Senin, 26 Agustus 2024

Sedikit Tidur Itu Lebih Baik

 

Sedikit Tidur Itu Lebih Baik 

Oleh  Ir Abdeldaem Al Kaheel

Sedikit Tidur Itu Lebih Baik
Sedikit Tidur Itu Lebih Baik


Rubrik ini terselenggara atas persetujuan dan kerjasama Ir. Abdeldaem Al Kaheel asal Suriah, yang telah membuat karya lebih dari 1.500 tema tentang mukjizat Al Qur’an

(Hal-64) Tidur selama delapan jam setiap hari atau hampir setiap hari, sudah lama dianggap sebagai rentang waktu tidur yang ideal sebagai waktu yang diperlukan oleh tubuh manusia. Tetapi penelitian baru mengatakan, bila tidur selama itu jika dilakukan setiap hari atau hampir setiap hari, justru dapat mempersingkat masa hidup. Sebuah studi yang dilakukan atas lebih dari satu juta orang yang tidur delapan jam atau lebih dalam sehari menunjukkan mereka meninggal di usia lebih muda dari rekan-rekan mereka yang tidur dengan jam yang lebih sedikit.

Saya Ingin Orang Berbondong-Bondong Melihat Film Dokumenter

 

Saya Ingin Orang Berbondong-Bondong Melihat Film Dokumenter 

Oleh  Purwanti  

Saya Ingin Orang Berbondong-Bondong Melihat Film Dokumenter
Saya Ingin Orang Berbondong-Bondong Melihat Film Dokumenter


(Hal-58) Ayah saya seorang pedagang barang-barang rumah tangga. Untuk memulai usaha, ayah meminjam uang dari sebuah Bank konvensional dengan jaminan sawah dan tanah. Uang pinjaman itu kemudian dibelikan beberapa barang. Ayah mendistribusikan barang-barang tersebut ke beberapa pelanggan. Namun, tidak berapa lama kemudian, krisis moneter menimpa Indonesia. 

Semua barang-barang kebutuhan naik, barang yang tadinya hanya Rp 10 ribu naik menjadi Rp 15 ribu. Ditambah lagi, banyak pelanggan yang tidak (Hal-59) mau bayar. Akhirnya hutang di bank tidak bisa bayar, sedangkan kami masih ingin mempertahankan sawah dan tanah.

Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri

 

Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri 

Oleh Yenni Siswanti & Purwanti  

Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri
Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri 

(Hal-54) Nisa termenung di sudut kamar. Di tangannya masih terdapat tes kehamilan yang masih bergaris satu. Entah sudah berapa kali ia mencoba alat itu selama pernikahannya, tapi hasilnya masih sama. Negatif. Ujungnya, dia pun tak kuasa menahan tangis, mengingat pertanyaan-pertanyaan di sekelilingnya yang sering kali memojokkannya. Kapan hamil? Sengaja ya? Kamu gemuk sih? Untung suami kamu sabar ya? Dan pertanyaan lainnya (Hal-55) yang membuatnya semakin hari semakin merasa tertekan.

Sudah hampir 10 tahun pernikahan ia jalani namun Allah belum memberikan amanah seorang anak kepadanya. Nisa dan suaminya telah beberapa kali menyambangi dokter ahli dan alternatif lainnya. Namun kehamilan yang ditunggunya belum jua hadir.