Rabu, 14 Agustus 2024

Indonesia Masih Kekurangan Ulama

 

Indonesia Masih Kekurangan Ulama

DR. Anwar Ibrahim

(Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia) 

Oleh Rahmat Ubaidillah

Indonesia Masih Kekurangan Ulama

Indonesia Masih Kekurangan Ulama

(Hal-37) Perasaan keterarahan masyarakat Islam Indonesia kepada Ulama, terasa kian menjauh. Sepertinya mereka tidak lagi mendengarkan atau mengikuti apa yang telah difatwakan oleh para ulama. Pada sisi lain Indonesia kekurangan sosok kharismatik ulama yang memiliki kompetensi keilmuan yang mendalam pada bidangnya. Semua permasalahan itu menjadi kekhawatiran ulama berusia 68 tahun ini, yang kini menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI. Di kantor MUI, Jakarta, Tarbawi berbincang dengannya. Berikut petikannya.

Yang Anda rasakan, semakin ke depan, apa tantangan terberat para ulama?

Berdasarkan pengalaman. Tantangan terberat itu adalah mendalami pengetahuan (agama) dalam bidangnya masing-masing. Sebab ilmu pengetahuan semakin luas, dan dunia semakin modern. Sehingga permasalahan-permasalahan yang kita hadapi semakin berat. Maka penanggulangannya memerlukan pengetahuan yang begitu luas, terutama dalam segi ilmu agama (Islam). Nah, kita Indonesia ini, masih sangat memerlukan pendalaman ilmu Islam itu sejak pendidikan tingkat bawah. Jadi kita tidak mungkin bisa langsung ke pendidikan tingkat atas. Terutama masalah bahasa Arab sebagai alat pendalaman. Bahasa pengantar yang mau tidak mau, harus kita kuasai. Sementara itu, boleh dikatakan kita belum mempunyai guru untuk belajar bahasa Arab. Hingga kini, kita juga masih sulit menemukan ulama-ulama yang mempunyai pengetahuan luas dalam bidangnya masing-masing. Dari segi jumlah, kita kesulitan menghitungkan berapa lama yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari dapat kita rasakan, kekurangan kita itu terutama kalau kita mengikuti penerangan-penerangan agama di media. Kurang (Hal-38) begitu mendalam. Sangat jauh.

Dalam format masyarakat yang semakin berubah, menurut Anda dimana kira-kira peran strategis para ulama?

Peran strategis para ulama itu meliputi berbagai bidang. Dalam bidang aqidah umpamanya, tantangannya semakin berat. Apalagi sekarang pihak-pihak lain di luar kita semakin kuat berusaha untuk mempengaruhi pemikiran-pemikiran para sarjana-sarjana yang kuliah di luar negeri. Sehingga tidak jarang  setelah mereka pulang ke Indonesia, mereka memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri. Islam sebagaimana kita ketahui tidak berhenti dibidang aqidah itu saja. Tetapi juga di bidang amaliah. Amaliah di sini kita mulai dari segi ibadah terutama pengertiannya. Amaliah ibadah masih kita pandang sebagai sesuatu perbuatan ritual. Tetapi apa pengertian ibadah sebenarnya, itu memerlukan pendalaman lagi.

Yang perlu dilakukan para ulama itu sendiri, bukan hanya sekadar pendalaman pengetahuan, tetapi juga penghayatan yang lebih mendalam, sebagaimana yang dihayati oleh Rasulullah saw dalam berdakwah. Kalau kita shalat, maka harus mengerti fungsinya. Demikian juga fungsi dari zakat dan puasa. Bahkan mulai dari pengucapan dua kalimat syahadat sampai masalah haji dan seterusnya. Dalam ibadah sosial , seperti zakat misalnya. Sampai sekarang masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menikmati apa yang sebenarnya diinginkan oleh Islam. Saya kira keadaan yang sedang kita alama sekarang ini adalah pengaruh dari kekurangan kita dalam bidang SDM. Terutama dalam bidang manajemen zakat.

Mengenai ibadah sosial lainnya seperti wakaf. Sebenarnya wakaf ini merupakan sumber dana yang sangat besar. Tetapi sampai sekarang masyarakat kita belum menikmatinya secara penuh. Mungkin, wakaf di negeri kita ini berjalan salah arah. Lebih terarah kepada kuburan, Masjid, Mushalla, Madrasah. Padahal wakaf prinsipnya dana dari masyarakat untuk masyarakat. Kita lihat contohnya sangat banyak. Di setiap negara Timur Tengah dapat dipastikan terdapat departemen wakaf. Dan mereka mampu membiayai melalui wakaf ini ribuan mahasiswa. Bahkan mahasiswa asing banyak juga yang mereka biayai. Contohnya Universitas Al Azhar di Kairo, dana wakafnya sangat luar biasa. Alhamdulillah, pada akhir-akhir ini sudah ada undang-undang tentang zakat dan wakaf. Tetapi masih jauh dari memadai. Dan diantara keluhan-keluhan yang ada lagi-lagi tentang SDM pada bidang itu. Semangatnya Alhamdulillah sudah begitu besar, tetapi kemampuan untuk memenej sumber-sumber keuangan supaya dapat dirasakan masyarakat kita, masih memerlukan pengembangan yang lebih jauh.

Baca Juga: Maafkan Aku...

Artinya, saya ingin mengatakan bahwa peran ulama sangat strategis di segala bidang. Karena secara perlahan para ulama kita jumlahnya semakin berkurang. Sebagaimana yang terdapat dalam sebuah makna hadits Rasulullah saw bahwa Allah tidak mencabut ilmu pengetahuan itu dari orang-orang seka (Hal-39) ligus sedemikian rupa. Tetapi Allah swt, mengurangi atau menahan ilmu pengetahuan dengan meninggalnya para ulama. Ketika para ulama itu sudah tidak ada lagi, maka orang-orang akan bertanya dan meminta solusi kepada orang-orang yang tidak menguasai bidangnya.

Kalau begitu, apa yang harus dikembangkan lebih lanjut?

Saya menginginkan adanya pertemuan tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia, untuk mengolah kurikulum yang seharusnya kita siapkan. Insha Allah, kalau sudah terbentuk kurikulum seperti ini, akan ada para pengajar yang handal. Mulai tingkat Taman Kanak-Kanak hingga strata S3. Sebab untuk untuk mengajarkan Ilmu Islam, tidak cukup hanya dengan tersedianya kurikulum, tetapi juga harus ada tenaga pengajarnya. Dalam hal ibadah haji, sebagai contoh, memang kita melihat sangat menggembirakan karena jumlah jamaahnya yang begitu besar. Tetapi sebenarnya apa yang mereka hayati selama berada di tanah suci, saya kira akan berbeda-beda. Sementara itu, bimbingan-bimbingan dari para ulama masih sangat terbatas. Karena yang diberangkatkan ke sana juga, masih orang-orang tertentu saja. Pada umumnya masih kalangan muda.

Pada bidang ibadah, saya menginginkan ada terjemahan-terjemahan yang lebih mudah diserap oleh masyarakat. Terutama tentang bacaan-bacaan dalam shalat dan dzikir, sehingga mereka bisa meresapi maknanya. Tentu para ulama sangat berperan dalam peningkatan kualitas ibadah umat Islam secara umum.

Apakah penghayatan para ulama dalam berdakwah masih kurang, hal itu kalau kita lihat dari masyarakat kita yang semakin jauh dari ulama?

Kalau ada seorang tokoh dipandang sebagai seorang ulama besar, kemudian mengatakan bahwa semua agama itu sama, dan kita akan masuk surga bersama-sama, itu kan sudah akal-akalan. Mungkin karena kita ada salah-salah terjemah. Di dalam ajaran Islam yang ditekankan dalam Al Qur’an, bahwa salah satu kebutuhan hidup manusia adalah aturan. Aturan dalam Islam itu disebut Ad Dien. Tetapi kita terjemahkan Ad Dien itu dengan agama. Karena agama di Indonesia sangat banyak, seakan-akan mengatakan bahwa kehidupan hidup manusia itu adalah agama-agama itu. Padahal yang dimaksud dengan Ad Dien dalam Islam itukan Cuma satu, yaitu Islam. Maksud Ad Dien dalam Islam bukan agama sebenarnya, tetapi kepatuhan kepada Allah. Taat dalam mencapai keridhoan-Nya. Jelas itu.

Anda mengatakan bahwa Indonesia masih banyak kekurangan ulama. Apa yang telah dilakukan MUI dalam hal ini?

MUI tidak terjun secara langsung. Karena MUI tidak mempunyai Madrasah atau lembaga pendidikan lainnya. MUI merupakan wadah pertemuan antara para da’i. Jadi usaha-usahanya sangat terbatas dalam mengordinir para (Hal-40) pelaksana pendidikan itu sendiri.

Baca Juga: SUDAH MEMBUKA LEMBAR KEBERAPA?

Menurut Anda, apakah kondisi masyarakat semakin mengalami krisis religiusitas?

Ya. Kalau kita lihat sekarang ini, masyarakat semakin tidak mendekat kepada Allah swt. Padahal kita sebagai manusia sangat bergantung kepada Allah swt. Coba direnungkan, kita tidak akan bisa  bisa hidup kalau tidak ada karunia dari Allah swt. Karunia itu berupa udara, makan, minum, sayur-sayuran, buah-buahan, pakaian hingga tempat tinggal. Apakah oksigen ini kita yang buat. Bahan-bahan makanan seperti beras, jagung, gandum, sagu, apakah ada orang yang sudah bisa membuat itu semua? Yang lain lagi air. Coba bayangkan kalau manusia hidup tanpa air. Seharusnya manusia itu semakin lama semakin sadar bahwa hidup mereka bergantung pada karunia Allah swt. Mestinya semakin taat. Tetapi kenyataannya di antara mereka ada yang mengungkapkan pendapat yang nyeleneh.

Masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai dakwahtainment daripada mengambil dari ulama yang punya kredibilitas. Bagaimana menurut Anda?

Mungkin itu disebabkan karena salah ulama juga (tertawa). Umat suka diajak melawak, daripada diajak untuk berpikir tentang apa yang mereka dengar. Malah kadang-kadang isi lawakannya ada yang cabul. Jadi untuk merubah itu tidak mudah. Sehingga masyarakat pada akhirnya menilai, bahwa dakwah ini bukan suatu ilmu pengetahuan, tetapi hiburan. Akhirnya, ketika ada ulama yang berceramah tetapi tidak ada unsur melawaknya, masyarakat tidak suka. Hasilnya, masyarakat lebih suka dakwah lewat hiburan ringan, seperti sinetron atau sandiwara. Kalau memang sejak semula ceramah-ceramah itu kita buat bukan sebagai hiburan, masyarakat tentunya tidak akan terbiasa dengan yang seperti itu. Kadang-kadang supaya masyarakat senang dengan si penceramah, maka ia mengisinya dengan lawakan yang bersifat hiburan. Padahal, kita kan datang ke pengajian untuk belajar. Bukan untuk menghibur hati.

Bagaimana menumbuhkan perasaan terarah bagi masyarakat, sehingga mereka tidak terombang-ambing terutama dengan derasnya arus informasi dan pemikiran yang menyesatkan?

Saya kira itu tidak bisa diatasi oleh ulama sendiri. Sebab jika kita bangun pagi, yang mempengaruhi otak kita sangat banyak. Seperti media cetak dan media elektronik. Apa isinya? Di Indonesia ini kan sudah ada Komisi penyiaran Indonesia. Mereka sudah banyak memberikan kritikan-kritikan, tetapi seperti tidak mampu mempengaruhi. Kenapa? Karena kita masih memberikan kesempatan banyak media yang sudah banyak menyimpang itu untuk tetap hidup. Padahal sangat berpengaruh buruk otak umat Islam. Kontrolnya sudah sangat lemah. Semestinya kan masyarakat lebih mendengar ulama daripada sumber lainnya. Harusnya ketika mereka mempunyai masalah bertanya kepada ulama, bukan yang lainnya. Tetapi itu juga menjelaskan seperti apa sesungguhnya standar masyarakat kita.

Baca Juga: SEPERTI ENGKAU MALU TERHADAP ORANG SHALIH

Dalam beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh ulama dalal ini MUI, dalam Hal (Hal-41) rokok misalnya, seringkali tidak diikuti kaum muslimin?

Mungkin saingan kita lebih dominan, yaitu iklan rokok. Sebab, rokok mengandung candu. Saya dulu mantan perokok. Rokok itu seperti tamu yang tidak diundang, terapi kita dirayu-rayu olehnya. Kemudian bisa berhenti karena kesadaran sendiri. Memang, kalau sudah kecanduan sulit melepasnya. Makanya, harus ada kerjasama yang kuat antara ulama dan pemerintah. Harusnya iklan-iklan rokok itu dikurangi. Pabrik rokok kalau bisa dikontrol. Tidak dilepas begitu saja. Fatwa yang di buat oleh MUI itu kan seperti petunjuk. Tidak mengikat. Jadi ketika MUI mengeluarkan fatwa, harus didukung semua pihak. Karena banyak sekali faktor yang mempengaruhinya.

Bagaimana sebaiknya pola hubungan yang ideal antara ulama dan masyarakat. Siapa yang harus berperan aktif?

Kedua-duanya. Para ulama harus punya kemampuan untuk memberikan solusi yang tepat dan cepat terhadap masalah umat. Bukan hanya saya kira, saya kira saja (tertawa). Jadi, ulama itu butuh pengetahuan yang luas dalam bidangnya. Karena tidak ada manusia yang bisa menguasai semua bidang ilmu pengetahuan. Sementara masyarakat kita himbau untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga bisa bersinergi dengan ulama.

Kenapa Anda tertarik mempelajari ushul fiqh sampai memperoleh gelar Doktor?

Sejak dahulu kan umat Islam bahkan ormasnya banyak bertengkar mengenai masalah-masalah khilafiah. Ternyata perbedaan pandangan itu mempunyai latar belakang yang sangat panjang. Dan tentang itu semua dipelajari dalam ilmu ushul fiqh. Karena itulah saya tertarik mempelajarinya. Ketika kita pelajari lebih dalam dan kita mengerti akar permasalahannya, kita tenang-tenang saja. Karena yang menemukan jawabannya. Yang terpenting, dalam berbeda itu kita punya dalilnya. Jangan melakukan sesuatu yang kita tidak punya dalilnya. Ketika orang masih saja saling bertengkar tentang hal-hal yang cabang, berarti mereka tidak memahami ilmunya. Sebab masalah khilafiah itu sulit diatasi.

Apa pesan Anda untuk kaum Muslimin?

Ketaatan kita hanya kepada Allah. Jangan sampai kita taat kepada seorang kiai secara membabibuta, meskipun pendapatnya salah.

Baca Juga: MUNGKINKAH MASJID AL AQSHA RUNTUH

Biodata

Nama : DR. Anwar Ibrahim

Putra:  1 orang. Sedang menyelesaikan program S3.

Pendidikan:

-        S1 IAIN Palembang, Jurusan Syari’ah

-        S2 Al Azhar, Kairo, Mesir, Jurusan Ushul Fiqh

-        S3 Al Azhar, Kairo, Mesir, Jurusan Ushul Fiqh

Jabatan:

-        Ketua Majelis Fatwa Majelis Ulama Indonesia

-        Ketua Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia



 Majalah Tarbawi Edisi 212 Th. 11, Syawal 1430  H, 8 Oktober 2009  M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar