Nama yang Terlupakan
(Hal-38) Kejadiannya berawal Ketika saya mau mudik. Saat itu kebetulan satu bus dengan kakak Tingkat di kampus. Wajah beliau begitu familiar. Beliau sering mengisi kegiatan keputrian di salah satu organisasi di kampus. Saya dan si mbak ini memang jarang mengobrol. Hanya saling sapa saat berpapasan di kampus.
Di dalam bus saya duduk di sebelahnya. Kebetulan kami juga satu propinsi, tetapi beda kota. Perjalanan kami penuh dengan obrolan ringan. Seputar kegiatan kampus dan keluarga. Sebenarnya, saya lupa nama beliau, tetapi saya malu bertanya ulang siapa Namanya. Masa nggak ingat sih sama nama kakak tingkat? Obrolan kita pun terus berjalan seiring konsentrasi saya mengingat namanya.
Bus kemudian berhenti untuk sementara saat menyebrang selat. Kita pun beristirahat selama satu jam di salah satu dek kapal penyeberangan. Karena saya yang begitu mengantuk, sehingga tidak tahu ketika si Mbak pergi ke dek lain di dalam kapal. Saat kapal merapat, semua penumpang kembali ke dalam bus. Saya bergegas kembali ke dalam bus.
Sesampainya di dalam bus,
ia belum kelihatan. Hampir 3 jam, ia belum kembali juga ke dalam bus. Kondektur
bus mulai menanyakan kepada saya sebagai teman sebangku beliau. Seingat saya,
ada nomor ponsel beliau yang pernah diberikan tetapi saya lupa nama dirinya di
phone book saya sehingga saya sulit menghubungi beliau. Kondektur bus pun
kembali ke dalam kapal guna mencari dirinya.
Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi
Ternyata beliau sempat
pingsan di kapal. Ia hanya di dudukkan saja oleh penumpang lainnya karena tidak
ada yang mengenali. Saya jadi merasa bersalah.
Dari peristiwa tersebut,
saya mulai menjalin kontak dengan teman-teman yang jarang dan tidak pernah saya
hubungi. Walaupun hanya sekadar sms tentang kabar. Sekecil apa pun bentuk
perhatian kita kepada orang-orang di sekitar kita amatlah berarti. Dengan begitu,
saya jadi terlatih untuk selalu mengingat orang-orang yang dipertemukan Allah
dengan saya.
(Astuti
Karina - Bogor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar