Sabtu, 02 November 2024

Berbaik Sangka pada Allah Swt

 

Berbaik Sangka pada Allah Swt

Oleh M Lili Nur Aulia

 

Berbaik Sangka pada Allah Swt
Berbaik Sangka pada Allah Swt

(Hal-78) Apa yang ada terlintas dalam pikiran anda, saat kita mendengar anjuran agar kita berhusnu zann kepada Allah SWT? Husnu zann  kepada Allah, memiliki banyak arti tentang artinya berbaik sangka kepada-Nya. Di dalamnya termasuk rasa optimis memandanga segala sesuatu berlandaskan sifat Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Kasih, Yang Maha Lembut, Yang Maha Pemaaf, Yang Maha Kuasa, dan lain sebagainya. 

Di dalamnya juga termasuk semangat dalam bekerja, beramal shalih, beribadah. Dan bahkan di dalamnya terkandung unsur jiwa yang pantang menyerah menghadapi situasi apapun untuk terus berjuang dalam jalan-jalan kebaikan.

(Hal-79) Begitulah saudaraku,

Husnu zann memang sangat luar biasa bila hadir dari hati orang beriman. Ketika seorang hamba mendekat dan merunduk di hadapan Allah, berharap agar amal taatnya diterima oleh Allah. 

Ketika itu, ia berhusnu zann kepada Allah SWT, bahwa Allah Maha Rahmah, Maha Tahu, Maha Lembut, sehingga ia pun penuh harap bahwa ama-amalnya akan diterima. Husnu zann, masih menurut Imam Al Khitabi, hampir sama dengan sikap rojaa (berharap positif) karena di sana ada unsur keyakinan pada ampunan serta kemurahan Allah Swt. Al Khitabi mengatakan,

Baca Juga: Interaksi, Variasi dan Harmoni

“sesungguhnya orang yang berbaik sangka kepada Allah adalah orang yang baik amalnya. Seolah ia mengatakan, perbaiki amal kalian, berarti kalian berbaik sangka kepada Allah. Karena orang yang buruk perbuatannya, berarti buruk prasangkanya kepada Allah.”

Karena itu pula, dalam sebuah hadits riwayat Ahmad disebutkan, “Husnu zann min husnil ibadah”, berbaik sangka kepada Allah adalah bagian dari kebaikan dalam beribadah.

Saudaraku,

Tapi tak semua sikap Husnu zann  ini benar. Karena adakalanya sikap Husnu zann kepada Allah itu keliru, yaitu bila yang menumbuhkan rasa itu adalah orang kafir, atau para pelaku dosa besar dan pelanggar perintah Allah. 

Orang seperti itu sebenarnya melakukan sikap suu’uzann kepada Allah karena dosa dan pelanggaran yang dilakukannya. Wajar, karena sikap Husnu zann otomatis akan memberi pengaruh pada kebaikan amal. Sedangkan suu’uzzann kebalikannya, akan menumbuhkan keburukan dalam amal. Hasan Al Bashri mengatakan,

“Sesungguhnya seorang Mukmin memperbagus prasangkanya kepada Tuhannya, lalu ia memperbagus amalannya. Berbeda dengan orang yang banyak berdosa, ia buruk sangka terhadap Tuhannya, lalu memperburuk amal perbuatannya.”

Saudaraku,

Ada satu kelompok orang yang penting kita ingat tentang sifat Husnuz zann  ini, yaitu kelompok munafiqin, semoga Allah melindungi kita dari termasuk dalam barisan mereka. Kelompok (Hal-80) inilah yang disinggung secara langsung oleh Allah SWT karena sifat suu’uzzann  billah. Mereka meninggalkan Rasulullah di saat-saat genting, pada peperangan Uhud. Ucapan salah seorang dari mereka diabadikan oleh Al Qur’an:

“Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.”

 (QS. Ali Imran: 154)

Baca Juga: Suatu Waktu, Diamlah!

Tentang mereka Allah SWT mengatakan:

“Dis mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk.”

(QS. Al Fath: 6)

Mereka memperkirakan bahwa orang-orang kafir akan menang dan orang-orang beriman akan kalah. Atau secara umum mereka menganggap bahwa agama ini tidak akan bisa berdiri tegak. Padahal agama ini adalah milik Allah SWT, dan Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ternyata banyak di antara kita yang kurang menyadari, bahwa di antara sikap suu’uz zann yang dilarang, adalah sikap putus asa, dan patah arang dari rahmat Allah dan kekuasaan-Nya. Termasuk di dalamnya, anggapan bahwa orang-orang shalih dan mereka memperjuangkan agama ini akan hidup sengsara dan terhina di dunia. 

Atau menganggap bahwa para pejuang agama ini tidak akan berhasil, dan masa depan dunia bukan milik umat Islam, dan semacamnya. Pelajaran terbesarnya adalah kita diperintahkan untuk selalu optimis memandang masa depan orang-orang yang beriman, masa depan Islam, masa depan dakwah, masa depan orang-orang shalih, dan masa depan al haq.

Termasuk suu’uzzann terhadap Allah adalah menganggap doa yang kita pintakepada Allah SWT tidak dikabulkan, lalu berhenti berdoa. Sebab kemungkinan besar, Allah menahan kebaikan yang dipinta itu untuk diberikan di akhirat. Atau kemungkinan besar lainnya, Allah merubah kebaikan yang dipinta pada kebaikan dalam bentuk lain yang lebih bermanfaat bagi kita. Itulah sebabnya Rasulullah mengatakan,

“Seorang hamba masih dalam kondisi baik selama ia tidak terburu-buru dalam meminta.”

(Al Hadits)

Baca Juga: Mempertanyakan Pertanyaan

Saudaraku,

Mari memeriksa kembali kondisi hati kita. Memeriksanya dengan seksama dan membersihkannya dari debu yang memuat sikap tidak optimis atas kasih sayang Allah, yang berarti sama dengan berburuk sangka kepada-Nya. Dengarlah apa yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu,

“Demi Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia. Tidaklah Allah memberikan sesuatu yang lebih baik pada seorang hamba Mukmin, melebihi sikap Husnu zann kepada Allah. Dan tidaklah seorang hamba ber-Husnu zann kepada Allah SWT, kecuali Allah pasti memberikan apa yang di-Husnu zann-kannya itu.”


Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar