Sabtu, 14 September 2024

 

Maafkan Kami, Ramadhan Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka

Oleh Sulthan Hadi

 

Maafkan Kami, Ramadhan Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka
Maafkan Kami, Ramadhan Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka

(Hal-21) Ramadhan, adalah anugerah Allah kepada kita. Ia teramat istimewa dalam segala hal, dan teramat istimewa apa saja yang ada bersamanya, terlebih ibadah-ibadah yang disyariatkan secara spesial. Karena itu, Ramadhan layak dihormati, diistimewakan, dan dirindu oleh siapa pun.

(Hal-22) Siang harinya adalah saat-saat merengkuh kemuliaan lewat puasa yang ditunaikan secara tulus dan ikhlas. Puasa itu ibadah yang istimewa, karena akan menjadi penebus kesalahan-kesalahan kita yang berserak di hari-hari sebelumnya. Kafarat bagi kekhilafan-kekhilafan kita dalam memperlakukan keluarga, harta, dan tetangga, serta kekhilafan kita yang lain.

Rasulullah telah menyampaikan ini kepada kita,

“Fitnah  seseorang kepada keluarganya, harta, dan tetangganya dapat ditebus dengan shalat, puasa dan sedekah.

Puasa kian istimewa ketika Allah menyatakan, bahwa ia adalah milik-Nya. Istimewa dan khusus karena puasa merupakan ibadah yang berdimensi meninggalkan hawa nafsu serta syahwat, semata karena Allah Swt, yang tidak ditemukan dalam ibadah-ibadah yang lain.

Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?

Pada saat keinginan nafsu demikian kuat untuk memperoleh apa yang diinginkannya, sementara fasilitas untuk merealisasikannya tersedia, tapi kemudian kita tinggalkan karena Allah Swt, meski kita berada di suatu tempat yang tidak dapat dilihat oleh seorang pun kecuali Allah Swt, menjadi bukti atas kekuatan dan kebenaran iman. Kekuatan seorang mukmin mengendalikan diri, menjadikan puasa itu ibarat perisai baginya.

Lewat lisan Nabi-Nya, Allah Swt Berfirman,

“Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu adalah perisai, maka apabila suatu hari seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan bertengkar sambil berteriak. Jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan,’Aku orang yang sedang berpuasa.’ Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang puasa lebih harum di sisi Allah Swt dari harumnya minyak kesturi. Dan untuk orang yang puasa akan mendapatkan dua kegembiraan yang dia akan bergembira dengan keduanya, yaitu apabila berbuka ia bergembira dan apabila berjumpa Rabb-Nya dia bergembira disebabkan ibadah puasanya itu.”

(HR. Bukhari)

Dan lebih istimewa lagi, Allah menyediakan pintu khusus bagi orang-orang berpuasa untuk memasuki surga- (Hal-23) Nya. Rasulullah Saw bersabda,

“Di Surga ada pintu yang disebut Ar-Rayyan. Di hari kiamat kelak orang-orang yang berpuasa akan lewat pintu itu, dan tidak ada seorang pun yang melewati pintu itu selain mereka. Dikatakan (pintu itu memanggil), “Di manakah orang-orang berpuasa?” Mereka pun berdiri seraya memasukinya, dan tidak ada seorang pun yang masuk selain mereka. Jika semuanya telah masuk, pintu itu lalu ditutup dan tidak seorang pun yang melewatinya.”

(HR. Bukhari)

Malam-malam Ramadhan, adalah saat-saat yang sangat dinanti oleh orang-orang beriman. Shalat tarawih, shalat malam, dan membaca Al-Qur’an, adalah ibadah yang siap menggusur waktu tidur dan istirahat mereka. Sepanjang malam, mereka syahdu bercengkrama dengan Allah Swt lewat ibada-ibadah tersebut.

Baca Juga: Hanya Karena Kehendak Allah ....

Shalat tarawih adalah ciri khas Ramadhan, dan perjamuan Allah Swt yang senantiasa terbuka bagi siapa saja yang ingin menghadap-Nya. Itulah yang dimaksud Rasulullah dalam sabdanya,

“Siapa yang berdiri (shalat) pada Ramadhan karena iman dan mencari ridha Allah, diampuni dosanya yang telah lalu.”

(HR. Bukhari)

Sedang tilawah Al Qur’an adalah kenikmatan tak ternilai yang menyatu dengan Ramadhan. Ramadhan dan Al Qur’an adalah dua karunia besar yang saling berkaitan, saling melengkapi, dan tak terpisahkan satu sama lain. Ibarat fisik dan ruh yang selalu seiring untuk menyalakan kehidupan. Ketika kenikmatan ini dipadukan dengan shalat (Hal-24) malam, sungguh ia akan melahirkan keutamaan yan besar. Rasulullah Saw mengatakan,

“Siapa yang shalat dan membaca sepuluh ayat, maka tidaklah ia ditulis sebagai orang-orang yang lalai. Siapa yang shalat dan membaca seratus ayat, maka ia pun ditulis dalam golongan orang-orang yang tekun beribadah. Sedangkan siapa yang shalat membaca seribu ayat, maka ditulis sebagai orang-orang yang mendapat pahala yang tidak terhingga.”

(HR. Abu Daud)

Dan ketika ia diselaraskan dengan puasa, sungguh ia akan mendatangkan keberuntungan yang luar biasa, karena syafaatnya kepada kita di hadapan Allah Swt, Nabi Saw bersabda,

“Al Qur’an dan puasa akan memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat. Puasa berkata,”Wahai Tuhanku, aku telah mencegahnya dai menikmati makan dan minum di siang hari.” Dan Al Qur’an berkata,”Aku telah mencegahnya untuk tidur di waktu malam, maka berilah ia syafaat karena aku.” Lalu keduanya pun memberikan syafaat.”

(HR. Ahmad)

Sungguh kesempatan yang besar telah diberikan kepada kita untuk merengkuh semuanya, saat kita bertemu kembali dengan Ramadhan. Kita bisa merasakan semangatnya menyirami kami, kita (Hal-25) bisa mensyukurinya, tapi terkadang kita belum bisa memaksimalkan amal untuk merengkuh yang terbaik.

Baca Juga: Andai Bukan Karena Cinta-Nya Kepadaku

Ramadhan yang agung, dahulu pernah datang kepada kaum yang melakukan persiapan maksimal untuk menyambutnya, yang sangat memahami rahasia bulan suci, yang mengenali keistimewaannya. Mereka menantinya dan selalu berjaga untuk mendapatkannya, menyertainya dengan shalat, puasa, membaca Al Qur’an, dan melakukan banyak lagi ibadah yang lain. 

Mereka berdoa enam bulan sebelumnya agar diberi kesempatan bertemu dengan Ramadhan, demi mendapatkan keberkahan dan keutamaannya, lalu berdoa enam bulan kemudian agar yang mereka lakukan bersama Ramadhan, semua diterima Allah Swt. Mereka berdoa,

“Ya Allah, selamatkan kami hingga Ramadhan, selamatkan pula Ramadhan untuk kami, dan terimalah ia dari kami.”

Dahulu ia datang kepada kaum yang bergadang di malam hari demi bercengkrama bersamanya di setiap detiknya, merasakan dahaga di setiap harinya, memahami bahwa Ramadhan adalah hari-hari yang tak tergantikan, lau memberikan apa saja yang berharga dan bernilai yang mereka miliki. Mereka sangat memahami firman Allah Swt,

“(Yaitu) beberapa hari tertentu,”

Hari-hari berbilang, hari-hari yang terbatas, maka mereka ingin agar tidak kehilangan sedikitpun. Serasa Ramadhan menatap mereka, sedang diantara mereka, ada yang menangis, tenggelam dalam rasa takut mereka kepada Allah (Hal-26) Swt. Ada yang mendirikan shalat, lupa dari kehidupan dunia. Ada yang sujud, meninggalkan dunia di belakang punggungnya. Ada yang berdoa dan bermunajat, menggantungkan seluruh asanya kepada Allah Swt.

Baca Juga: Seperti Burung yang Serius Menjalani Hidup

Kita membaca dalam sirah mereka, di sana ada alim bernama Ibnu Syarahil yang karena sujudnya kepada Allah begitu lama sehingga tanah memakan keningnya. Di sana ada Shafwan bin Salim yang berdiri melakukan shalat malam hingga kedua kakinya bengkak, dan urat-uratnya terlihat membiru.

Ada pula Abdullah bin Zubair yang shalat di sekitar Ka’bah, tak merasakan batu-batu berjatuhan di sekitarnya, yang dilemparkan oleh orang-orang kafir. Ada Umar bin Khatab yang selalu menangis ketika shalat hingga di kedua belah pipinya terlihat garis hitam oleh sebab air mata yang selalu menetes.

Mereka selalu serius dengan Al Qur’an, seperti Ustman bin Affan yang mengkhatamkannya setiap hari selama Ramadhan, atau seperti Qatadah yang mengkhatamkannya tiga hari sekali. Atau seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, dan Imam Ahmad yang sengaja menghentikan segala aktifitasnya agar bisa berkonsentrasi penuh dengan Al Qur’an.

Mereka menikmati shalat malamnya, berkomunikasi dengan penciptanya dan meresapi tilawah Al Qur’an. Ini terlihat dari keadaan Abdullah bin Fudhail yang ketika mendengarkan ayat Allah,

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke Neraka, lalu mereka berkata,’kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan Kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.”

(QS Al – An’am: 27)

Tiba-tiba menangis dan kemudian tidak sadarkan diri setelah itu.

Sungguh benar firman Allah Swt yang memuji mereka,

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nkmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”

(QS As-Sajadah: 16-17)

Namun hari ini, Ramadhan datang kepada kita, yang tahu kemuliaannya tapi tak banyak melakukan apa-apa. Mungkin Ramadhan menatap kita dengan tatapan kosong; tak ada aktifitas di waktu malam kecuali hanya senda gurau, berhibur, dan menebar canda tawa. 

Baca Juga: Dosa Yang Terus Mengalir 

Mungkin Ramadhan melihat kita hanya sekumpulan dungu yang meninggalkan shalat dan hanya asik menghabiskan waktu dengan chanel-chanel tv yang tak memberi manfaat. 

Mungkin Ramadhan hanya menatap kita sebagai kumpulan orang-orang malas, yang merasa telah mengeluarkan segala kesungguhannya usai menunaikan shalat Tarawih sebanyak delapan rakaat dalam beberapa menit, lalu setelah itu dengan  penuh rasa bangga, seolah telah melaksanakan dan menunaikan hak untuk ibadahnya dan terbebas dari kewajiban Allah kepadanya.

Mungkin kita harus meminta maaf (Hal-27) kepada Ramadhan. Sebab hati kita barangkali telah menjadi keras membatu, mata kita kering. Kita mungkin tidak sepenuhnya bisa merasakan manisnya ketaatan, tidak pula indahnya ibadah, serta nikmatnya munajat di malam-malam Ramadhan.

Ramadhan mungkin belum menemukan apa yang seharusnya ia temukan pada diri kita. Padahal menurut orang-orang yang ditemui Ramadhan dahulu, bahwa Ramadhan adalah bulan bertemunya dua macam jihad; jihad di waktu siang dengan berpuasa, dan jihad di waktu malam dengan memperbanyak shalat malam dan tilawah Al Qur’an.

Dan Imam Ibnul Jauzi telah mengingatkan kita tentang itu di dalam nasehatnya,

“Siapa yang mengumpulkan dua jihad ini, serta melakukan keduanya dengan sabar, pahalanya akan diberikan tanpa hisab.”

Hal yang sama juga telah disampaikan Ka’ab,

“Pada hari kiamat akan terdengar seruan, ‘Sesungguhnya setiap orang akan menanam akan diberikan apa yang ditanamnya disertai tambahan, hanya saja para ahli Al Qur’an dan puasa diberikan pahala tanpa batas, tanpa perhitungan.”

Sekali lagi, mungkin kita harus minta maaf pada Ramadhan. Karena ia belum menemukan dalam diri kita sesuatu yang sesungguhnya ia harapkan dari kehadirannya bersama kita. 

Baca Juga: Ucapkanlah“Alhamdulillah......”

Seperti saat ia pernah hadir di tengah-tengah manusia yang memperlakukannya dengan sangat istimewa, yang tidak hanya berhenti di gerbangnya, yang tidak tunduk dan tidak terpedaya musuh. Ramadhan hadir di tengah mereka, di mana bumi yang dipijak selalu terdengar azan, Syiar Ramadhan selalu digaungkan, selalu ditinggikan.***


Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar