Selasa, 06 Agustus 2024

Hutang Yang Lunas Terbayar

 

Hutang Yang Lunas Terbayar 

Oleh Yenni Siswanti

Hutang Yang Lunas Terbayar
Hutang Yang Lunas Terbayar


(Hal-25)  I’tikaf bagi lelaki ini mungkin seperti hari pembebasan. Hutang, yang tadi menggelayuti pikirannya terlunasi. Pekerjaan baru menghampiri. Maka itu benar-benar saat yang baginya tak pernah bisa ia lupakan.

Abu Syamil, begitu ia memperkenalkan dirinya. Lelaki asal Madura ini menuliskan kisahnya untuk Tarbawi. Semula ia maksudkan untuk salah satu rubrik favorit Tarbawi, Kiat. Tapi Tarbawi sengaja hadirkan di Edisi ini, untuk melengkapi kisah mereka yang terkabulkan permintaannya melalui I’tikaf.

“Ini kisah yang tidak bisa saya lupakan. Banyak memberikan saya pelajaran hidup betapa Allah selalu mendengar do’a-do’a hamba-Nya,” begitu ia mengawali kisahnya.

Lalu, lanjutnya,”Saat saya masih kuliah di Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan saya sambil jualan buku. Usai kuliah pagi, sorenya saya jualan buku. Hari demi (Hal-26) hari saya lalui, lucunya kadang bukannya untung malah buntung. Karena uang pribadi sering terpakai untuk setoran dan buat ongkos.

Sampai kemudian saya mempunyai sebuah toko buku hasil patungan dengan teman-teman dekat saya. Pada awalnya saya berpikir kalau usaha bersama maka senang dan susah juga dibagi bersama. Jadwal untuk menjaga dan mengelola toko sebagian besar lebih dialihkan ke saya dengan alasan karena saya tinggal di toko.

Ujian yang saya lalui selama usaha bersama satu tahun lumayan banyak namun saya mencoba bersabar. Saya yakin bahwa suatu saat setelah kesulitan ada kemudahan. Sampai pada suatu hari, di pertengahan tahun saya dipinjamkan sebuah motor oleh seorang Bapak yang saya kenal ketika sedang I’tikaf. Saat itu Bapak bilang motornya bisa dipakai hanya saja bukan untuk pribadi tapi hanya untuk keperluan toko. Pada awalnya saya sempat risau dan takut ketika diberikan amanah motor itu karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap motor tersebut. Pikiran saya ternyata tidak meleset, salah satu teman sering memakai motor itu diluar keperluan toko, hingga akhirnya motor tersebut rusak. Mendengar kabar motornya rusak, Bapak pemilik motor ternyata marah besar dan memutuskan silaturahim. Setelah kejadian itu hubungan baik saya dengan teman usaha dan bapak pemilik motor menjadi kurang harmonis. Namun sekali lagi saya mencoba bersabar. Waktu terus bergulir hingga hampir habis masa kontrak satu tahun. Dan yang saya dapatkan bukan keuntungan tapi kerugian yang cukup besar akibat dari menanggung hutang toko yang cukup besar. Saat bisnis mengalami kerugian, saya sangat bingung karena tidak punya pekerjaan lain. Saat itu saya telah memiliki istri dan anak yang menjadi tanggungjawab saya.

Saat itu tepat 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Saya izin ke istri (Hal-27) untuk i’tikaf. Ketika i’tikaf saya benar-benar mengadukan hal itu kepada Allah, saya serahkan semua kesulitan saya sambil munjat sepenuh hati.

Dengan kekuasaan Allah datang setelah I’tikaf. Di saat beberapa hari lagi kontrak toko habis dan bingung harus tinggal dimana, teman istri saya menawarkan saya dan keluarga untuk menempati rumah yang baru saja ia beli dan akan dijadikan yayasan. Ia juga membutuhkan penjaga sekaligus pengajar di yayasan tersebut. Di saat yang bersamaan saya juga mendapat setoran toko Rp 2 juta, padahal toko tutup saat I’tikaf. Saya yakin ini adalah balasan dari do’a-do’a yang saya panjatkan ketika I’tikaf.

Kepada Allah seharusnya kita mengadukan segala keluh kesah kita. Sepenuh hati. Sejujur harap. Tidak ada yang sulit bagi Allah. Terlebih di hari-hari pengabulan, di Ramadhan yang mulia. Tak ada orang yang rugi melebihi orang yang tak kunjung tahu bagaimana meminta kepada Allah swt. ***  

 


Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430  H, 8 Oktober 2009  M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar