Jumat, 13 September 2024

Maafkan Kami, Jika Belum Banyak Berbagi

 

Maafkan Kami, Jika Belum Banyak Berbagi

Oleh Sulthan Hadi

 

Maafkan Kami, Jika Belum Banyak Berbagi
Maafkan Kami, Jika Belum Banyak Berbagi

(Hal-29) Ramadhan tidak hanya kita kenal sebagai bulan ibadah. Ia juga simbol kedermawanan. Allah Swt memperlihatkan kemurahan-Nya di dalam hari-harinya dengan limpahan rahmat-Nya, maghfirah-Nya, dan pembebasan-Nya dari api neraka, dan menjadikan yang terbaik di antara manusia, yang paling pemurah dan paling banyak berbagi. Prestasi itu kemudian disematkan kepada Rasulullah Saw, karena kemurahannya yang berlipat-lipat ketika Ramadhan datang.

(Hal-30) Dalam kalimat yang indah, Ibnu Abbas ra melukiskan pribadi beliau,

“Nabi Saw adalah manusia yang paling pemurah, dan sifat murah hatinya semakin bertambah pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya untuk mengajarkan Al Qur’an kepadanya. Dan biasanya jibril mendatanginya setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mengajarinya Al Qur’an. Sungguh, keadaan Rasulullah Saw ditemui Jibril sangat dermawan dalam kebaikan, melebihi angin yang berhembus.”

(HR Bukhari dan Muslim)


Sejatinya, Rasulullah memang manusia pemurah. Tak ada dirham yang pernah menginap di rumahnya, kecuali beliau sedekahkan. Tapi Ramadhan datang kepada manusia dengan semangat, motivasi dan pahala berbagi yang begitu besar. Maka sifat murah hati Rasulullah pun kian berlipat, sehingga berhimpunlah dua kemurahan dalam diri beliau; kemurahan Ramadhan dan kemurahan diri beliau sendiri.

Baca Juga: Saling Mengingatkan tentang Niat

Rasulullah Saw menjadi contoh yang sempurna dalam kedermawanan di bulan puasa, yang ketika memberi, rasa gembiranya jauh lebih besar, dari orang yang menerima pemberiannya. Betapa kita sangat butuh menjadikannya petunjuk dan akhlaknya panduan di setiap detik  kehidupan kita, khususnya di hari-hari yang pernuh berkah, Ramadhan.

Berbagi dan bersedekah di hari-hari itu, memang menjadi amal yang sangat istimewa. Bersama ibadah-ibadah yang lain, ia akan menjadi sebab surga yang dijanjikan itu akan kita gapai, insha Allah. Sebagaimana di jelaskan Rasulullah dalam sabdanya,

“Di surga itu ada kamar-kamar yang terlihat atasnya dari dalamnya, terlihat pula dalamnya dari atasnya.” Untuk siapa kamar-kamar itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab,”Untuk orang yang baik ucapannya, memberi makan, selalu berpuasa, dan shalat di tengah malam saat manusia sedang tertidur.”

(HR Ahmad dan Tirmidzi)

Kita tahu, bahwa semua kebiasaan istimewa itu hanya ada di sisi Ramadhan. Berbagi dan bersedekah adalah ibadah yang melekat dalam Ramadhan. Bahkan di antara makna puasa yang diwajibkan kepada kita, adalah munculnya sensitifitas orang-orang berpunya akan kebutuhan fakir miskin, dan kesediaannya untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Ketika seorang salaf ditanya, (Hal-31) “Mengapa puasa disyariatkan?” Maka Ia menjawab,”Agar orang kaya merasakan rasa lapar, sehingga ia tidak melupakan orang yang lapar.” Karena itu, banyak diantara salafushalih yang selalu memberi buka orang yang puasa, memenuhi kebutuhan mereka, meski mereka harus tetap menahan lapar di waktu malam.

Ibnu Umar ra, ketika sedang berpuasa, ia tidak mau berbuka kecuali bersama orang-orang miskin. Jika keluarganya tak mengundang orang-orang miskin itu datang ke rumahnya, ia menolak makan di malam itu. Jika ada seorang peminta-minta yang datang saat ia sedang menghadapi makanannya, ia mengambil sedikit untuk dirinya lalu memberikan makanan itu untuk si peminta-minta. Ketika kembali dan mendapati makanan yang lain telah dimakan keluarganya, esok harinya ia tetap berpuasa tanpa memakan sesuatu apapun.

Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi

Seorang salafushalih yang lain, suatu hari ketika sedang berpuasa ia sangat tertarik dengan suatu makanan. Menjelang berbuka, ia letakkan makanan itu di hadapannya.

 Namun ia tiba-tiba ia mendengar seorang peminta-minta di luar rumahnya berkata, “Siapa yang mau meminjamkan Kekasihnya Yang Maha Menepati janji lagi Maha Kaya?” Lelaki shalih ini serta menjawab,”Aku, hamba-Nya yang miskin dari kebaikan.” Ia pun segera berdiri mengambil piring besar berisi makanannya, lalu ia memberinya si peminta-minta, sedang dia sendiri menghabiskan malam itu dalam keadaan lapar.

Mereka telah tahu, bahwa Ramadhan datang kepada mereka untuk mengajari mereka berbagi, untuk mengajari mereka bagaimana cara melepaskan diri dari kungkungan hawa nafsu. Inilah Abdurrahman bin Auf ra, yang ketika makanan berbukanya dihidangkan untuknya, ia menangis. Keluarganya bertanya,”Apa yang membuat engkau menangis ?” Ia menjawab,”Aku teringat Mus’ab bin Umair, yang di hari kematiannya kami tidak menemukan sesuatu untuk mengkafaninya kecuali hanya selembar burdah.

(Hal-32) Jika kami tutupi kepalanya, tersingkaplah kedua kakinya, dan jika kami tutupi kedua kakinya, tersingkaplah kepalanya. Namun hari ini, kami menikmati beragam makanan seperti ini. Aku khawatir kalau makanan ini adalah kebaikan-kebaikan yang dipercepat untuk kami.”

Ramadhan, pernah hadir di tengah orang-orang seperti mereka, yang memiliki semangat berbagi yang begitu tinggi, memiliki persaudaraan yang sangat kuat dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Mereka merasakan seolah diri mereka adalah satu tubuh; yang tua menyayangi yang muda, yang muda menghormati yang tua, hidup dengan penuh kasih sayang, berinteraksi dengan cinta, hidup mereka jernih dan kehidupan mereka menyatu, tidak ada benci, tidak hasad, dan tidak ada dengki.

Seorang di antara mereka merasa sakit karena sakit yang diderita saudaranya. Dia terhibur manakala saudaranya merasakan kesenangan; dia memenuhi kebutuhannya, menutupi kekurangannya, dan selalu mencari tahu kesulitan saudaranya agar ia bisa membantunya.

Baca Juga:   Profesional

Seorang laki-laki kepada Ibnu Abbas ra saat ia sedang i’tikaf, yang meminta bantuannya untuk sebuah kebutuhan. Ibnu Abbas pun berdiri, (Hal-33) untuk keluar bersamanya. Orang-orang yang i’tikaf bersama menegurnya,”Engkau kan sedang i’tikaf!” Dijawab Ibnu Abbas,”Sungguh, aku berusaha demi bisa membantu kebutuhan saudaraku, lebih aku sukai daripada i’tikaf dua  bulan di masjid Rasulullah Saw.”

Indah sekali jiwa-jiwa yang dermawan itu. Betapa mereka begitu mementingkan orang lain. Dan betapa besar kecintaan mereka, aga kita pun lebih dermawan supaya Allah juga memberikan lebih banyak lagi kepada kami. Sebab Allah Swt telah berfirman,

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan paling besar pahalanya.”

(QS Al Muzammil: 20)  

Allah juga berfirman,

“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha pembalas jasa lagi Maha Penyantun.”

(QS At Taghabun: 17)

Namun hari ini, Ramadhan datang kepada kelompok manusia seperti kita. Kepada kaum yang tidak terlalu mengenalnya kecuali sebagai bulan untuk berlapar-lapar di siang hari dan makin sekenyang-kenyangnya di waktu malam. Di bulan ini mungkin kita lebih kita kenali adalah bermacam resep masakan dan tatacara makan.

(Hal-34) Ramadhan menjumpai sebagian dari kita sebagai orang-orang yang lebih mementingkan diri sendiri. Yang terkadang lebih suka saling bermusuhan dari bersaudara, lebih suka bertengkar dari memperlihatkan ketulusan, lebih senang saling marah dan cekcok. Seolah belum sampai kepada mereka sabda Rasulullah,

“Amal-amal diangkat pada setiap Senin dan Kamis, lalu mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki, kecuali orang yang ada permusuhan antara dirinya dengan saudaranya, seraya berfirman,”lihatlah kepada kedua orang ini hingga mereka berdamai.”

Baca Juga: KarenaSyaitan itu Musuh …

Inilah luka-luka kita di hadapan Ramadhan. Inilah kenyataan dari kehidupan kita saat ini. Inilah kita. Tapi kita masih punya harap, semoga kita tetap mendapatkan kesempatan di antara hari-hari Ramadhan yang bisa mengubah keadaan kita, untuk lebih peduli, lebih bisa saling memberi. Semoga Ramadhan bisa menjadi stasiun di mana kita akan keluar dengan wajah yang berbeda dari wajah saat kita bertemu bulan itu di hari pertamanya. Semoga Allah mengabulkan semua keinginan ini.*


Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar