Minggu, 30 Agustus 2020

Mimpi-Mimpi Besar

 

Mimpi-Mimpi Besar[1][2]

Oleh M lili Nur Aulia

[Hal-76] Letakkan telapak tangan kita diatas dahi. Berusaha merenung dan konsentrasi berpikir. Bertanya pada diri sendiri:”Apa mimpiyang ingin kita raih dalam hidup ini? Apa obsesi yang begitu menyibukkan kita dalam hidup ini? Apa yang kita pikirkan siang malam? Apa yang kita pikirkan itu bersifat duniawi? Atau ukhrawi? Apakah obsesi dan mimpi kita itu sifatnya umum, atau spesifik?



Saudaraku,

Jawablah pertanyaan-pertanyaan itu dan simpanlah baik-baik dalam ingatan. Panggillah anak dan tanyakanlah,”Apa kondisi yang ia inginkan di masa mendatang?”  Bandingkanlah antara apa yang menjadi keinginan mereka dan keinginan kita di masa depan. Hampir pasti anak-anak akan menjawab secara ideal, tinggi, bahkan mungkin ada yang tak mungkin diwujudkan. Sedangkan obsesi dan keinginan kita umumnya lebih rendah, tidak terlalu tinggi, dan pandangan terbatas. Bahkan, boleh jadi ada sebagian kita merasa berat sekadar bersobsesi atau bermimpi dan menginginkan sesuatu yang tinggi serta ideal.

Saudaraku,

Kita, hidup di zaman yang penuh [Hal-77] kelemahan. Wajar bila obsesi serta mimpi kita dan masyarakat kita pun menjadi rendah, kurang berbobot, tujuannya pendek. Kita semua sama dalam hal ini. Sebabnya banyak, tapi setidaknya ada sebab penting yang harus kita sadari. Yakni, minim atau tidak adanya, “contoh ideal” yang hidup diantara kita. Termasuk contoh dari para orangtua kita, kita para bapak dan ibu bagi anak-anak, para pendidik, para guru, para pejabat, para tokoh dan sebagainya. Minim atau tidak adanya figur atau contoh itu, mau tidak mau menciptakan lemahnya motivasi kita, untuk memiliki cita-cita atau keinginan yang tinggi. Seperti yang kita alami sekarang ini.

Mari perhatikan bagaimana kondisi orang-orang yang memiliki mimpi-mimpi besar. Barangkali kondisi mereka bisa mendorong dan menumbangkan penghalang mimpi yang kini sedang mengepung kita. Barangkali keadaan mereka bisa mengeluarkan kita dari mimpi kecil menjadi mimpi besar. Barangkali peran-peran mereka bisa menjadikan kita memiliki peran-peran yang lebih luas dari sekarang.

Saudaraku,

Adalah Hindun binti Utbah Ummu Mu’awiyah bin Abi Sufyan, seorang wanita yang termasuk memiliki besar itu. Suatu saat, ia berada di Mina bersama puteranya Mu’awiyah yang baru saja tersandung batu dan terjatuh di atas tanah. Hindun berkata pada anaknya, Mu’awiyah,

”Bangunlah, bila engkau bisa bangkit maka engkau akan ditinggikan derajatnya oleh Allah.” Seseorang yang mendengarkan perkataan ini bertanya,”Mengapa engkau mengatakan seperti itu? Saya yakin bahwa dia (Mu’awiyah) akan memimpin kaumnya.” Hindun balik bertanya,”Kaumnya? Allah tidak akan meninggikan kedudukannya kecuali bila ia tidak memimpin bangsa Arab semuanya.”

Ini episode kecil tentang bagaimana mimpi besar seorang ibu. Ia ingin anaknya menjadi pemimpin bangsa Arab semuanya. Dan mimpi itu hadir di pelupuk matanya, dan mimpi itulah yang menjadi panduannya sehari-hari dalam mendidik anaknya. Ia terus menanamkan mimpi itu pada anaknya, dan meyakinkannya. Ia kondisikan keadaannya untuk mencapai mimpi itu. Ia beri asupan apa yang bisa membekalinya mewujudkan mimpinya. Hingga akhirnya, Mu’awiyah menjadi khalifah pertama dari Khulafa daulah umawiyah. Mu’awiyah memimpin bangsa Arab sekaligus umat Islam selama kurang lebih 20 tahun yakni tahun 661-680 H.

[Hal-78] saudaraku,

Ada kisah di zaman kita, tentang ibu dari DR. Ahmad Zeweil, yang juga memiliki mimpi besar. Sejak Ahmed masih kecil, sang Ibu sudah menuliskan di pintu kamar Ahmed sebuah kalimat “Kamar DR. Ahmed Zewail.” Apa yang dituliskannya, tak lain merupakan saluran keinginan atau mimpi yang ada dalam diri sang ibu. Dan tampaknya telah sampai dalam diri anaknya. Ahmad zewail meraih penghargaan Nobel bidang Kimia tahun 1999, dan menjadi salah satu ilmuwan besar dunia. Zewail sendiri mengakui pengaruh motifasi dan mimpi ibunya itu pada dirinya. Tentu bukan hal yang mudah bagi seorang ibu untuk mewujudkan mimpi besar itu pada Zewail. Karena hari-hari merawat, mendidik dan membesarkan Zewaillah yang juga menjadi kunci keberhasilan Zewail.

Saudaraku,

Lagi. Tentang bagaimana seorang ibu dari Syaikh Abdurrahman As Sudais yang kini menjadi Imam Masjidil Haram. Bagaimana sang ibu menanamkan dan mengarahkan mimpi besar itu kepada anaknya. Bagaimana sang ibu hari demi hari bersama As Sudais kecil itu mengingatkannya untuk bisa mencapai mimpinya? Ibunya sering mengingatkan,

”Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghapal kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram, ...” “ Wahai Abdurrahman jangan malas menghapal kembali hafalan harianmu, bagaimana kamu bisa menjadi Imam Masjidil Haram bila kamu malas?”

Akhirnya, Syaikh Abdurrahman As Sudais kini menjadi Imam Masjidil Haram. Dan menjadi salah satu ulama besar yang disegani di dunia Islam.

Saudaraku,

Salah satu kisah lain yang boleh jadi kita juga sudah mendengarnya. Seorang sahabat, Rabi’ah bin Kaab Al Aslami radhiallahu anhu.

Dialah yang mengatakan kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, aku ingin menjadi pendampingmu di surga.” Rasulullah saw mengatakan,”Adakah yang selain itu Rabi’ah?” Rabi’ah menjawab, “Hanya itu ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah saw mengatakan,”Jika begitu, bantulah aku untuk mencapai keinginanmu itu dengan memperbanyak sujud.”

 (HR. Muslim)

Diriwayatkan,  Rabi’ah  atas bimbingan orantuanya, sejak kecil memang sudah kerapkali terlihat dalam kondisi shalat dan sujud. Dan sepanjang usianya, Rabi’ah diriwayatkan tak pernah tertinggal shalat berjamaah. Mengapa Rabi’ah mampu melakukan itu semua? Karena ia ingin meraih mimpinya yang besar tadi. Mimpi ingin menjadi pendamping Rasulullah saw di surga....

Saudaraku,

Bandingkanlah antara keinginan kita yang tercetus diawal tulisan ini, dengan keinginan mereka yang bermimpi besar itu? Sesungguhnya, mimpi dan obsesi seseorang yang besar, indikator ia akan menjadi orang besar.

(Elqinet, Rabu , 05 Mei 2010 M, 16:17:34WIB)

 



[1]Majalah Tarbawi, edisi 220 Th.11, Shafar 1431 H, 28 Januari 2010 M

[2]M. Lili Nur Aulia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar