Satu Per Satu Impian Itu Terwujud
Oleh Edi
Santoso
Satu Per Satu Impian Itu Terwujud |
(Hal-28) Sangsi. Ragu. Perasaan itu sering menghampiri
H. Tauhidin (40) sebelum mimpi dan cita-citanya banyak yang berubah menjadi
nyata. Pria yang kini menjadi salah satu Pegawai Negeri Sipil di Banyumas, Jawa
Tengah itu, mengisahkan bagaimana satu demi satu kesuksesan menghampirinya. Yakin
pada akhirnya. Dan, ada rahasia I’tikaf di baliknya.
Kepada Tarbawi ia mengawali kisahnya, “Dengan segala kondisi yang ada, wajar jika banyak yang menyangsikan impian saya bisa terwujud. Dengan Ijazah SLTA, saya tak punya banyak pilihan pekerjaan. Tak kurang dari 15 tahun saya bekerja sebagai tukang sapu jalanan. Seolah tak ada harapan karir. Mungkinkah saya punya rumah sendiri? Mungkinkah bisa naik haji?
Tapi saya
selalu yakin ada kekuatan langit yang bisa mengatasi segala ketidakmungkinan.
Saya yakin do’a adalah kuncinya, terlebih do’a di bulan Ramadhan khususnya
I’tikaf. Saya mulai mengenal I’tikaf sekitar tahun 1994 dari sebuah kajian di
Purwokerto. Saya mencoba I’tikaf saat itu juga, meski tidak penuh. Beberapa
hari saja di akhir Ramadhan.
I’tikaf bagi
saya saat rehat tahunan dari segala kehidupan dunia. Sebagaimana pula Haji,
saat kita cuti dari kehidupan duniawi setidaknya sekali dalam hidup ini. Karena
itu, saya memanfaatkan I’tikaf untuk mencurahkan segala keluh kesah pada Allah.
Segala impian dan cita-cita saya mintakan kepada Allah, semoga dikabulkan. Saya
pun merasa segala beban hidup menjadi ringan. Saya optimalkan I’tikaf untuk
berdo’a.
Baca Juga: Karena Syaitan itu Musuh
Saya mulai
intensif I’tikaf sejak 2004, setelah menikah. Dan sejak saat itu, seolah satu
persatu impian saya terkabul. Saya mendapatkan pekerjaan tambahan sebagai
penjaga Masjid di Rumah Sakit Margono, (Hal-29)
Banyumas. Kemudian dipercaya menjadi Sie Kerokhanian di Rumah Sakit. Tugas
saya memberikan bimbingan rohani pada pasien. Saya mulai bisa menabung, meski
tidak banyak.
Pada tahun
2004 juga saya bisa membeli rumah setelah sekian tahun harus berpindah-pindah
kontrakan. Allah membuatnya menjadi lebih mudah. Saya waktu itu sebetulnya
tidak punya banyak uang. Tetapi ada orang yang mau jual rumah murah dan hanya
ingin saya yang membelinya. Waktu itu dia meminta harga Rp 14 Juta ke saya. Ada
yang menawar Rp 18 Juta tapi tak diberikan. ‘Saya hanya ingin menjual ke Pak
Tauhidin, dicicil juga tidak apa-apa,’ katanya. Subhanallah...
Saya semakin
yakin dengan kekuatan do’a. Setelah itu, saya mengajak istri untuk I’tikaf,
terutama pada malam-malam ganjil. Kami berdo’a apa saja, termasuk diberik
pekerjaan yang lebih baik. Tanpa disangka, pada tahun 2007 ada pengangkatan
pegawai honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Pemda
Banyumas, dan saya termasuk di dalamnya.”
Bagi H.
Tauhidin, kebahagiaan memiliki rumah, memiliki pekerjaan, sangat memenuhi isi
hatinya. Tapi ia tidak pernah berhenti membuktikan mimpi. Ia tak lelah meminta.
Ia tidak bosan memohon. Setelah itu ia berharap dan berharap bisa menunaikan
ibadah haji.
“Allah juga
memudahkan impian saya ke tanah suci. Sebelumnya memang saya menabung, tanpa
tahu kapan akan berangkat. Banyak orang mencibir, ketika saya bercerita akan
naik haji. ‘Mana mungkin Tauhidin bisa naik haji.’kata mereka. Saya tanggapi
itu dengan semangat dan keyakinan, bahwa pertolongan Allah semakin dekat.
Dengan beberapa orang, uang saya akhirnya mencapai Rp 32,5 juta,
cukup untuk melunasi ONH. Tahun 2007 saya mendaftar, dan alhamdulillah tahun
2008 bisa berangkat. Ini juga kejutan, karena sebelum dan sesudah itu orang
harus antri sampai dua tahun untuk bisa berangkat haji.
I’tikaf membawa banyak berkah dalam hidup saya. Saya ingin semua
orang tahu, bahwa Allah benar-benar membuka pintu langit saat sepuluh hari
terakhir Ramadhan. Saya pun kini mulai mengorganisasikan beberapa majelis
taklim untuk bisa rutin I’tikaf di bulan Ramadhan.”
Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?
Karunia Ramadhan selalu membekaskan bukti akan janji-janji Allah.
Tentu bagi yang mencari janji itu dengan sepenuh pengharapan dan kepasrahan. Di
bulan suci itu ada malam seribu bulan. Di sepuluh hari terakhir Ramadhan
Rasulullah memusatkan dirinya dalam menyendiri kepada Allah. Beri’tikaf.
Langit lalu membukakan jalan untuk do’a-do’a tulus di malam-malam itu. Bahkan sepanjang Ramadhan, malam hari adalah lalu lintas yang padat bagi perjalanan do’a menuju langit. Dan janji pengabulan itu senantiasa dirasakan oleh orang-orang beriman yang sungguh-sungguh meminta. Tauhidin salah satunya. ***
Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430 H, 8 Oktober 2009 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar