Maafkan Kami, Ramadhan Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka
Oleh Sulthan Hadi
Maafkan Kami, Ramadhan Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka
(Hal-21) Ramadhan,
adalah anugerah Allah kepada kita. Ia teramat istimewa dalam segala hal, dan
teramat istimewa apa saja yang ada bersamanya, terlebih ibadah-ibadah yang
disyariatkan secara spesial. Karena itu, Ramadhan layak dihormati,
diistimewakan, dan dirindu oleh siapa pun.
(Hal-22) Siang harinya adalah saat-saat merengkuh kemuliaan lewat puasa yang ditunaikan secara tulus dan ikhlas. Puasa itu ibadah yang istimewa, karena akan menjadi penebus kesalahan-kesalahan kita yang berserak di hari-hari sebelumnya. Kafarat bagi kekhilafan-kekhilafan kita dalam memperlakukan keluarga, harta, dan tetangga, serta kekhilafan kita yang lain.
Rasulullah telah
menyampaikan ini kepada kita,
“Fitnah seseorang kepada keluarganya, harta, dan
tetangganya dapat ditebus dengan shalat, puasa dan sedekah.
Puasa kian istimewa ketika Allah menyatakan, bahwa ia adalah milik-Nya. Istimewa dan khusus karena puasa merupakan ibadah yang berdimensi meninggalkan hawa nafsu serta syahwat, semata karena Allah Swt, yang tidak ditemukan dalam ibadah-ibadah yang lain.
Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?
Pada saat
keinginan nafsu demikian kuat untuk memperoleh apa yang diinginkannya,
sementara fasilitas untuk merealisasikannya tersedia, tapi kemudian kita
tinggalkan karena Allah Swt, meski kita berada di suatu tempat yang tidak dapat
dilihat oleh seorang pun kecuali Allah Swt, menjadi bukti atas kekuatan dan
kebenaran iman. Kekuatan seorang mukmin mengendalikan diri, menjadikan puasa
itu ibarat perisai baginya.
Lewat lisan Nabi-Nya,
Allah Swt Berfirman,
“Setiap
amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku,
dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu adalah perisai, maka
apabila suatu hari seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia
berkata kotor dan bertengkar sambil berteriak. Jika ada orang lain yang
menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan,’Aku orang
yang sedang berpuasa.’ Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh
bau mulut orang yang sedang puasa lebih harum di sisi Allah Swt dari harumnya
minyak kesturi. Dan untuk orang yang puasa akan mendapatkan dua kegembiraan
yang dia akan bergembira dengan keduanya, yaitu apabila berbuka ia bergembira
dan apabila berjumpa Rabb-Nya dia bergembira disebabkan ibadah puasanya itu.”
(HR. Bukhari)
Dan lebih istimewa lagi,
Allah menyediakan pintu khusus bagi orang-orang berpuasa untuk memasuki surga- (Hal-23)
Nya. Rasulullah Saw bersabda,
“Di Surga
ada pintu yang disebut Ar-Rayyan. Di hari kiamat kelak orang-orang yang
berpuasa akan lewat pintu itu, dan tidak ada seorang pun yang melewati pintu
itu selain mereka. Dikatakan (pintu itu memanggil), “Di manakah orang-orang
berpuasa?” Mereka pun berdiri seraya memasukinya, dan tidak ada seorang pun
yang masuk selain mereka. Jika semuanya telah masuk, pintu itu lalu ditutup dan
tidak seorang pun yang melewatinya.”
(HR.
Bukhari)
Malam-malam Ramadhan, adalah saat-saat yang sangat
dinanti oleh orang-orang beriman. Shalat tarawih, shalat malam, dan membaca
Al-Qur’an, adalah ibadah yang siap menggusur waktu tidur dan istirahat mereka.
Sepanjang malam, mereka syahdu bercengkrama dengan Allah Swt lewat ibada-ibadah
tersebut.
Baca Juga: Hanya Karena Kehendak Allah ....
Shalat tarawih adalah ciri khas Ramadhan, dan
perjamuan Allah Swt yang senantiasa terbuka bagi siapa saja yang ingin
menghadap-Nya. Itulah yang dimaksud Rasulullah dalam sabdanya,
“Siapa
yang berdiri (shalat) pada Ramadhan karena iman dan mencari ridha Allah,
diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR.
Bukhari)
Sedang tilawah Al Qur’an
adalah kenikmatan tak ternilai yang menyatu dengan Ramadhan. Ramadhan dan Al
Qur’an adalah dua karunia besar yang saling berkaitan, saling melengkapi, dan
tak terpisahkan satu sama lain. Ibarat fisik dan ruh yang selalu seiring untuk
menyalakan kehidupan. Ketika kenikmatan ini dipadukan dengan shalat (Hal-24)
malam, sungguh ia akan melahirkan keutamaan yan besar. Rasulullah Saw
mengatakan,
“Siapa
yang shalat dan membaca sepuluh ayat, maka tidaklah ia ditulis sebagai
orang-orang yang lalai. Siapa yang shalat dan membaca seratus ayat, maka ia pun
ditulis dalam golongan orang-orang yang tekun beribadah. Sedangkan siapa yang
shalat membaca seribu ayat, maka ditulis sebagai orang-orang yang mendapat
pahala yang tidak terhingga.”
(HR. Abu
Daud)
Dan ketika ia diselaraskan
dengan puasa, sungguh ia akan mendatangkan keberuntungan yang luar biasa,
karena syafaatnya kepada kita di hadapan Allah Swt, Nabi Saw bersabda,
“Al
Qur’an dan puasa akan memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat. Puasa
berkata,”Wahai Tuhanku, aku telah mencegahnya dai menikmati makan dan minum di
siang hari.” Dan Al Qur’an berkata,”Aku telah mencegahnya untuk tidur di waktu
malam, maka berilah ia syafaat karena aku.” Lalu keduanya pun memberikan
syafaat.”
(HR.
Ahmad)
Sungguh kesempatan yang
besar telah diberikan kepada kita untuk merengkuh semuanya, saat kita bertemu
kembali dengan Ramadhan. Kita bisa merasakan semangatnya menyirami kami, kita (Hal-25)
bisa mensyukurinya, tapi terkadang kita belum bisa memaksimalkan amal untuk
merengkuh yang terbaik.
Baca Juga: Andai Bukan Karena Cinta-Nya Kepadaku
Ramadhan yang agung, dahulu pernah datang kepada kaum yang melakukan persiapan maksimal untuk menyambutnya, yang sangat memahami rahasia bulan suci, yang mengenali keistimewaannya. Mereka menantinya dan selalu berjaga untuk mendapatkannya, menyertainya dengan shalat, puasa, membaca Al Qur’an, dan melakukan banyak lagi ibadah yang lain.
Mereka berdoa enam bulan sebelumnya agar diberi kesempatan
bertemu dengan Ramadhan, demi mendapatkan keberkahan dan keutamaannya, lalu
berdoa enam bulan kemudian agar yang mereka lakukan bersama Ramadhan, semua
diterima Allah Swt. Mereka berdoa,
“Ya
Allah, selamatkan kami hingga Ramadhan, selamatkan pula Ramadhan untuk kami,
dan terimalah ia dari kami.”
Dahulu ia datang kepada
kaum yang bergadang di malam hari demi bercengkrama bersamanya di setiap
detiknya, merasakan dahaga di setiap harinya, memahami bahwa Ramadhan adalah
hari-hari yang tak tergantikan, lau memberikan apa saja yang berharga dan
bernilai yang mereka miliki. Mereka sangat memahami firman Allah Swt,
“(Yaitu)
beberapa hari tertentu,”
Hari-hari berbilang,
hari-hari yang terbatas, maka mereka ingin agar tidak kehilangan sedikitpun.
Serasa Ramadhan menatap mereka, sedang diantara mereka, ada yang menangis,
tenggelam dalam rasa takut mereka kepada Allah (Hal-26) Swt. Ada yang
mendirikan shalat, lupa dari kehidupan dunia. Ada yang sujud, meninggalkan
dunia di belakang punggungnya. Ada yang berdoa dan bermunajat, menggantungkan
seluruh asanya kepada Allah Swt.
Baca Juga: Seperti Burung yang Serius Menjalani Hidup
Kita membaca dalam sirah
mereka, di sana ada alim bernama Ibnu Syarahil yang karena sujudnya kepada
Allah begitu lama sehingga tanah memakan keningnya. Di sana ada Shafwan bin
Salim yang berdiri melakukan shalat malam hingga kedua kakinya bengkak, dan urat-uratnya
terlihat membiru.
Ada pula Abdullah bin
Zubair yang shalat di sekitar Ka’bah, tak merasakan batu-batu berjatuhan di
sekitarnya, yang dilemparkan oleh orang-orang kafir. Ada Umar bin Khatab yang
selalu menangis ketika shalat hingga di kedua belah pipinya terlihat garis
hitam oleh sebab air mata yang selalu menetes.
Mereka selalu serius
dengan Al Qur’an, seperti Ustman bin Affan yang mengkhatamkannya setiap hari
selama Ramadhan, atau seperti Qatadah yang mengkhatamkannya tiga hari sekali.
Atau seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, dan Imam Ahmad yang sengaja menghentikan
segala aktifitasnya agar bisa berkonsentrasi penuh dengan Al Qur’an.
Mereka menikmati shalat
malamnya, berkomunikasi dengan penciptanya dan meresapi tilawah Al Qur’an. Ini
terlihat dari keadaan Abdullah bin Fudhail yang ketika mendengarkan ayat Allah,
“Dan jika
kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke Neraka, lalu mereka
berkata,’kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat
Tuhan Kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.”
(QS Al –
An’am: 27)
Tiba-tiba menangis dan
kemudian tidak sadarkan diri setelah itu.
Sungguh benar firman Allah
Swt yang memuji mereka,
“Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami
berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nkmat yang menanti, yang indah
dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”
(QS
As-Sajadah: 16-17)
Namun hari ini, Ramadhan datang kepada kita, yang tahu kemuliaannya tapi tak banyak melakukan apa-apa. Mungkin Ramadhan menatap kita dengan tatapan kosong; tak ada aktifitas di waktu malam kecuali hanya senda gurau, berhibur, dan menebar canda tawa.
Baca Juga: Dosa Yang Terus Mengalir
Mungkin Ramadhan melihat kita hanya sekumpulan dungu yang meninggalkan shalat dan hanya asik menghabiskan waktu dengan chanel-chanel tv yang tak memberi manfaat.
Mungkin Ramadhan hanya menatap kita sebagai kumpulan orang-orang malas, yang
merasa telah mengeluarkan segala kesungguhannya usai menunaikan shalat Tarawih
sebanyak delapan rakaat dalam beberapa menit, lalu setelah itu dengan penuh rasa bangga, seolah telah melaksanakan
dan menunaikan hak untuk ibadahnya dan terbebas dari kewajiban Allah kepadanya.
Mungkin kita harus meminta
maaf (Hal-27) kepada Ramadhan. Sebab hati kita barangkali telah menjadi
keras membatu, mata kita kering. Kita mungkin tidak sepenuhnya bisa merasakan
manisnya ketaatan, tidak pula indahnya ibadah, serta nikmatnya munajat di
malam-malam Ramadhan.
Ramadhan mungkin belum
menemukan apa yang seharusnya ia temukan pada diri kita. Padahal menurut
orang-orang yang ditemui Ramadhan dahulu, bahwa Ramadhan adalah bulan
bertemunya dua macam jihad; jihad di waktu siang dengan berpuasa, dan jihad di
waktu malam dengan memperbanyak shalat malam dan tilawah Al Qur’an.
Dan Imam Ibnul Jauzi telah
mengingatkan kita tentang itu di dalam nasehatnya,
“Siapa
yang mengumpulkan dua jihad ini, serta melakukan keduanya dengan sabar,
pahalanya akan diberikan tanpa hisab.”
Hal yang sama juga telah
disampaikan Ka’ab,
“Pada
hari kiamat akan terdengar seruan, ‘Sesungguhnya setiap orang akan menanam akan
diberikan apa yang ditanamnya disertai tambahan, hanya saja para ahli Al Qur’an
dan puasa diberikan pahala tanpa batas, tanpa perhitungan.”
Sekali lagi, mungkin kita harus minta maaf pada Ramadhan. Karena ia belum menemukan dalam diri kita sesuatu yang sesungguhnya ia harapkan dari kehadirannya bersama kita.
Baca Juga: Ucapkanlah“Alhamdulillah......”
Seperti saat ia pernah hadir di tengah-tengah manusia yang memperlakukannya dengan sangat istimewa, yang tidak hanya berhenti di gerbangnya, yang tidak tunduk dan tidak terpedaya musuh. Ramadhan hadir di tengah mereka, di mana bumi yang dipijak selalu terdengar azan, Syiar Ramadhan selalu digaungkan, selalu ditinggikan.***
Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar