Kamis, 15 Agustus 2024

I’tikaf yang Membuka Pintu Rezeki

I’tikaf yang Membuka Pintu Rezeki 

Oleh  Purwanti    

I’tikaf yang Membuka Pintu Rezeki
I’tikaf yang Membuka Pintu Rezeki


(Hal-17)  Keyakinan akan janji Allah terus ia tempa. Bahwa seorang yang cacat seperti dirinya pun, pasti punya jalan lain untuk tetap mendapat rezeki. Sebab rezeki tak semata jatah orang-orang yang bertubuh sempurna.

Dadan Rusmawan (30), lelaki yang ditakdirkan cacat kedua kakinya itu meyakini, bahwa berkeluh kesah bukanlah penyelesaian. Maka ia mencoba menjalani keniscayaan hidup. Berusaha dan berusaha. Berdo’a dan berdo’a.

Kepada Tarbawi ia mengisahkan. “sejak tahun 1999, setiap kamis sore saya selalu menyempatkan diri untuk pergi ke pengajian pekanan di daerah Bandung Barat, di jalan Gegerkalong Girang, tepatnya di pesantren Daarut Tauhid. Perjalanan saya menuju lokasi sekitar satu jam dengan dua kali naik angkot. Jika kondisi fisik saya normal, tentu tidak masalah, tapi inilah kendalanya. Saya menderita cacat kaki sejak kecil. Ibu dan dokter saya juga tidak tahu penyebab pastinya. Tapi saya pasrah saja. Selama perjalanan itu saya ditemani kruk kayu untuk menopang kedua kaki saya ini.”

Dadan, seperti umumnya pemuda seusianya, tak luput mengalami masa-masa peralihan fase hidup. Lulus sekolah adalah sebuah fase. Menggembirakan, tapi seringkali juga awal dari ketidakjelasan. Ya, apakah usai sekolah bisa melanjutkan (Hal-18)  sekolah lagi? Bisa bekerja? Bisa mendapatkan pekerjaan atau tidak? Apalagi dirinya mempunyai keterbatasan.

“Ketika mulai rutin ikut pengajian pekanan setiap kamis sore itu saya baru saja lulus SMEA. Teman-teman saya sudah bekerja. Mungkin ini karena kondisi saya yang tidak memungkinkan. Awalnya saya sempat minder, tetapi setelah banyak berdiskusi dengan teman-teman dengan kondisi yang sama akhirnya percaya diri saya bangkit lagi. Selain itu saya juga aktif di kegiatan madrasah di sekitar rumah. Sambil mengisi waktu kosong, saya berjualan roti bakar di sekitar rumah saya di kawasan Tegallega bersama teman-teman saya. Akhirnya karena mereka satu per satu sudah sibuk dengan pekerjaannya, usaha roti bakar ini tutup. Saya pun beralih pekerjaan sebagai tukang jual-beli handphone di Pasir Koja selama kurang lebih satu tahun.”

Dalam kesendirian dengan Allah, setiap kita bisa merasakan kedekatan yang luar biasa. Saat kita merasa leluasa untuk meminta, mengadu, mengeluh, bahkan menyampaikan pesan permintaan untuk hal-hal yang terasa rutin bagi kehidupan kita. Itu semakin kuat manakala seseorang Muslim memutuskan diri untuk melakukan I’tikaf. Sebuah ibadah sunnah, yang tidak saja terbatas di waktu bulan Ramadhan.

Baca Juga: Mimpi-Mimpi Besar

Dadan Rusmawan merasakan penemuan akan janji-janji Allah melalui I’tikaf. Bahkan bila pun I’tikaf itu ia lakukan di luar bulan Ramadhan. Dengan menerawang, ia mengisahkan pengalaman yang tak terlupakan itu. “Hingga pada tahun 2003, seperti biasa saya masih mendatangi pengajian yang banyak di datangi oleh santri dan warga sekitar itu. Kadang usai pengajian saya langsung pulang, namun ada sebagian besar jamaah yang lain beri’tikaf di Masjid. Tapi pada waktu itu, ada hal yang mendorong saya ikut beri’tikaf bersama mereka. Akhirnya saya pun beri’tikaf malam itu usai pengajian. Biasaya pada saat beri’tikaf, kami berdiskusi, sharing dan tahajud berjamaah. Setelah ikut beri’tikaf, ke dalam hati saya. Sampai saya memutuskan, kamis depan saya harus beri’tikaf lagi.”

Maka kisah sebuah keyakinan itu berlanjut. Kamis pekan depannya. “Saya sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan i’tikaf. Saya sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan i’tikaf saya hanya mempersiapkan handuk kecil, sikat dan pasta gigi agar bisa langsung shalat Jum’at esok harinya. Usai mendengarkan ceramah yang seringkali diisi Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, saya kaget sekali ketika tiba-tiba ada yang menepuk pundak saya. Dialah Aa Gym. Saya kaget sekali ketika Aa menepuk pundak saya. Dia menyapa, “Kemana aja boss?”

Saya menjawab pertanyaannya dengan terbata-bata,”sibuk di madrasah Aa” jawabku. “Di sana kerja atau aktif kegiatan saja?” “Aktif kegiatan A” “jadi belum ada pekerjaan tetap ya?” “Ya”, jawab saya singkat. “Hobinya apa?” kata Aa’ lanjut bertanya. “Komputer-komputeran A’”, jawab saya malu-malu. Lalu Aa Gym manggut-manggut, sambil bangkit dan pamit pergi (Hal-19) meninggalkan saya.”  

Seperti tidak pernah  mengenal berhenti, Dadan terus datang, berusaha, meminta, berdo’a, dan begitu terus ia lakukan. Perjalanan naik dan turun dari angkot pun menyisakan persoalan tersendiri.

“Pada Kamis sore minggu depannya, kami kembali menempuh perjalanan dari rumah seperti biasanya. Kadang-kadang saya harus berhadapan dengan sopir angkot yang tidak sabaran. Kadang saya disuruh turun cepat-cepat, padahal dia tahu kondisi saya seperti ini (menunjukkan kedua kakinya). Tapi biarkan saja, saya tidak begitu mengambil hati. Sesampainya di Masjid, saya langsung mendengarkan Aa’ berceramah. Usai mendengarkan ceramah saya beri’tikaf lagi. Ketika shalat malam, saya seringkali berdoa agar Allah selalu memberikan saya keberkahan hidup bagi orang lain, terutama orang tua saya. Selain itu, saya juga sangat menginginkan pekerjaan, apa saja yang penting halal dan sesuai dengan kemampuan saya. Saya tidak minta yang terlalu muluk. Usai bertahajud, saya beristirahat setelah sebelumnya ada muhasabah bersama.”

Kenangan itu terus menggelayut di dalam hatinya. Hingga kini. Tidak ada perasaan yang lebih bergejolak, antara haru, bahagia, dan syukur, melebihi saat-saat kita merasakan bahwa pinta kita dikabulkan. Harap kita diberi. Mohon kita ditunaikan. Dan siapakah yang lebih baik janjinya dari Allah?

“Jum’at pagi, saya masih bersandar di tiang Masjid. Tapi kemudian saya memutuskan untuk pergi membeli sarapan dan langsung pulang. Terdengar suara memanggil-manggil saya, suara itu adalah suara Aa Gym. Dia menghampiri saya dan mengajak saya ke rumahnya. Ketika sampai di sana saya dikenalkan dengan seorang laki-laki muda. Mungkin seumuran dengan saya. Aa’ memperkenalkan laki-laki ini sebagai Pimpinan Divisi Usaha Manajemen Qolbu Information Technology (MQIT). Aa’ Gym meminta laki-laki itu untuk mengajak saya ke tempat kerjanya. Sebenarnya saya masih bingung, mengapa saya diajak ke kantor MQ IT. Sampai akhirnya saya tahu, bahwa Aa’ Gym dan laki-laki itu memberikan kesempatan kepada saya untuk menyalurkan hobi saya dalam bidang komputer. Saya ditugaskan sebagai penulis serta editor dari beberapa artikel kiriman dalam dan luar negeri. Dan mulai hari senin, saya mulai bekerja dengan masa pekerjaan tiga bulan. “

Baca Juga: BIARKANAIRNYA MENETES

Dadan sangat merasakan hikmah dari i’tikaf. Perjalan hidupnya terasa terus tumbuh. Selanjutnya, bekerja baginya tak semata bagaimana mencari rezeki. Tapi juga bagaimana terus belajar. Pekerjaannya di bidang media, di lingkungan, setidaknya memberinya kesempatan membaca, menghayati berbagai tulisan. Tiga bulan masa percobaan yang mungkin terasa lama pada mulanya, kini tak lagi terasa. Karir Dadan beranjak naik. Kini ia menjadi salah satu Redaktur di CyberMQ.

“Betapa hikmah i’tikaf itu membawa saya pada kesempatan yang Allah berikan. Saya benar-benar merasakan bahwa ketika beri’tikaf itu, kedekatan kita kepada Allah begitu terasa,” kenangnya.   

 ***


Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430  H, 8 Oktober 2009  M 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar