Jumat, 16 Agustus 2024

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud

 

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 

Oleh Edi Santoso

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud
Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 


(Hal-28)  Sangsi. Ragu. Perasaan itu sering menghampiri H. Tauhidin (40) sebelum mimpi dan cita-citanya banyak yang berubah menjadi nyata. Pria yang kini menjadi salah satu Pegawai Negeri Sipil di Banyumas, Jawa Tengah itu, mengisahkan bagaimana satu demi satu kesuksesan menghampirinya. Yakin pada akhirnya. Dan, ada rahasia I’tikaf di baliknya.

Kepada Tarbawi ia mengawali kisahnya, “Dengan segala kondisi yang ada, wajar jika banyak yang menyangsikan impian saya bisa terwujud. Dengan Ijazah SLTA, saya tak punya banyak pilihan pekerjaan. Tak kurang dari 15 tahun saya bekerja sebagai tukang sapu jalanan. Seolah tak ada harapan karir. Mungkinkah saya punya rumah sendiri? Mungkinkah bisa naik haji?

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah

 

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah


(Hal-43) Sejak kecil hingga tamat SMU aku tidak pernah bermimpi ataupun bercita-cita menjadi seorang guru Bahasa Arab. Tapi itulah profesiku sekarang. Tahun 2003 saya tamat SMU, dan ikut tes di salah satu Perguruan Tinggi. Namun saya sangat terkejut ketika melihat hasil pengumuman, yang mana namaku tercantum sebagai salah satu seorang mahasiswi jurusan Bahasa Arab.

 Awalnya saya sangat kecewa, karena saat mengisi formulir pendaftaran saya sebenarnya hanya iseng menulis Bahasa Arab sebagai pilihan terakhir, taoi ternyata malah diterima. Saat itu saya merasa tidak sanggup menjadi mahasiswi jurusan Bahasa Arab karena latar belakang pendidikan umum. Tapi orang tua dan keluarga sangat mendukung, mereka selalu berpesan bahwa inilah pilihan Allah yang terbaik untuk saya dan tidak ada orang pintar tanpa belajar.

Mengakhiri Kesendirian Setelah I’tikaf

 

Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf 

Oleh Ahmad Zairofi AM dan Rahmat Ubaidillah

Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf
Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf


(Hal-21)  I’tikaf bagi Miftahuddin (31) adalah lompatan besar. Hidupnya berproses, tangga demi tangga bersama I’tikaf. Mulanya kesadaran, sesudah itu perasaan bergantung kepada Allah yang mendalam. Kesendiriannya sebagai seorang bujangan, pun ia akhiri dengan memintanya kepada Allah, melalui I’tikaf.

Kepada Tarbawi ia mengisahkan, bahwa sejak tahun 2002, ia sudah terbiasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan. Waktu itu, ia masih bekerja di daerah Citeurup pada bagian maintenance di sebuah pabrik yang cukup ternama. Kebiasaan i’tikaf itu karena pengaruh lingkungan tempat di mana ia kost. Bersama teman-teman satu kost, miftahuddin sering mengikuti pengajian rutin di Masjid terdekat. Dari situ rasa keislamannya tergugah. Ia tersadar, bahwa selama ini dirinya banyak melalaikan perintah Allah. Rasa dahaga terhadap pemahaman agama membuat Miftahuddin banyak membaca buku-buku Islam. Rajin menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah, termasuk sunnah i’tikaf.