Sabtu, 17 Agustus 2024

Teknologi Semestinya Mendekatkan

 

Teknologi Semestinya Mendekatkan 

Oleh Edi Santoso

Teknologi Semestinya Mendekatkan
Teknologi Semestinya Mendekatkan


(Hal-44) Teknologi mempermudah, tetapi kadang juga membuat susah. Teknologi komunikasi bisa menghilangkan batas, tetapi sering juga membuat jarak. Teknologi seluler misalnya, jelas bisa mendekatkan banyak orang. Dengan segala fiturnya, telpon seluler menghubungkan orang secara lintas kota, pulau, bahkan lintas negara. Tetapi kadang juga menjauhkan. Lihatlah saat lebaran, orang cukup mengirimkan SMS permintaan maaf sebagai pengganti silaturahmi. Padahal mereka dalam satu kampung. “kosong-kosong ya, hehe...,” begitu saja salam silaturahmi mereka.

Teknologi memang membentuk peradaban. Setidaknya itu pendapat McLuhan mewakili paham determinisme teknologi. Sampai cara berpikir orang juga dibentuk oleh teknologi. Dulu di era mesin ketik misalnya, orang tak punya banyak pilihan dalam merevisi tulisan. Terlalu rumit dan merepotkan. Di masa itu, orang dituntut untuk berpikir linier, runtut, sistematis, dan rapi. Di masa komputer, semua berubah. Orang bisa melakukan copy paste dengan mudah. Jadilah orang cenderung berpikir zig zag, instant, dan acak.

Untuk Kesempurnaan I’tikaf

 

Untuk Kesempurnaan I’tikaf 

Oleh Sulthan Hadi

Untuk Kesempurnaan I’tikaf
Untuk Kesempurnaan I’tikaf 


(Hal-31)  Definisi I’tikaf

I’tikaf secara bahasa, adalah konsistensi dalam melakukan sesuatu dengan memusatkan fisik, hati dan pikiran dalam hal tersebut, baik itu dalam perkara yang baik maupun yang tidak baik. Allah berfirman,

“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?”

(QS. Al Anbiya’: 52)

Atau juga diartikan sebagai sikap berdiam diri di suatu tempat untuk melakukan ibadah terhadap sesuatu itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah mendekati Masjid dan berdiam diri di dalamnya dengan niat untuk taqarub kepada Allah azza wa jalla.

Jumat, 16 Agustus 2024

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud

 

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 

Oleh Edi Santoso

Satu Per Satu Impian Itu Terwujud
Satu Per Satu Impian Itu Terwujud 


(Hal-28)  Sangsi. Ragu. Perasaan itu sering menghampiri H. Tauhidin (40) sebelum mimpi dan cita-citanya banyak yang berubah menjadi nyata. Pria yang kini menjadi salah satu Pegawai Negeri Sipil di Banyumas, Jawa Tengah itu, mengisahkan bagaimana satu demi satu kesuksesan menghampirinya. Yakin pada akhirnya. Dan, ada rahasia I’tikaf di baliknya.

Kepada Tarbawi ia mengawali kisahnya, “Dengan segala kondisi yang ada, wajar jika banyak yang menyangsikan impian saya bisa terwujud. Dengan Ijazah SLTA, saya tak punya banyak pilihan pekerjaan. Tak kurang dari 15 tahun saya bekerja sebagai tukang sapu jalanan. Seolah tak ada harapan karir. Mungkinkah saya punya rumah sendiri? Mungkinkah bisa naik haji?

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah

 

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah

Pilihan Allah Tidak Pernah Salah


(Hal-43) Sejak kecil hingga tamat SMU aku tidak pernah bermimpi ataupun bercita-cita menjadi seorang guru Bahasa Arab. Tapi itulah profesiku sekarang. Tahun 2003 saya tamat SMU, dan ikut tes di salah satu Perguruan Tinggi. Namun saya sangat terkejut ketika melihat hasil pengumuman, yang mana namaku tercantum sebagai salah satu seorang mahasiswi jurusan Bahasa Arab.

 Awalnya saya sangat kecewa, karena saat mengisi formulir pendaftaran saya sebenarnya hanya iseng menulis Bahasa Arab sebagai pilihan terakhir, taoi ternyata malah diterima. Saat itu saya merasa tidak sanggup menjadi mahasiswi jurusan Bahasa Arab karena latar belakang pendidikan umum. Tapi orang tua dan keluarga sangat mendukung, mereka selalu berpesan bahwa inilah pilihan Allah yang terbaik untuk saya dan tidak ada orang pintar tanpa belajar.

Mengakhiri Kesendirian Setelah I’tikaf

 

Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf 

Oleh Ahmad Zairofi AM dan Rahmat Ubaidillah

Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf
Mengakhiri Kesendirian Setelah  I’tikaf


(Hal-21)  I’tikaf bagi Miftahuddin (31) adalah lompatan besar. Hidupnya berproses, tangga demi tangga bersama I’tikaf. Mulanya kesadaran, sesudah itu perasaan bergantung kepada Allah yang mendalam. Kesendiriannya sebagai seorang bujangan, pun ia akhiri dengan memintanya kepada Allah, melalui I’tikaf.

Kepada Tarbawi ia mengisahkan, bahwa sejak tahun 2002, ia sudah terbiasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan. Waktu itu, ia masih bekerja di daerah Citeurup pada bagian maintenance di sebuah pabrik yang cukup ternama. Kebiasaan i’tikaf itu karena pengaruh lingkungan tempat di mana ia kost. Bersama teman-teman satu kost, miftahuddin sering mengikuti pengajian rutin di Masjid terdekat. Dari situ rasa keislamannya tergugah. Ia tersadar, bahwa selama ini dirinya banyak melalaikan perintah Allah. Rasa dahaga terhadap pemahaman agama membuat Miftahuddin banyak membaca buku-buku Islam. Rajin menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah, termasuk sunnah i’tikaf.

Kamis, 15 Agustus 2024

Meminta Buah Hati di Malam-Malam I’tikaf

 

Meminta Buah Hati di Malam-Malam I’tikaf 

Oleh Ahmad Zairofi AM dan Purwanti 

Meminta Buah Hati di Malam-Malam I’tikaf
Meminta Buah Hati di Malam-Malam I’tikaf

   

(Hal-12)  Bagi Perempuan ini, bertutur tentang pengalaman I’tikaf membelah lagi segala perasaan hatinya. Betapa tidak, permintaannya untuk segera mendapatkan buah hati, terasa terkabul melalui I’tikaf. Tapi Bersama itu ada duka sangat mendalam: suaminya tidak sempat melihat kehadirn anak tercinta yang mereka  rindukan Bersama untuk segera hadir.

Rohimah Fadlah (31), seorang guru Sekolah Menengah Pertama, di Jakarta. Kala itu, belum lama menikah, menanti buah hati, dalam situasi rintisan kebersamaan membangun rumah tangga, rasanya Bahagia tak punya kesudahan kiranya. Sepertinya semua kisah ini baru saja mulai. Dan tiba-tiba begitu cepat harus selesai.

Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia

 

Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia 

Oleh  Ahmad Juwaini

Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika  

Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia
Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia


(Hal-54)  Zakat adalah ajaran Islam yang pernah mewarnai sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw, sampai kepada generasi sahabat dan para khalifah sesudahnya. Zakat pernah membuktikan telah menjadi salah satu faktor penting mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan.

Zakat sebagai sumber daya ekonomi umat yang besar akan senantiasa hadir dengan kekuatannya manakala dikelola dengan tepat. Pengelolaan zakat yang bersifat individualis dan sesaat menyebabkan zakat tidak dapat dimobilisasi dan didayagunakan dalam rangka mendanai keperluan strategis umat.