Minggu, 06 September 2020

Kemudahan Yang Menyulitkan

Kemudahan Yang Menyulitkan[1][2][3]

(Hal-38) Dunia maya semakin nyata. Orang terus berbondong-bondong, lebih dari eksodus, masuk ke ruang virtual melalui internet. Pasti, jumlahnya melebihi angka imigrasi di manapun dalam sejarah kehidupan manusia. Pertumbuhan internet jauh lebih tinggi dibandingkan media-media lain. Tahun 1999, pengguna internet di dunia 250 juta orang. Tahun 2008, populasi internet dunia menembus angka 1,5 milyar.



Lompatan angka pengguna internet itu juga berkorelasi dengan bertambahnya kasus-kasus sebagai eksesnya. Seperti kasus perselingkuhan yang susul-menyusul, seiring semakin terkoneksinya orang. Beragam modus dengan berbagai motif. Tetapi pada awalnya adalah keterhubungan. Ya, kita tersambung dengan banyak orang. Sebagiannya pernah kita kenal, sebagian yang lain memang baru kita kenal di dunia online itu.

Keterhubungan sebenarnya adalah berkah, sebagaimana silaturahmi di dunia nyata. Ada komunikasi yang tersambung lagi. Ada teman-teman baru yang menambah daftar orang-orang di sekitar kita. Ada jaringan besar yang kita di dalamnya. Maka ada peluang rezeki di dalamnya, juga peluang membangun harmoni dengan cara yang berbeda. Ada keterbatasan yang teratasi. Ruang dan waktu tak lagi relevan disebut sebagai penghalang. Di manapun, kapanpun kita bisa menjalin komunikasi.

Namun potensi itu bukan tanpa masalah. Keterhubungan yang luas memberikan kita banyak pilihan. Kita semakin bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Mungkin kita dulu pernah membangun komunikasi yang intens dengan seseorang, kemudian karena suatu sebab terputus, dan internet kembali menyambungkannya. Ada kesempatan di depan mata kita. Pilihannya, muara mana yang hendak kita tuju.

(Hal-39) maka ada kisah cinta yang terbangun kembali. Komunikasi telah membawa lagi kenangan yang terpendam. Ada haru biru, goncangan perasaan, romantisme yang kembali datang. Terjalin kembali hubungan asmara secara virtual yang sangat mungkin berujung di dunia nyata.

Dengan karakternya yang impersonal, keterhubungan secara virtual bisa membangun kedekatan secara lebih. Orang menjadi sangat terbuka dalam komunikasi ini. Dia berani megungkapkan seluruh isi hatinya yang dalam dalam pertemuan langsung mungkin sulit terjadi. Orang yang paling pendiam sekalipun berani berterus-terang. Di sinilah muasalnya, ketika curahan hati itu bertaut. Ada perasaan-perasaan terpendam yang kemudian tergali.

Komunikasi virtual juga membangun perasaan individual. Ketika seseorang berkomunikasi dengan yang lainnya, dia merasa berada di sebuah line khusus, tak ada yang tahu selain mereka berdua. Maka ada perasaan aman karena menganggap pasangannya tidak tahu, begitu pula sebaliknya. Yang punya status sosial tertentu, misalnya ulama atau tokoh masyarakat yang lain, tetap merasa aman, karena merasa tak akan ada yang meruntuhkan kredibilitasnya.

Komunikasi virtual yang berjejaring global ini pun memberikan banyak pilihan. Ada orang-orang baru yang selalu membuka dirinya untuk diajak berbincang. Internet sangat mungkin menjadi ruang pelarian orang-orang yang punya masalah komunikasi di dunia nyata. Ada remaja yang tak menemukan sosok untuk mencurahkan isi hatinya kemudian bertemu sosok virtual. Atau, kisah seorang istri yang gelisah dengan hubungannya yang gersang dengan suaminya kemudian terobati oleh teman ngobrolnya di internet.

Begitulah, kemudahan yang ditawarkan internet bisa berujung pada kesulitan. Pada masalah-masalah yang sejatinya kita ciptakan sendiri. Agar tak terjebak, pastikan kita memiliki cara pandang yang konstruktif atas komunikasi virtual itu. Pertama, batas antara maya dan nyata itu sebenarnya sangat tipis. Naif kalau kita berpikir,’Toh ini Cuma virtual’. Semua berawal dari sini. Kontak fisik kemudian adalah soal kesempatan semata yang menunggu untuk diwujudkan.

Kedua, masalah-masalah kita di dunia nyata harus selesai di dunia nyata juga. Membawa masalah ke dunia virtual hanya akan menjebak kita pada uluran tangan-tangan tak bertanggungjawab. Ketiga, jangan pernah berharap dunia virtual akan membangkitkan masa lalu. Masa lalu mungkin indah dalam kenangan, tapi pasti mustahil diulang. Keempat, seberapapun intensitas kita dalam dunia maya, kita tetap ada di dunia nyata. Kita harus sadar bahwa kita masih hidup dengan orang-orang yang nyata, di sekitar kita. Ada istri, suami, anak-anak, saudara dan yang lainnya. Yakinlah selalu, ada implikasi dari setiap pilihan kita.

Jadi biarkan jejaring global itu menawarkan fitur-fitur yang kian memikat. Manfaatkan saja kemudahan yang ditawarkannya. Manfaatkan seperlunya, semoga tidak ada kesulitan diujungnya. (end)

 



[1] Edi Santoso. Dosen dan Master dalam bidang komunikasi, mengambil Tesis tentang jurnalisme kontemplasi dalam mengulas kemanusiaan, antara Tarbawi dan Tempo.

[2] Majalah Tarbawi, Edisi 241 Th.12, Muharram  1432 H, 16 Desember 2010 M

[3] Diketik Ulang Eddy Syahrizal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar