I’tikaf yang Membuka Pintu Rezeki
Oleh Purwanti
I'tikaf Membuka Pintu Rezeki |
(Hal-17) Keyakinan akan janji Allah terus ia tempa. Bahwa
seorang yang cacat seperti dirinya pun, pasti punya jalan lain untuk tetap
mendapat rezeki. Sebab rezeki tak semata jatah orang-orang yang bertubuh
sempurna.
Dadan
Rusmawan (30), lelaki yang ditakdirkan cacat kedua kakinya itu meyakini, bahwa
berkeluh kesah bukanlah penyelesaian. Maka ia mencoba menjalani keniscayaan
hidup. Berusaha dan berusaha. Berdo’a dan berdo’a.
Kepada Tarbawi ia mengisahkan. “sejak tahun 1999, setiap kamis sore saya selalu menyempatkan diri untuk pergi ke pengajian pekanan di daerah Bandung Barat, di jalan Gegerkalong Girang, tepatnya di pesantren Daarut Tauhid. Perjalanan saya menuju lokasi sekitar satu jam dengan dua kali naik angkot. Jika kondisi fisik saya normal, tentu tidak masalah, tapi inilah kendalanya. Saya menderita cacat kaki sejak kecil. Ibu dan dokter saya juga tidak tahu penyebab pastinya. Tapi saya pasrah saja. Selama perjalanan itu saya ditemani kruk kayu untuk menopang kedua kaki saya ini.”
Dadan,
seperti umumnya pemuda seusianya, tak luput mengalami masa-masa peralihan fase
hidup. Lulus sekolah adalah sebuah fase. Menggembirakan, tapi seringkali juga
awal dari ketidakjelasan. Ya, apakah usai sekolah bisa melanjutkan (Hal-18) sekolah
lagi? Bisa bekerja? Bisa mendapatkan pekerjaan atau tidak? Apalagi dirinya
mempunyai keterbatasan.
“Ketika
mulai rutin ikut pengajian pekanan setiap kamis sore itu saya baru saja lulus
SMEA. Teman-teman saya sudah bekerja. Mungkin ini karena kondisi saya yang
tidak memungkinkan. Awalnya saya sempat minder, tetapi setelah banyak
berdiskusi dengan teman-teman dengan kondisi yang sama akhirnya percaya diri
saya bangkit lagi. Selain itu saya juga aktif di kegiatan madrasah di sekitar
rumah. Sambil mengisi waktu kosong, saya berjualan roti bakar di sekitar rumah
saya di kawasan Tegallega bersama teman-teman saya. Akhirnya karena mereka satu
per satu sudah sibuk dengan pekerjaannya, usaha roti bakar ini tutup. Saya pun
beralih pekerjaan sebagai tukang jual-beli handphone di Pasir Koja selama
kurang lebih satu tahun.”
Baca Juga : Saling Mengingatkan tentang Niat
Dalam
kesendirian dengan Allah, setiap kita bisa merasakan kedekatan yang luar biasa.
Saat kita merasa leluasa untuk meminta, mengadu, mengeluh, bahkan menyampaikan
pesan permintaan untuk hal-hal yang terasa rutin bagi kehidupan kita. Itu
semakin kuat manakala seseorang Muslim memutuskan diri untuk melakukan I’tikaf.
Sebuah ibadah sunnah, yang tidak saja terbatas di waktu bulan Ramadhan.
Dadan
Rusmawan merasakan penemuan akan janji-janji Allah melalui I’tikaf. Bahkan bila
pun I’tikaf itu ia lakukan di luar bulan Ramadhan. Dengan menerawang, ia
mengisahkan pengalaman yang tak terlupakan itu. “Hingga pada tahun 2003,
seperti biasa saya masih mendatangi pengajian yang banyak di datangi oleh
santri dan warga sekitar itu. Kadang usai pengajian saya langsung pulang, namun
ada sebagian besar jamaah yang lain beri’tikaf di Masjid. Tapi pada waktu itu,
ada hal yang mendorong saya ikut beri’tikaf bersama mereka. Akhirnya saya pun
beri’tikaf malam itu usai pengajian. Biasaya pada saat beri’tikaf, kami
berdiskusi, sharing dan tahajud berjamaah. Setelah ikut beri’tikaf, ke
dalam hati saya. Sampai saya memutuskan, kamis depan saya harus beri’tikaf
lagi.”
Maka kisah
sebuah keyakinan itu berlanjut. Kamis pekan depannya. “Saya sudah mempersiapkan
segala sesuatu untuk persiapan i’tikaf. Saya sudah mempersiapkan segala sesuatu
untuk persiapan i’tikaf saya hanya mempersiapkan handuk kecil, sikat dan pasta
gigi agar bisa langsung shalat Jum’at esok harinya. Usai mendengarkan ceramah
yang seringkali diisi Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, saya kaget sekali ketika
tiba-tiba ada yang menepuk pundak saya. Dialah Aa Gym. Saya kaget sekali ketika
Aa menepuk pundak saya. Dia menyapa, “Kemana aja boss?”
Saya
menjawab pertanyaannya dengan terbata-bata,”sibuk di madrasah Aa” jawabku. “Di
sana kerja atau aktif kegiatan saja?” “Aktif kegiatan A” “jadi belum ada
pekerjaan tetap ya?” “Ya”, jawab saya singkat. “Hobinya apa?” kata Aa’ lanjut
bertanya. “Komputer-komputeran A’”, jawab saya malu-malu. Lalu Aa Gym
manggut-manggut, sambil bangkit dan pamit pergi (Hal-19)
meninggalkan saya.”
Seperti
tidak pernah mengenal berhenti, Dadan
terus datang, berusaha, meminta, berdo’a, dan begitu terus ia lakukan.
Perjalanan naik dan turun dari angkot pun menyisakan persoalan tersendiri.
“Pada Kamis
sore minggu depannya, kami kembali menempuh perjalanan dari rumah seperti
biasanya. Kadang-kadang saya harus berhadapan dengan sopir angkot yang tidak
sabaran. Kadang saya disuruh turun cepat-cepat, padahal dia tahu kondisi saya
seperti ini (menunjukkan kedua kakinya). Tapi biarkan saja, saya tidak begitu
mengambil hati. Sesampainya di Masjid, saya langsung mendengarkan Aa’
berceramah. Usai mendengarkan ceramah saya beri’tikaf lagi. Ketika shalat malam,
saya seringkali berdoa agar Allah selalu memberikan saya keberkahan hidup bagi
orang lain, terutama orang tua saya. Selain itu, saya juga sangat menginginkan
pekerjaan, apa saja yang penting halal dan sesuai dengan kemampuan saya. Saya
tidak minta yang terlalu muluk. Usai bertahajud, saya beristirahat setelah
sebelumnya ada muhasabah bersama.”
Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi
Kenangan itu
terus menggelayut di dalam hatinya. Hingga kini. Tidak ada perasaan yang lebih
bergejolak, antara haru, bahagia, dan syukur, melebihi saat-saat kita merasakan
bahwa pinta kita dikabulkan. Harap kita diberi. Mohon kita ditunaikan. Dan
siapakah yang lebih baik janjinya dari Allah?
“Jum’at
pagi, saya masih bersandar di tiang Masjid. Tapi kemudian saya memutuskan untuk
pergi membeli sarapan dan langsung pulang. Terdengar suara memanggil-manggil
saya, suara itu adalah suara Aa Gym. Dia menghampiri saya dan mengajak saya ke
rumahnya. Ketika sampai di sana saya dikenalkan dengan seorang laki-laki muda.
Mungkin seumuran dengan saya. Aa’ memperkenalkan laki-laki ini sebagai Pimpinan
Divisi Usaha Manajemen Qolbu Information Technology (MQIT). Aa’ Gym meminta
laki-laki itu untuk mengajak saya ke tempat kerjanya. Sebenarnya saya masih
bingung, mengapa saya diajak ke kantor MQ IT. Sampai akhirnya saya tahu, bahwa
Aa’ Gym dan laki-laki itu memberikan kesempatan kepada saya untuk menyalurkan
hobi saya dalam bidang komputer. Saya ditugaskan sebagai penulis serta editor
dari beberapa artikel kiriman dalam dan luar negeri. Dan mulai hari senin, saya
mulai bekerja dengan masa pekerjaan tiga bulan. “
Dadan sangat
merasakan hikmah dari i’tikaf. Perjalan hidupnya terasa terus tumbuh.
Selanjutnya, bekerja baginya tak semata bagaimana mencari rezeki. Tapi juga
bagaimana terus belajar. Pekerjaannya di bidang media, di lingkungan,
setidaknya memberinya kesempatan membaca, menghayati berbagai tulisan. Tiga
bulan masa percobaan yang mungkin terasa lama pada mulanya, kini tak lagi
terasa. Karir Dadan beranjak naik. Kini ia menjadi salah satu Redaktur di
CyberMQ.
“Betapa hikmah i’tikaf itu membawa saya pada kesempatan yang Allah berikan. Saya benar-benar merasakan bahwa ketika beri’tikaf itu, kedekatan kita kepada Allah begitu terasa,” kenangnya. ***
Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430 H, 8 Oktober 2009 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar