Rabu, 22 Maret 2023

Beri Kami Rasa Rindu Pada Ramadhan

 

Beri Kami Rasa Rindu Pada Ramadhan[1]

Oleh Ahmad Zairofi AM

 

[Hal-3] Rasakan hari ini seakan sudah Ramadhan.

“Diantara doa-doa orang yang shalih menjelang Ramadhan adalah, “Ya Allah, selamatkanlah aku ke bulan Ramadhan dan selamatkan Ramadhan bagiku dan terimalah Ramadhan itu dariku”

(Yahya bin Abi Katsir rahimahullah)

[hal-4] Para salafusshalih dahulu, enam bulan berturut-turut sebelum datangnya Ramadhan, memohon kepada Allah agar bisa dipertemukan Ramadhan. Dan selama enam bulan sisanya, ia memohon dan berdo’a agar amal-amalnya di bulan Ramadhan di terima oleh Allah.

[Hal-5] Seorang laki-laki shalih menjual budak perempuannya kepada orang lain. Ketika Ramadhan hendak tiba, majikan baru dari budak itu menyiapkan berbagai makanan. Maka budak itu berkata, “kenapa engkau menyiapkan makanan seperti ini?”



Majikan barunya itu menjawab,”Untuk menyambut puasa di bulan Ramadhan.”

[Hal-6] Maka budak yang beriman itu menjawab,” Apakah engkau sekeluarga tidak berpuasa kecuali bulan Ramadhan? Sungguh aku sebelum ini memiliki majikan yang  merasakan seakan seluruh tahun adalah Ramadhan. Aku tidak mau memiliki majikan seperti engkau.  Pulangkan aku ke majikanku yang pertama.”

Merasakan seakan semua Ramadhan, adalah capaian jiwa yang luar biasa. Itu adalah pupuk dan penyegar hati, agar kita terus-menerus merindukan Ramadhan. Seberapa besar kita rindu Ramadhan, sebesar itu pula kadar perasaan cinta kita akan keagungan bulan suci itu. Tidak ada iman tanpa cinta. Tidak ada cinta tanpa ada rindu. Maka orang-orang yang menjadikan Allah sebagai Tuhan satu-satunya, melebihkan cintanya atas segala yang lain.

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 165)

Rasa cinta kepada iman merupakan benih-benih, yang ditanam dan di suburkan oleh Allah sendiri, untuk orang-orang yang Ia pilih. Bahwa ada usaha, ada pencarian, ada ikhtiar dan kemauan kuat dari setiap kita untuk bisa terhidayahi.  Tapi itu tidak menyelesaikan semua proses kita untuk mengenal lebih dalam dan mencintai iman. Ada kuasa Allah yang menentukan. Maka Allah berfirman:

“Katakanlah: “Janganlah kamu telah member ni’mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu, dengan menunjuki kamu kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Hujurat [49] : 17-18)

Allah pula yang menjadikan iman itu terasa indah, menyenangkan, menyejukkan dan memenuhi relung hati orang-orang beriman. Sebagaimana firman-Nya:

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman [Hal-7] itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan ni’mat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(QS. Al-Hujurat [49]: 7-8)

Karena itu, Imam Ibnu Taimiyah mengatakan,

“Tidak ada ni’mat di dunia ini yang mirip dengan nikmat di akhirat kecuali iman.”

Sementara Imam Ahmad mengatakan,

“Jika engkau menginginkan Allah melanggengkan untukmu apa yang engkau cintai, maka langgengkan pula untuk-Nya apa yang Dia  Cintai.”

Maka untuk mencintai seluruh ajaran-Nya, merindukan ajaran-ajaran itu, yang terikat dalam satuan waktu atau pun tempat, kita harus meminta kepada-Nya. Seperti juga untuk bulan yang istimewa, bulan suci yang penuh keagungan, Ramadhan, kita juga harus meminta sejak sekarang,

“Ya Allah beri kami rasa rindu pada Ramadhan.”

Cinta dan rindu pada ajaran Allah itu, pusat utamanya adalah cinta dan rindu kepada Allah sendiri. Karena itu, salah satu do’a yang diajarkan Rasulullah adalah,

“… dan aku memohon kenikmatan melihat wajah-Mu, rindu bersua dengan-Mu dalam keadaan tidak ada kesulitan yang membahayakan, tidak juga fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasi kami dengan hiasan iman, dan jadikan kami bisa memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.”

(Al-Hadits)

Doa dalam hadits yang dishahihkan oleh Al-Albani itu, merupakan sari pati yang sangat kuat dalam mengekspresikan iman. Ujung dari segala penyembahan kita, ibadah kita, kepasrahan kita, adalah keinginan untuk berjumpa, bertemu, dengan Allah Swt, dalam keadaan yang menggembirakan, tiada aral  yang menghalangi.

Tapi modal utama untuk bersua dengan Allah, kita dapatkan dengan menabung amal-amal utama yang diperintahkannya.  Modal utama kita membangun kerinduan bersua dengan Allah, adalah kerinduan kita kepada momen-momen penting ibadah dan amal-amal shalih. Seperti ibadah haji, umrah, atau kesempatan mengisi bulan suci Ramadhan.

Dalam haji dan umrah, siapapun yang [Hal-8] berpamitan dari tanah suci, melakukan thawaf perpisahan, memandangi ka’bah yang mulia, pasti memendaam rindu dengan perasaannya yang paling  mendalam, untuk bisa kembali bersua dengan rumah Allah yang menggetarkan bila di pandang itu. Siapapun yang meninggalkan kota suci Madinah, berpamitan kepada Rasulullah dengan menyampaikan shalawat dan do’a, pasti menyimpan rindu yang sangat kuat, untuk bisa kembali berziarah ke kota suci Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan melakukan shalat lima waktu dan shalat sunnah di masjid Nabawi.

Siapapun yang pernah dan bisa merasakan manisnya Ramadhan, puasa siangnya, shalat di malamnya, tilawah Al-Qur’an di hari-harinya, suasana batin yang terasa utuh, akan selalu merindukan tibanya bulan indah itu. Saat segala jiwa menyatu dengan kemuliaanya, dan bahkan alam pun dengan harmoninya turut tunduk menghormati Ramadhan. Kita pasti merindukan semua itu.

Rasa rindu akan kehadiran momen-momen istimewa seperti itu, memberikan kita gairah untuk terus mengharap, terus meminta, terus memohon. Maka hubungan kita dengan Allah tidak terputus. Dan bahwa kita akan menyiapkan diri untuk kedatangan saat-saat istimewa tersebut.

Karena para shafusshalih itu dahulu, enam bulan berturut-turut sebelum datangnya Ramadhan, memohon kepada Allah agar bisa dipertemukan dengan Ramadhan. Dan enam bulan sisanya, sejak Ramadhan tiba, mereka memohon dan berdo’a agar amalnya di bulan Ramadhan di terima oleh Allah. Maka tiada hari tanpa kerinduan. Tiada bulan tanpa permohonan. Untuk sebuah bulan yang mulia, Ramadhan.

Cinta kepada Allah, sebagai energi utama, harus harus secara aktif kita tunjukkan kepada Allah. Dahulu ada seorang shalih yang mengisi malam Ramadhan dengan membaca Al-Qur’an. Ketika ia sampai kepada surat Maryam yang artinya,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak  Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”

 

Ia terus menerus mengulang ayat tersebut hingga subuh tiba. Tanpa disadari, seorang muridnya menyaksikan gurunya itu sejak semula dan heran, mengapa ayat itu ia baca berulang-ulang hingga subuh. Ia penasaran dan menemui gurunya untuk bertanya.

Berjanjilah untuk tidak menyampaikan kepada orang lain, mengapa aku melakukan ini,”

Jawab gurunya ketika murid itu bertanya.

“Ya, aku berjanji menjaganya sebagai rahasia, selama engkau masih hidup, beritahu aku apa yang engkau rasakan dengan mengulang-ulang ayat itu,”

“Ketika aku mengulang ayat itu, terasa di dalam hatiku perasaan cinta antara hamba dan Tuhan-Nya. Maka aku begitu menikmati perasaan itu. Dan, setiap kali aku mengulangi ayat itu, bertambah pula perasaan cinta itu di dalam hatiku.”

Siapapun yang sampai derajat ini, pasti merindukan situasi ini, pasti merindukan kembali saat-saat seperti itu. Siapapun,  yang bisa merasakan cinta mendalam dari dan untuk Allah, dengan mengulang-ulang ayat cinta di Surat Maryam tersebut, di malam-malam Ramadhan yang khidmat, [Hal-9] pasti sangat dan sangat rindu akan hadirnya Ramadhan.

Tidak  ada orang yang merugi, melebihi mereka yang tidak memiliki rasa rindu kepada pusaran-pusaran ibadah dalam Islam. Baik itu pusaran ibadah yang diikat dengan tempat, seperti haji dan umrah ke tanah suci. Maupun yang diikat oleh ikatan waktu, seperti shalat, puasa sunnah maupun puasa satu bulan di bulan suci Ramadhan.

Pada ujung semua itu, kerinduan terbesar seorang Mukmin yang harus terus dipupuk, adalah kerinduan untuk berjumpa dengan Allah, dalam keadaan beriman, berhati bersih, dan dapat melihatnya dengan mata kepala di surga kelak.

Kita harus membiasakan diri memupuk rasa rindu itu. Menguatkan rasa harap. Memperbesar keinginan bisa menikmati saat-saat indah dalam beribadah. Hati kita punya karakter sendiri. Jiwa kita punya kekhususan. Ada konsumsi jiwa yang harus terus kita penuhi dengan baik. Agar kita tidak sampai lapar jiwa dan haus hati, karena kita tidak memberikan makanan untuknya.

 

Maka, merasakan hari ini seakan sudah Ramadhan, hanyalah cara sederhana untuk kita membuktikan cinta kita kepada Allah, kepada ajaran-Nya. Sebab, di atas jalan cinta itu, kita akan memohon agar bisa tersambung dengan harapan terakhir yang lebih besar, rindu dan cinta untuk bersua dengan Allah, melihat wajah-Nya, tanpa aral dan fitnah yang menghalangi. ***

 



[1] Majalah Tarbawi Edisi 233 Th.12, Sya’ban 1431 H, 12 Juli 2010 M

 

"Sebentar lagi Ramadhan tiba, waktu untuk memperbanyak kebaikan dan membantu mereka yang membutuhkan. Mari berpartisipasi dalam program donasi 'Berbagi Buka Puasa' dan memberikan donasi untuk keluarga-keluarga yang membutuhkan
 

https://ummatmulia.com/campaign/paket-berbuka-puasa?ref=55d7i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar