islam secara keseluruhan. Seperti sebelumnya di masa SBY dengan segala kelemahannya, dakwah relatif tidak terganggu, bebas kemana-mana. Secara umum perkembangan dakwah itu pesat sekali. Sekarang PKS juga berharap seperti itu. Dan perjanjian itu dibuat tertulis, akan melindungi dakwah.

Bagaimana kita meminimalisir black campaign, terutama dari kawan seiring?

Sebetulnya black campaign terhadap captive market PKS itu tidak ada, pengaruhnya terhadap swing voters itu. Terhadap captive PKS itu tidak mempan. PKS juga melakukan rasionalisasi ke masyarakat tentang pilihan ke Prabowo. Pendekatannya bukan Qola Allah atau Qola Rasul, tapi lebih kepada rasionalisasi. Tidak usah direkayasa.jadi di tengah hujatan, justru partai Islam naik. Ini ada tangan Allah yang bermain. Jadi kalau ada yang melawan Allah tunggu saja kehancurannya.

Jadi pendekatan koalisi ini secara syar’inya, sunnatullah, system yang diciptakan Allah di semesta raya ini; segala sesuatunya berlawanan. Ada positif ada negatif. Bahasa Qur’annya Sunnatu tadafu’, saling merobohkan dan ini terus berjalan. Salah satu hikmahnya adalah untuk dinamisasi kehidupan. Jadi saling kreatif. Karena satu sama lain saling ingin mengalahkan.

Kedua Capres ini bisa dikatakan memiliki kadar keislaman yang minim bukan begitu?

Jadi kalau keduanya diistilahkan secara agama, allhuma murrun, yang termanis diantara keduanya juga masih pahit. Pilihan pahit yang tertahankan lidah. Kita akui itu, alahuma murrun.

Lalu dari sisi dlorron, kita akui akhafu dlorroroin. Sebab secara umum, penyikapan kita kepada PDIP adalah penyikapan ideologis darisananya (PDIP) dan dari kita juga. Jadi ada komplikasi ideologis kalau dengan PDIP. Kalau dengan ini (prabowo) hambatannya psikologis, akibat isu-isu tentang prabowo yang belum jelas. Isu HAM itu personal dia. Tapi, jawaban Obama terakhir, jadi presiden saja dulu, nanti kalau sudah jadi presiden diakui. Dicabut tuduhan melanggar HAMnya itu. 

Seperti Putin, tuduhan pelanggaran HAMnya di cabut setelah dia menjadi presiden. Begitu juga Modi di India, dulu dikecam Amerika, tapi begitu terpilih, dia mengucapkan selamat. Jadi jawaban Obama seperti itu, jadi Presiden saja dulu nanti kita cabut tuduhannya. Prabowo ketika di Sunda Kelapa bicara seperti ini, saya baru merasakan suasana Islami seperti ini. Dari Kalibata ke Masjid Sunda Kelapa terus museum Proklamasi terus ke KPU. Jadi saya melihat, dia itu tidak jauh-jauh banget dengan Islam.

Baca Juga: KarenaSyaitan itu Musuh …

Soal kepemimpinan, sampai kapan kita akan memunculkan pemimpin dari kalangan Islam sendiri?

Potensinya besar, tinggal masalah konsolidasi. Kadar kepemimpinan itu lahir di lapangan bukan oleh sebuah keputusan. Nah, kita (PKS) hanya memfasilitasi pemimpin itu lahir. Maka ada kebijakan proyeksi, promosi dan nominasi. Seseorang dimunculkan lalu dibantu promosinya. Nanti baru ada nominasi setelah teruji ketika diproyeksi dan promosi. Itu sebagai arena berlatih. Nanti penokohan ini tergantung pada sistem di negara kita.

Soal kepemimpinan Prabowo sebagai  sosok tegas dan isu nasionalisasi asset-asset Negara, itu bagaimana?

Isu perkiraan tentang performa prabowo itu kita kelola, kita harapkan Prabowo menjadi pribadi yang seimbang, termasuk kepada Barat yang banyak merugikan Indonesia pun jangan provokatif. Karena perbandingan kita dengan Barat masih jauh. Ingat dua tahun yang lalu, Leon Paneta, menteri pertahanan AS keturunan Italia itu mengadakan pertemuan di Mesir. Dia bilang sekarang ini Amerika punya strategi kekuatan militer dulu di Atlantik 60% karena ada Uni Sovyet terus 40% di Asia Pasifik, sekarang diubah 60% di Asia Pasifik dan 40% di Atlantik. Leon Paneta mengumumkan, dia sudah mengirim 5.000 marinir ke Darwin Australia. Katanya untuk mengantisipasi perompak Laut China Selatan. Sebenarnya dekat mana dari Darwin ke Cina Selatan dengan Irian (Freeport)?

Di Indonesia ini banyak tidak sinkron. Misalnya, kita berjuang di PBB sudah diakui sebagai Negara kepulauan dengan batas 2 mil laut Zona Ekonomi Ekslusif, dan berhasil. Harusnya kebijakan ekonomi mengarah pada maritime, bukan Negara pertanian. Saya pernah Tanya Dirjen Pembinaan Wilayah Pesisir, anggarannya berapa? Dia bilang 40 Milyar. Jadi bagaimana mungkin mengurus wilayah seluas ini dengan anggaran seperti itu. Sedangkan pantai kita 60 kali lipat Pantai Thailand. Tapi, hasil udang Thailand 3.000 ton setahun sedangkan Indonesia 1 ton saja. Karena infrastrukturnya tidak dibangun. Sedangkan asas pembangunan dimana pun adalah infrastruktur.  

Infrastruktur seperti apa?

Contoh paling sederhana adalah BPJS. SBY menurunkan kebijakan BPJS ini tanpa dibarengi dengan infrastruktur kesehatan. Hasilnya yang lengkap itu adalah RS tingkat propinsi keatas, sedangkan tingkat RSUD ada yang alat rontgen saja tidak punya. Apalagi CT scan, atau untuk mengukur paru-paru yang modern. Lalu dengan ada BPJS orang  yang biasa tidak sakit, jadi sakit. Dari segi kemanusiaan bagus, tapi dari sisi realitas coba anda lihat. Lorong-lorong rumah sakit jadi penuh dengan orang sakit. Yang kasihan dokter, yang biasanya pasien 20-40 sekarang 120-an. RS pun bingung.

Masalah pendidikan juga sama. Ada BOS tapi infrastruktur tidak dibangun, desa tidak ada SMK, SMA hanya di kecamatan. Harusnya desa besar ada sekolah setingkat SMA. Supaya tidak menumpuk di Kecamatan. Akhirnya muncul sekolah unggulan. Di Barat tidak ada, sekolah unggulan. Kampus-kampus pun begitu. Di semua tingkat kabupaten harusnya ada kampus yang bonafide seperti Achen di Jerman itu, penduduk Cuma 250 ribu, tapi bisa melahirkan teknokrat seperti Habibie.

Puskesmas harusnya ada di desa, bukan di Kecamatan. RS kelas C ituharus ada di Kecamatan, Kelas B di Kabupaten dan Kelas A di tingkat Propinsi, tapi infrastrukturnya harus dilengkapi. Sehingga membendung arus ke kota.

Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?

Sekarang ini infrastruktur Negara seperti lalu lintas buruk maka sering terjadi tabrakan, baik itu KA ataupun Bis. Korbannya lari ke RS, karena tingkat Kabupaten tidak ada lari ke provinsi.

Suharto masih ada benarnya, membangun infrastruktur, sedangkan zaman reformasi ini tidak ada.

Kemungkinan Amerika intervensi kalau Prabowo Menang?

Jadi gini, kontaminasi Amerika terhadap TNI tidak sebesar terhadap tentara Mesir. Mesir setelah tahun 1969 setelah perjanjian Camp David, negara itu seolah-olah dilumpuhkan. Pertanian ambruk, ekonomi melemah. Indonesia masyarakatnya cenderung mandiri dan tidak terlalu tergantung pemerintah dan Mesir itu sangat tergantung pada pemerintah karena daerah padang pasir. Yang kedua, sejak tahun 1969 itu Mesir di subsidi 1,5 M per tahun. Yang ketiga, sejak tahun 1969 setiap tahun 500 perwiranya belajar di Westpoint Amerika. Jadi kalau dihitung sampai sekarang ada 18.000 perwira Amerika di Mesir.kalau kita kan dengan Amerika pernah komplikasi TNInya.  ***



Majalah Sabiliku Bangkit Edisi 2/TH 01/Ramadhan 1435 H/ Juli 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar