Jumat, 16 Agustus 2024

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud

 

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 

Oleh Edi Santoso

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud
Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 


(Hal-28)  Sangsi. Ragu. Perasaan itu sering menghampiri H. Tauhidin (40) sebelum mimpi dan cita-citanya banyak yang berubah menjadi nyata. Pria yang kini menjadi salah satu Pegawai Negeri Sipil di Banyumas, Jawa Tengah itu, mengisahkan bagaimana satu demi satu kesuksesan menghampirinya. Yakin pada akhirnya. Dan, ada rahasia I’tikaf di baliknya.

Kepada Tarbawi ia mengawali kisahnya, “Dengan segala kondisi yang ada, wajar jika banyak yang menyangsikan impian saya bisa terwujud. Dengan Ijazah SLTA, saya tak punya banyak pilihan pekerjaan. Tak kurang dari 15 tahun saya bekerja sebagai tukang sapu jalanan. Seolah tak ada harapan karir. Mungkinkah saya punya rumah sendiri? Mungkinkah bisa naik haji?

Tapi saya selalu yakin ada kekuatan langit yang bisa mengatasi segala ketidakmungkinan. Saya yakin do’a adalah kuncinya, terlebih do’a di bulan Ramadhan khususnya I’tikaf. Saya mulai mengenal I’tikaf sekitar tahun 1994 dari sebuah kajian di Purwokerto. Saya mencoba I’tikaf saat itu juga, meski tidak penuh. Beberapa hari saja di akhir Ramadhan.

I’tikaf bagi saya saat rehat tahunan dari segala kehidupan dunia. Sebagaimana pula Haji, saat kita cuti dari kehidupan duniawi setidaknya sekali dalam hidup ini. Karena itu, saya memanfaatkan I’tikaf untuk mencurahkan segala keluh kesah pada Allah. Segala impian dan cita-cita saya mintakan kepada Allah, semoga dikabulkan. Saya pun merasa segala beban hidup menjadi ringan. Saya optimalkan I’tikaf untuk berdo’a.

Baca Juga: Karena Syaitan itu Musuh

Saya mulai intensif I’tikaf sejak 2004, setelah menikah. Dan sejak saat itu, seolah satu persatu impian saya terkabul. Saya mendapatkan pekerjaan tambahan sebagai penjaga Masjid di Rumah Sakit Margono, (Hal-29) Banyumas. Kemudian dipercaya menjadi Sie Kerokhanian di Rumah Sakit. Tugas saya memberikan bimbingan rohani pada pasien. Saya mulai bisa menabung, meski tidak banyak.

Pada tahun 2004 juga saya bisa membeli rumah setelah sekian tahun harus berpindah-pindah kontrakan. Allah membuatnya menjadi lebih mudah. Saya waktu itu sebetulnya tidak punya banyak uang. Tetapi ada orang yang mau jual rumah murah dan hanya ingin saya yang membelinya. Waktu itu dia meminta harga Rp 14 Juta ke saya. Ada yang menawar Rp 18 Juta tapi tak diberikan. ‘Saya hanya ingin menjual ke Pak Tauhidin, dicicil juga tidak apa-apa,’ katanya. Subhanallah...

Saya semakin yakin dengan kekuatan do’a. Setelah itu, saya mengajak istri untuk I’tikaf, terutama pada malam-malam ganjil. Kami berdo’a apa saja, termasuk diberik pekerjaan yang lebih baik. Tanpa disangka, pada tahun 2007 ada pengangkatan pegawai honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Pemda Banyumas, dan saya termasuk di dalamnya.”

Bagi H. Tauhidin, kebahagiaan memiliki rumah, memiliki pekerjaan, sangat memenuhi isi hatinya. Tapi ia tidak pernah berhenti membuktikan mimpi. Ia tak lelah meminta. Ia tidak bosan memohon. Setelah itu ia berharap dan berharap bisa menunaikan ibadah haji.

“Allah juga memudahkan impian saya ke tanah suci. Sebelumnya memang saya menabung, tanpa tahu kapan akan berangkat. Banyak orang mencibir, ketika saya bercerita akan naik haji. ‘Mana mungkin Tauhidin bisa naik haji.’kata mereka. Saya tanggapi itu dengan semangat dan keyakinan, bahwa pertolongan Allah semakin dekat.

Dengan beberapa orang, uang saya akhirnya mencapai Rp 32,5 juta, cukup untuk melunasi ONH. Tahun 2007 saya mendaftar, dan alhamdulillah tahun 2008 bisa berangkat. Ini juga kejutan, karena sebelum dan sesudah itu orang harus antri sampai dua tahun untuk bisa berangkat haji.

I’tikaf membawa banyak berkah dalam hidup saya. Saya ingin semua orang tahu, bahwa Allah benar-benar membuka pintu langit saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Saya pun kini mulai mengorganisasikan beberapa majelis taklim untuk bisa rutin I’tikaf di bulan Ramadhan.”

Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?

Karunia Ramadhan selalu membekaskan bukti akan janji-janji Allah. Tentu bagi yang mencari janji itu dengan sepenuh pengharapan dan kepasrahan. Di bulan suci itu ada malam seribu bulan. Di sepuluh hari terakhir Ramadhan Rasulullah memusatkan dirinya dalam menyendiri kepada Allah. Beri’tikaf.

Langit lalu membukakan jalan untuk do’a-do’a tulus di malam-malam itu. Bahkan sepanjang Ramadhan, malam hari adalah lalu lintas yang padat bagi perjalanan do’a menuju langit. Dan janji pengabulan itu senantiasa dirasakan oleh orang-orang beriman yang sungguh-sungguh meminta. Tauhidin salah satunya. ***


 Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430  H, 8 Oktober 2009  M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar