Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri
Oleh Yenni Siswanti & Purwanti
Saling Menyemangati, Agar Tidak Selalu Merasa Sendiri
(Hal-54) Nisa
termenung di sudut kamar. Di tangannya masih terdapat tes kehamilan yang masih
bergaris satu. Entah sudah berapa kali ia mencoba alat itu selama
pernikahannya, tapi hasilnya masih sama. Negatif. Ujungnya, dia pun tak kuasa
menahan tangis, mengingat pertanyaan-pertanyaan di sekelilingnya yang sering
kali memojokkannya. Kapan hamil? Sengaja ya? Kamu gemuk sih? Untung suami kamu
sabar ya? Dan pertanyaan lainnya (Hal-55)
yang membuatnya semakin hari semakin merasa tertekan.
Sudah hampir 10 tahun pernikahan ia jalani namun Allah belum memberikan amanah seorang anak kepadanya. Nisa dan suaminya telah beberapa kali menyambangi dokter ahli dan alternatif lainnya. Namun kehamilan yang ditunggunya belum jua hadir.
Di tempat lain, Maida, perempuan yang sudah tujuh tahun
menikah dan belum dikaruniai anak juga mengaku kalau dirinya sempat enggan
untuk datang di setiap acara keluarga untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan
serupa. “Hati saya terasa terguncang kalau melihat sepupu-sepupu saya yang
sudah punya anak, apalagi saya melihat anak-anak mereka tumbuh besar. Sedangkan
saya, satu pun belum ada. Kadang sedih memikirkan itu,” ungkap Maida yang kini
berusia 28 tahun.
Beruntung suaminya begitu memahami kondisi Maida.
“awalnya saya merasa sensitif dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan itu, tapi
suami saya sempat marah karena saya terlalu menjadikan sindiran mereka sebagai
beban. Akhirnya saya dinasehati suami, dia bilang kalau keturunan itu rezeki
dari Allah. Maka mintalah kepada Allah. Nasihatnya itu membuat saya lebih
tenang dan pasrah,” papar perempuan yang bekerja di sebuah radio terkenal di
Jakarta ini kepada Tarbawi.
Maida dan Nisa seringkali merasa sendiri menghadapi ini. Mereka
ingin sekali berbagi dengan teman-temanya yang juga senasi dengan dirinya.
Hanya saja ia merasa tabu menceritakan apa yang ia alami, dan apa yang ia
rasakan.
Sampai akhirnya mereka menemukan sebuah komunitas yang
bisa menjadi tempat curhat para istri yang belum dikaruniai momongan. Komunitas
Aku Ingin Hamil (AIH) merupakan sebuah wadah komunitas bagi yang belum
dikaruniai ‘momongan’ setelah pernikahan. Rafeila Reggie Kusumo, Nina Thomas,
Diandra Dini dan Dyna Salim adalah pencetus komunitas ini.
Baca Juga: Hidup Mandiri dan Harmoni di Lubuk Beringin
“Komunitas ini terbentuk dari forum diskusi di salah satu
situs pernikahan. Di sini kita membahas tentang mindset yang sudah
terpatri dalam benak kebanyakan orang, (Hal-56)
bahwa setelah menikah itu harus hamil dan punya anak. Tapi kita tidak punya
kuasa atas hal itu. Meskipun, setelah berusaha dan berdoa ternyata belum juga
ada tanda-tanda kehamilan. Akhirnya kita merasa sendirian. Di sinilah tujuan
kami membuat komunitas ini, agar mereka (yang belum dikaruniai anak) tahu bahwa
mereka tidak sendirian, dan mereka bisa berbagi apapun tentang kondisi dan
perasaan mereka,” Ujar Reggie.
Lulusan Universitas Moestopo itu pun menandaskan sebuah
syarat untuk bisa bergabung di dalam komunitas ini. “Bagi mereka yang belum
menikah, tidak bisa bergabung dalam komunitas ini. Dan komunitas ini khusus
untuk perempuan saja, laki-laki tidak boleh ikut bergabung,”ujar Reggie. Semua
ini dilakukan untuk melindungi privasi dan ketenangan saat mereka saling
sharing dan curhat. “Supaya mereka lebih tenang dan lebih santai curhatnya. Di
sini kan wadahnya para istri yang belum diberikan keturunan, jadi kami
harus memilih mana yang bisa jadi anggota mana yang tidak,” papar dia.
Perasaan senasiblah yang membuar mereka nyaman untuk
berbagi, paling tidak untuk bercerita mengenai pahitnya perlakukan orang-orang
terhadap mereka. Aktivitas di dalam komunitas ini berawal dari sebuah situs
jejaring sosial. Reggie membuat account-nya pada bulan Februari lalu. “Awalnya
kita hanya sharing informasi tentang bagaimana caranya ke dokter kandungan,
pengobatan alternatif, hingga tentang masa subur, dan masa ovulasi. Lama-lama
mereka tahu sendiri tentang hal itu,” tambah Reggie. Lama-kelamaan anggota
komunitas ini semakin bertambah banyak orang yang ingin berbagi mengenai hal
ini. “Karena tidak mudah menghadapi ini sendiri.”
Di sini mereka menceritakan banyak permasalahan, dan
anggota yang lain mencoba untuk memberikan solusinya berdasarkan pengalaman
masing-masing. Misalnya ada yang bertanya tentang bagaimana mengenai PCO
(Polycystic Ovary – sejenis panyakit yang mengancam kesuburan) itu langsung
anggota komunitas lainnya memberikan penjelasan,” kata Reggie.
Paling tidak sampai saat ini, sudah ada sekitar 600 orang anggota yang tergabung. Meskipun bertemu lewat internet, mereka pernah beberapa kali mengadakan kopi darat (temu langsung) dengan masing-masing anggota. “Malah ada juga diantara mereka yang akhirnya memiliki kedekatan personal dari beberapa daerah, misalnya kopi darat untuk daerah Bandung, Surabaya dan lainnya, sehingga bisa lebih sering curhat,” tambah Reggie.
Disini, Reggie
sebagai salah satu pendiri (Hal-57) ingin
sekali kegiatan di Komunitas AIH tidak hanya sekadar berkumpul saja. “kami
berharap bisa mengadakan seminar dan bekerja sama dengan berbagai pihak.
Terutama kami ingin sekali mengadakan acara yang isinya tentang terapi
psikologis untuk mereka yang hampir putus asa ketika belum juga memiliki
momongan,” ujar Reggie.
“kalau ada yang sedang down kami langsung memberikan semangat dan do’a kalau dia tidak mengalami sendiri. Kalau ada yang berhasil hamil kami senang sekali. Seringkali kaminya menyebutnya sudah lulus dari komunitas AIH,” tambahnya. Meski ‘lulus’ karena sudah hamil tak serta merta dia keluar dari komunitas. “Keberadaannya di komunitas justru kami butuhkan, untuk memberi pengalamannya pada yang lain.” Seperti halnya Nia Dewi, anggota komunitas yang berhasil ‘lulus’ kini tengah mengandung anak pertamanya setelah menunggu empat tahun. Selama empat tahun pernikahannya, dirinya sudah seringkali berkontribusi ke dokter dan alternatif.
Baca Juga: Mimpi Makan Enak Orang-Orang Miskin
Pemeriksaan yang dijalani
mulai dari USG, HSG, TORCH, Diatermi hingga pernah inseminasi namun belum
membuahkan hasil. Sampai ia kemudian bergabung di komunitas AIH dan banyak
mendapatkan masukan dari sesama teman komunitas. “saya banyak menerapkan
tips-tips yang saya dapat dari komunitas ini. Saya mencoba salah satu tips
tersebut minum rutin jus wortel campur tomat dan apel selama kurang lebih dua
bulan, Alhamdulillah langsung isi,” ujarnya senang. “Tapi yang paling
penting pasrah sama Allah dan jangan terlalu stress”, katanya lagi.
Manfaaat lainnya juga di dapat Maida yang haidnya tidak
teratur, menjadi lancar saat mengikuti saran dari sesama anggota komunitas. “sudah
sekitar empat tahun haid saya tidak lancar. Saya konsultasikan ke dokter, tapi
hanya diberikan obat-obatan tanpa hasil. Setelah saya sharing ke
teman-teman komunitas AIH, mereka memberikan banyak masukan. Alhamdulillah, setelah
saran mereka saya ikuti, haid saya lancar lagi,” ujar Maida.
Sama halnya dengan Maida dan Nia, Deasy anggota komunitas yang berasal dari kalimantan merasakan banyak sekali manfaat yang bisa diambil saat bergabung dengan komunitas ini. “Saya sudah dua tahun menikah, tapi Allah belum mengamanahkan kepada kami keturunan. Saya sering ditanya oleh keluarga saya. Awalnya sih biasa saja, tapi lama kelamaan merasa risih dan kesal kalau ditanya hal itu.
Coba mereka berada di posisi saya, bagaimana rasanya ditanya
hal itu?” uangkap Deasy. Dia pun tidak sengaja menemukan komunitas AIH saat
membuka internet. “Di sini saya menumpahkan isi hati saya, saya merasa Allah
mempertemukan kami untuk saling memotivasi. Di sini, kami sama-sama berikhtiar,
saling mendoakan dan saling memberikan solusi sehingga kami bisa bangkit lagi,”
ucapnya.
Kehadiran buah hati memang sesuatu yang paling ditunggu pasangan suami istri. Tapi Allah memiliki rahasia-Nya sendiri. Ada takdir yang tak selalu bertaut dengan keinginan manusia. Komunitas AIH mengajarkan untuk terus bersabar, tak berhenti berikhtiar, dan senantiasa saling menyemangati. ***
Majalah Tarbawi, Edisi 233 Th 12, Sya’ban
1431 H, 29 Juli 2010 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar