Warna Warni Keluarga Menyambut Bulan Puasa
Oleh Edi Santoso

Warna Warni Keluarga Menyambut Bulan Puasa
(Hal-50) Ramadhan
memang bulan istimewa. Keriuhan menyambutnya tak semata nampak di pesantren
atau masjid, tetapi juga di rumah-rumah. Terutama pada pekan terakhir bulan
Sya’ban, sebagian warga Muslim mulai berbenah.
Ada yang berbeda di rumah Nila (38). Menjelang Ramadhan ini, rumah di Komplek Timah Depok itu mendadak ramai. Kelap-kelip lampu menghiasi pagar, layaknya menyambut Hari Kemerdekaan. Beraneka kertas hias terpasang di bagian rumahnya, “Marhaban Yaa Ramadhan”.
(Hal-51) ya,
begitulah tradisi keluarga Nila dalam menyambut bulan puasa. Hampir semua
anggota keluarga terlibat untuk penyiapan segala pernak-pernik itu. “Anak saya,
tiga orang yang paling besar usia 11 tahun dan paling kecil 3 tahun, senang
dengan suasana ini. Mereka ikut bantu-bantu menghias rumah. Tujuan kami, agar
memberikan suasana Ramadhan yang berbeda dengan bulan-bulan yang lainnya,” ujar
nilai.
Menurut perempuan wiraswasta ini, agenda menghias Ramadhan dilakukan pada hari-hari di pekan terakhir sebelum Ramadhan. Dan ternyata, keluarganya tak sendiri menyiapkan sambutan pada bulan suci ini. Sudah beberapa tahun ini lingkungan perumahannya mengadakan acara lomba menghias rumah dalam menyambut Ramadhan, bahkan sampai tingkat kelurahan.
Baca Juga: Teknologi Semestinya Mendekatkan
Pemenangnya akan diumumkan setelah akhir Ramadhan. Dalam
lomba ini, disyaratkan hiasan rumah bukan dari bahan yang mahal-mahal bahkan
kalau bisa dari daur ulang yang sudah tidak terpakai lagi. Justru yang unik
bisa jadi yang menang. “Itu semua nyemangatin warga aja. Saya bersyukur
bisa mendapatkan lingkungan yang antusias menyambut Ramadhan. Suasana rumah dan
tetangga sekitar benar-benar meriah,” tandas dia, sumringah.
Nila menambahkan,
pengkondisian lingkungan secara khusus menjelang dan saat Ramadhan, terutama
bertujuan untuk pendidikan buat anak-anak dan remaja.
(Hal-52) maka
setelah acara hias-menghias itu, agenda berikutnya adalah menyiapkan anak-anak
untuk belajar puasa. “Kalau di rumah saya mulai membiasakan anak-anak puasa
sejak kecil. Kalau belum TK biasanya setengah hari. Kalau sudah TK B harus bisa
sampai Maghrib. Saya selalu siapkan reward-reward buat mereka. Biar
mereka semangat, walaupun sebenarnya agak boros tapi untuk belajar mereka.”
Di lingkungan Nila, selama
Ramadhan, juga ada agenda tarawih untuk anak-anak. “Lucu juga. Biasanya
diadakan di rumah yang besar. Kita panggil yang ceramah guru TK, temanya
biasannya tentang kisah-kisah Nabi, bacaan suratnya juga yang pendek-pendek.
Anak-anak biasanya sangat senang, jadi ikut tarawih,” jelas dia.
Sedang untuk dia pribadi dan suaminya, Nila mengaku mempersiapkan diri secara ruhiyah dan fisik. “Ruhiyahnya saya siapkan dengan membaca-baca buku tentang puasa. Persiapan fisiknya saya selalu rutin dibekam sebelum puasa.
Karena untuk membuang kotoran dan
toksin-toksin. Kalau banyak racun dalam tubuh kan tubuh jadi lemas,
ngantuk, makanya kami rutin bekam sebelum Ramadhan. Atau kalau ada gigi yang
berlubang kami tambal sebelum Ramadhan. Pokoknya kami siapkan semaksimal
mungkin agar fisik tidak terganggu selama menjalani ibadah.
Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi
Hal serupa nampak dalam keluarga Cecep Y Permana, Bekasi. Bapak dari tiga orang anak ini, setiap tahun menjelang Ramadhan, beserta istri dan anak-anaknya menghias rumah hingga kamar anak-anak dengan pernak-pernik Ramadhan.
Perubahan suasana diharapkan akan
memberikan kesan khusus saat Ramadhan. “Berubahnya penampilan ruangan maupun
kamar, akan memberikan citra khusus di hati anak tentang bulan Ramadhan,”
ujarnya.
Keluarga Cecep menghias
rumah layaknya sebuah pesta. “Kami menyulap suasana kamar anak-anak menjadi
layaknya ruang pesta dengan banyak hiasan kertas warna-warni di langit-langit
kamar. Hiasan dindingnya pun beraneka rupa, bahkan ada pula balon yang ditempel
di tembok kamar,” ujar pria dengan sapaan Cepy ini.
Selain itu, istri Cepy
juga membuat hiasan dinding kaligrafi berupa kutipan Al Qur’an, hadits, hingga
kata-kata mutiara. Dan untuk yang satu ini, mereka juga tidak lupa melibatkan
anak-anak mereka. “Jika (Hal-53) hiasan itu di buat oleh tangan mereka
sendiri, tentu maknanya akan melekat di hati mereka,” ujar pria 41 tahun itu.
Lalu bagaimana mempersiapkan anak agar mau berpuasa? Cepy dan istrinya mempunyai trik khusus. Anak-anak tentu lebih antusias mendengarkan cerita dan melakukannya sendiri.
Karenanya,
jauh hari sebelum Ramadhan tiba, Cepy mempersiapkan kisah-kisah Ramadhan
sahabat Rasulullah yang berhasil di bulan Ramadhan. “Kami buat cerita semenarik
mungkin. Kadang kami juga mengarang sendiri cerita tentang Ramadhan, supaya
lebih atraktif,” papar suami dari Tarwiyah itu.
Baca Juga: Membaca Bahasa Cinta
Tak hanya pengalaman pada masa Rasulullah, pengalaman pribadi Cepy ketika dirinya menghadapi puasa saat masih kanak-kanak pun tak luput dari koleksi ceritanya. “Pengalaman-pengalaman masa kecil kita sebagai orang tua pun akan sangat menyenangkan bagi anak-anak jika diceritakan dan dikisahkan sepekan atau dua pekan menjelang Ramadhan.
Jadi, suasana Ramadhan sudah terasa di rumah kita menjelang bulan suci itu tiba,”
tandas ayah dari Faris Kasyfi Aziz, Muhammad Ammar Azmi, dan Alifah Hurun Ain
ini.
Di tempat yang berbeda, keluarga Ponco Iswanto (37) menyambut Ramadhan dengan memuat ‘Prasasti Amal.’ Bentuknya seperti papan pengumuman dari stereoform yang ditempel pada dinding. Capaian-capaian dan prestasi keluarga selama setahun terakhir di tempel pada papan itu.
“Nah, jika itu semua capaian dunia, maka Ramadhan nanti
adalah ajang untuk ajang untuk memacu amal. Maka di papan itu kami cantumkan
juga target-target Ramadhan yang tiap orang tentu berbeda, karena anak-anak
juga umurnya berlainan. Ada yang harus puasa penuh misalnya, ada yang masih
latihan,” tandas dosen di sebuah PTN di Purwokerto ini.
Pada papan berukuran sekitar 1 X 1,5 meter itu juga dicantumkan ayat-ayat tentang puasa. “Jadi semacam pusat informasi seputar puasa, termasuk jadwal imsakiyah juga,” tambah dia.
Bapak tiga anak itu menambahkan, untuk menciptakan suasana baru dan segar,
keluarganya memberi hiasan seperlunya. “Kami pasang balon dan kertas hias,
seperti suasana ulang tahun. Yang penting anak-anak menjadi senang dan
bersemangat,” tandas Doktor Kimia ini.
Selain mempersiapkan suasana baru dalam rumah, Ponco juga menjadikan bulan Rajab dan Sya’ban sebagai pemanasan untuk berpuasa, khususnya bagi anak-anak. “Biar mereka tidak terlalu kaget nanti, maka bagi mereka yang sudah kuat puasa sehari penuh, kami latih untuk puasa sunnah di bulan Rajab dan Sya’ban,” tandas dia.
Baca Juga: Kemudahan Yang Menyulitkan
Dan untuk menambah
semangat puasa, Ponco secara khusus mengajarkan anak-anaknya seputar puasa
Ramadhan (Hal-54) dan
keutamaan-keutamaannya. “Kita bacakan kisah-kisah juga, sehingga mereka menjadi
lebih bersemangat.”
Sementara itu Abdullah (41), penjual gado-gado, menyambut puasa dengan menabung, bahkan semenjak hampir setahun sebelumnya. Karena, saat Ramadhan tiba, dia memutuskan tidak berjualan sama sekali. “Sejak sekitar 5 tahun yang lalu, setiap Ramadhan saya memutuskan untuk tidak jualan.
Kalau kata guru ngaji saya, nggak boleh
jualan di siang hari. Kita harus menghormati orang yang berpuasa. Masak kita
puasa tapi layanin orang yang mau makan gado-gado, apalagi kalau harus jualan
di siang hari,” ujar Abdullah pada Tarbawi.
Pria yang biasa berjualan di Pasar Genjing, Rawasari ini mengaku tak mendapat untung besar, namun cukup untuk hidup sehari-hari. Sebagai gambaran, jika gado-gadonya laku semua, dia hanya mendapat untung Rp 50 ribu. Dari jumlah itu, dia masih bisa menyisihkan untuk bekal di bulan Ramadhan.
“Bagi saya, 11 bulan sudah cukup untuk
berjualan, satu bulan fokus beribadah. Walaaupun memang kebutuhan ketika puasa
dan lebaran naik, tapi ya dicukup-cukupin sama saya. Alhamdulillah istri
juga mendukung,” jelas pria yang tinggal di Johor Baru, Jakarta Pusat ini.
Abdullah tak punya tradisi
khusus, selain berniat ibadah dengan khusu’ dan bersiap menyiasati harga-harga
yang melonjak saat Ramadhan. “Saya memang banyak kebutuhan menjelang Ramadhan,
ya buat saya dicukup-cukupin saja dari tabungan yang ada. Anak saya dua dan
sekolah semua, tapi Alhamdulillah bisa,” ujar dia.
Baca Juga: Realitas Subjektif
Abdullah tak menghias rumah, tetapi menghias hati diri, istri dan anak-anaknya. Meski dengan uang seadanya, keluarga Abdullah tak ingin ketinggalan untuk mencapai kekhusu’an. Dia kondisikan keluarganya dengan segala kesederhanaan, Ramadhan tetaplah indah.***
Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar