Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia
Oleh Ahmad Juwaini
Direktur
Eksekutif Dompet Dhuafa Republika
Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia
(Hal-54) Zakat adalah ajaran Islam yang pernah mewarnai
sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw, sampai kepada
generasi sahabat dan para khalifah sesudahnya. Zakat pernah membuktikan telah
menjadi salah satu faktor penting mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah
terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, sehingga dalam waktu singkat
telah mampu memberantas kemiskinan.
Zakat sebagai sumber daya ekonomi umat yang besar akan senantiasa hadir dengan kekuatannya manakala dikelola dengan tepat. Pengelolaan zakat yang bersifat individualis dan sesaat menyebabkan zakat tidak dapat dimobilisasi dan didayagunakan dalam rangka mendanai keperluan strategis umat.
Dengan
menyadari akan besarnya potensi kekuatan zakat di Indonesia, maka segenap
komponen umat Islam di Indonesia harus melakukan berbagai upaya dalam rangka
optimalisasi kekuatan zakat tersebut. Semua elemen kepentingan zakat di
Indonesia harus bahu membahu mengambil peran dalam rangka membangunkan kekuatan
zakat Indonesia.
Pada umumnya
dipahami oleh umat Islam di Indonesia mengenai pembayaran zakat itu sebatas
pembayaran zakat fitrah. Banyak umat Islam yang memiliki penghasilan dan
kekayaan telah memenuhi syarat kewajiban zakat, tidak membayarkan zakatnya
karena tidak tahu. Ada juga sebagian umat yang memang mengetahui bahwa di dalam
hartanya ada kewajiban zakat, akan tetapi enggan atau lalai dalam melaksanakan
zakat.
Bagi umat
Islam yang telah memahami kewajiban
berzakat, umumnya lebih senang membayarkan zakat sendiri-sendiri, langsung
dibagi-bagi ke mustahik, sehingga tidak termobilisasi dan habis begitu saja
setiap kali dibagikan, tanpa sisa.
Baca Juga: Karena Syaitan itu Musuh
Oleh karana
itu, perlu dilakukan upaya pertama yaitu peningkatan mobilisasi zakat. Langkah
yang bisa diambil antara lain adalah: Peningkatan Law Enforcement zakat,
dengan cara misalnya melakukan revisi Undang-Undang Pengelolaan Zakat (UU No.
38 tahun 1999) yang di dalamnya dicantumkan sanksi bagi para muzakki yang tidak
menunaikan zakatnya. Dengan adanya (Hal-55)
sanksi ini, maka diharapkan semakin banyak orang kaya yang melaksanakan
kewajiban memayar zakat.
Langkah lain
yang juga bisa dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi tentang kewajiban dan
harta yang dikenai zakat. Perlu ada penjelasan yang rinci, mengapa itu
diwajibkan, apa landasan atau dalilnya, bagaimana cara menghitungnya dan kapan
waktu pembayarannya.
Yang lebih
penting lagi adalah perlunya diupayakan agar para muzakki senantiasa
membayarkan zakatnya melalui organisasi pengelola zakat yang sah. Pembayaran
zakat dari muzakki seharusnya melalui Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh
pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang
sudah dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan termobilisasinya zakat melalui
organisasi pengelola zakat yang sah, maka diharapkan optimalisasi zakat akan
mampu dilakukan. Tentu saja, semua BAZ dan LAZ juga harus meningkatkan kinerja
pengelolaan zakatnya, sehingga mencapai kualitas amanah dan profesional yang
layak dipercaya oleh masyarakat.
Untuk
membangkitkan kekuatan zakat di Indonesia, upaya kedua yang perlu segera
dilakukan adalah penataan kelembagaan zakat di Indonesia. Penataan kelembagaan
yang sudah dimuat di dalam Undang-Undang dan Keputusan Menteri Agama yang ada
selama ini ternyata belum cukup optimal mengatur kelembagaan zakat di
Indonesia.
Salah satu
kelemahan mendasar yang belum cukup diatur dalam tata perundang-undangan zakat
di Indonesia adalah menyangkut pengaturan tentang posisi regulator, operator
dan pengawas. Meskipun pemerintah selama ini telah memposisikan dirinya sebagai
regulator, akan tetapi pelaksanaan fungsi regulator ini belum berjalan dengan
efektif.
Dalam
konteks pengaturan sebagai operator, berdasarkan undang-undang, fungsi operator
telah dimandatkan kepada BAZ dan LAZ. Akan tetapi pengaturan yang ada di UU
masih memiliki kelemahan, seperti ketidakjelasan hubungan dan pengaturan
kewenangan antara sesama BAZ berbeda tingkatan dan pola hubungan antara BAZ dan
LAZ. Pun berdasarkan regulasi yang ada, tidak diatur siapakah yang berperan
sebagai koordinator dalam pengelolaan (Hal-56)
zakat di Indonesia.
Pada konteks
pengawasan, selama ini fungsi pengawasan tidak berjalan sama sekali. Adanya
pengelola zakat “liar” yang berpotensi melakukan penyelewengan atau
penyimpangan dana zakat, tidak ada yang mengawasi. LAZ-LAZ yang telah
dikukuhkan, akan tetapi kinerjanya tidak memenuhi kelayakan standar persyaratan
masih bebas dan leluasa tanpa pengawasan. Perilaku pengelola zakat yang
menyalahi ketentuan dan etika, juga dibiarkan tanpa pengawasan sama sekali.
Dari gambaran tersebut di atas, sangat jelas terlihat bahwa penataan
kelembagaan zakat harus dilakukan.
Baca Juga: Profesional
Upaya ketiga
yang juga harus diambil untuk membangunkan kekuatan zakat Indonesia adalah
melakukan sinergi program diantara para pengelola zakat. Adanya beberapa
operator zakat yang memiliki keunggulannya masing-masing mengharuskan kita
untuk saling memperkuat keunggulan diantara para pengelola zakat. Sinergi
program juga ditujukan dalam rangka memanfaatkan keunggulan dari setiap
pengelola zakat untuk dapat menutupi kelemahan pengelola zakat yang lain.
Sinergi
program bisa dilakukan dalam rangka pengumpulan dana zakat. Seperti dengan cara
melakukan pengaturan tentang sebaran atau area muzakki dikaitkan dengan
organisasi pengelola zakat yang tepat untuk menggalangnya. Dalam kaitan
penyaluran atau pendayagunaan zakat, sinergi program bisa dilakukan dengan cara
melakukan kerjasama pelaksanaan program. Seperti misalnya pada saat bencana,
organisasi pengelola zakat membuat posko bersama penanggulan bencana.
Sinergi
program yang utama adalah melakukan kegiatan bersama dalam rangka melaksanakan
program strategis umat. Dimana organisasi pengelola zakat secara bersama-sama
dengan dibimbing oleh para ulama dan tokoh umat yang representatif menentukan
secara periodik hal-hal apa saja yang harus dilakukan secara bersama-sama
menyejahterakan dan membangunkan kekuatan umat.
Dengan keberhasilan sinergi program, maka pengelolaan zakat di Indonesia akan lebih efektif dan efisien. Sinergi program juga mempercepat pencapaian peningkatan kualitas umat. Dengan segala langkah yang diambil guna memperbaiki kondisi perzakat di Indonesia, maka kekuatan zakat Indonesia akan mampu hadir kembali. Insha Allah! ***
Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430 H, 8 Oktober 2009 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar