Minggu, 10 November 2024

Mukjizat Al Qur’an Dari Kisah Nabi Shalih AS

 

Mukjizat Al Qur’an Dari Kisah Nabi Shalih AS

Oleh Ir Abdeldaem Al Kaheel

 

Mukjizat Al Qur’an Dari Kisah Nabi Shalih AS
Mukjizat Al Qur’an Dari Kisah Nabi Shalih AS

(Hal-70) Nabi Shalih alaihissalam adalah utusan Allah Swt kepada kaum Tsamud yang pembangkangan serta kesombongannya sudah melampaui batas. Meski melewati batas, tapi Allah Swt tidak menghancurkan mereka secara langsung, melainkan dengan lebih dahulu mengutus seorang Rasul agar mereka bisa berpikir dan berdialog untuk menerima seruan tauhid. Itulah misi yang juga diemban oleh seluruh Rasul alaihissalam. Mereka datang dengan membawa ayat-ayat yang terang dan membantah dengan cara yang baik.

(Hal-71) Di antara Mukjizat nabi Shalih, adalah seekor unta betina, ayat mana yang bisa kita ambil untuk bisa mengungkap mukjizat tersebut? Apakah di balik pengulangan kata dalam ayat tentang Nabi Shalih ini, ada mukjizat yang tersembunyi?

Perhatikanlah, dalam kisah Nabi Shalih, kata “an naaqah” artinya unta betina, diulang sebanyak 7 kali. Dan kata itu hanya digunakan dalam pembicaraan khusus tentang kaum Tsamud dan Nabi mereka yakni Nabi Shalih alaihissalam. 

Baca Juga: Teknologi Semestinya Mendekatkan

Mari kita lihat seluruh ayat-ayat ini, agar kita semakin yakin tidak ada sesuatu kata yang diulang-ulang dalam Al Qur’an kecuali diletakkan dalam sistem yang begitu sempurna. Perhatikanlah firman-firman Allah Swt berikut ini, yang artinya:

1.     Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu menggangunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”

 (QS. Al A’raf: 73).

2.    “Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”. (QS. Al A’raf: 77).

3.     “Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat,” (QS. Huud: 64)

4.     “Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat.” (QS. Al Isra’: 59)

5.     “Shalih menjawab:”Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu.” (QS. Asy Syu’ara: 155)

6.     “Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina  sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah.” (QS. Al Qamar: 27)

7.     “Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya.” (QS. Asy Syamsy: 13)

Selanjutnya, kita melihat nomor-nomor urut surat yang di dalamnya terdapat ayat yang menyebutkan “an naaqoh” atau unta betina. Hasilnya adalah: 7-11-17-26-54-91. Jika kita disatukan bilangan-bilangan ini, maka hasilnya adalah 71117265491. Dan bilangan itu merupakan bilangan yang habis dibagi tujuh. Artinya, 71117265491 = 13077516731x7.

Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi

Hasil ini menunjukkan bahwa Al Qur’an mengulangi kata-kata di dalamnya dalam sebuah keteraturan dan sistem yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, sehingga benar-benar menjadi bukti Kitabullah, meskipun posisi enam buah surat-surat itu berjauhan. Sehingga kita dapati di sini, kata “an naaqoh” selalu ada dalam konteks tentang kaum Tsamud dan Nabiyullah Shalih alaihissalam.

Agar kita bertambah yakin terhadap luarbiasanya sistem bilangan dalam Al Qur’an ini, kita bisa melihat contoh lainnya. Nabiyullah Shalih alaihissalam mengatakan kalimat peringatan kepada kaumnya dari azab Allah Swt:

1.    Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al A’raf: 73)

2.    “Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah di makan di (Hal-73) bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat.” (QS. Huud: 64)

3.    “Dan janganlah kamu sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab hari yang besar” (QS. Asy Syu’ara: 154)

Ungkapan-ungkapan peringatan seperti ini, tidak disebutkan dalam Al Qur’an kecuali dalam konteks dakwah yang dilakukan Nabiyullah Shalih alaihissalam. Dan selalu menjadi perkataan Shalih alaihissalam.

Baca Juga: Membaca Bahasa Cinta

Dan yang lebih menakjubkan lagi, kata “faya’Khudzukum” (menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab), tidak digunakan di dalam Al Qur’an kecuali dalam tiga ayat ini saja. Seolah, kata-kata tersebut mencerminkan bahwa Kaum Tsamud dalam waktu dekat akan ditimpa adzab yang begitu pedih.

Lihatlah kembali pada aspek linguistik gradient atau pentahapan penggunaan bahasa, yang digunakan dalam menyifatkan azab Allah Swt dalam ayat-ayat tadi. Pertama, Nabi Shalih alaihissalam mengingatkan kaumnya dengan  menggunakan “azaabun aliim” (azab yang pedih). Tapi rupanya peringatan itu tidak dipedulikan oleh Kaum Tsamud. 

Maka berikutnya Nabi Shalih memperingatkan mereka dengan menggunakan kalimat “azaabun qariib” (azab yang dekat). Artinya bahwa azab Allah Swt akan datang dalam waktu dekat. Namun rupanya mereka tetap tidak mau mengikuti seruan Nabi Shalih alaihissalam. Maka, disebutkanlah dalam peringatan terakhir dengan menggunakan kata “yaum” artinya saat ini, atau sekarang, terjadi azab yang pedih.

Bentuk pentahapan seperti ini menunjukkan kemukjizatan Al Qur’an di sisi lain. Perhatikanlah nomor ketiga surat ini, seluruhnya mempunyai keterkaitan dengan angka tujuh. Bilangan yang mewakili tiga surat itu adalah 26117, dan itu habis dibagi tujuh. Yaitu, 26117= 7x3731. Tak hanya itu, yang menakjubkan lagi bahwa hasik pembagi itu juga habis dibagi tujuh. Artinya, 3731=7x533.

Selain itu, ada kalimat lain yang tidak digunakan di dalam Al Qur’an kecuali dalam ayat tentang Kaum Tsamud, yaitu kalimat “walaa tamassuuhaa” (Dan janganlah kalian sentuh unta betina itu). Kita menemukan sistem komprehensif dalam penggunaan kata dan kalimat yang tertuang di dalam Al Qur’an. Inilah bentuk baru yang kita temukan dari kemukjizatan Al Qur’an.

Apakah ada sastrawan manusia dan penyair mereka, atau para pakar bahasa, yang menyusun sebuah kitab setebal Al Quran Al Karim dengan lebih dahulu memiliki batasan penggunaan seluruh kata dan kalimat di dalamnya.

Baca Juga: Kemudahan Yang Menyulitkan

Mari kita kembali pada tujuh ayat yang menyebutkan kata “an naaqoh” (unta betina). Kita bisa teliti lebih jauh lagi terhadap kata ini. Sebab di dalam Al Quran, terdapat kata “naaqoh” (tanpa alif dan laam) disebutkan sebanyak 4 kali. Dan seluruh bilangan mewakili empat surat yang menyebutkan kata “naaqoh” itu, juga merupakan bilangan yang habis dibagi dengan 7. Yakni 9126117=7 x 1303731.

(Hal-74) Walhasil kita menyimpulkan bahwa Al Quran memiliki sistem bilangan yang sangat teratur. Keteraturan luar biasa yang tidak hanya pada kata per kata saja, tapi dalam rangkaian kata-kata itu. Ini juga mengantarkan kita pada kesimpulan lain, bahwa dari sisi manapun kita lihat Al Quran, kita pasti mendapatkannya sebagai kitab suci yang sangat teratur.

Kita lanjutkan pembicaraan tentang Nabiyullah Shalih alahissalam. Meskipun Nabi Shalih memperingatkan kaumnya, bahwa mereka termasuk orang-orang yang melakukan kerusakan, dan agar mereka jangan mengganggu unta betina itu. Allah Swt menggambarkan pembangkangan tersebut, berikut akibat yang menimpa kaum Nabi Shalih alaihissalam atas perbuatan mereka. Perhatikan tiga ayat berikut ini:

1.    “Kemudian mereka membunuh unta itu, maka berkata Shalih: “Bersukarialah kamu di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan”(QS. Huud: :65)

2.    “Kemudian mereka membunuh unta itu, lalu mereka menyesal.” (QS. Asyu’ara:157)

3.    “Lalu mereka mendustakannya dan mereka membunuh unta itu. Maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu menyamaratakan mereka (dengan tanah).” (QS. Asy Syamsy: 14)

Dalam tiga ayat di atas, terdapat kata “aqaruuhu” (mereka menyembelih unta itu). Dalam Al Qur’an kata itu tidak digunakan dalam konteks kaum Tsamud. Dalam ayat-ayat itu juga terdapat mukjizat yang mungkin bisa kita sebut dengan Mukjizat Rangkaian Peristiwa dalam Al Qur’an. 

Baca Juga: Realitas Subjektif

Perhatikan ayat pertama tentang peringatan Nabi Shalih alaihissalam kepada kaum Tsamud, terkait adzab Allah yang pasti terjadi. Kemudian, di ayat kedua, berbicara tentang penyesalan kaum Tsamud karena mereka menyadari, adzab pasti menimpa mereka. Sedangkan ayat ketiga, adzab yang dijanjikan itu langsung terjadi. Ini terlukis dalam firman Allah SWT “fa damdama alaihim rabbuhum” (Lalu Allah menyama-ratakan mereka dengan tanah). 

Jadi, ada tahapan waktu dalam peristiwa yang disampaikan dalam ayat-ayat tadi. Bermula dari peringatan akan adzab, kemudian adzab itu mendekat, dan akhirnya adzab itu pun terjadi. Ketika itu, rasa menyesal tak memberi manfaat apa pun.

Kita berhadapan dengan sistem bilangan yang ada dalam urutan surat Al Qur’anul Karim dari nomor 1 hingga 114. Tidak boleh mendahulukan surat tertentu, kecuali apa yang sudah disepakati oleh Rasulullah SAW. Apa yang kita bicarakan di sini, hanya sebagian kecil dari mukjizat bilangan dalam Al Qur’an. Dan kita akan kupas lebih jauh mukjizat Al Qur’an melalui kisah para Nabi Allah yang dipaparkan dalam Al Qur’an. ***



 Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar