Urgensi Pilkada Terhadap Dakwah

Urgensi Pilkada Terhadap Dakwah
(Hal-42) Pilkada adalah salah satu faktor yang mampu
memajukan daerah dengan mengelola potensi-potensi yang tersedia di daerah,
sebab selama ini dengan pengelolaan yang terpusat kurang mampu diberdayakan
secara optimal. Dari situ pilkada menyimpan suatu harapan
untuk optimalisasi pengelolaan sumber daya lokal yang memang tersedia dan belum
di reoptimalkan itu.
Dalam konteks ini tentu dakwah akan mendapatkan manfaat seiring dengan optimalisasi sumber-sumber daya ini. Sebab dakwah konsepnya integralistik dan komprehensif misinya menyampaikan pesan Allah, mengajak manusia untuk memahami, mengimani, mengaplikasikan tuntunan dan pesan-pesan itu dengan dukungan sumber daya yang telah Allah sediakan. Pada akhirnya sumber daya itu dikhidmahkan untuk kemajuan meningkatkan martabat hidup manusia.
Kualitas manusia itu
tentu secara nilai harus berada dalam dakwah. Sebab kalau tidak berada di jalan
dakwah, maka sumber-sumber itu hanya akan digunakan untuk menggerogoti harkat
dan martabat manusia itu sendiri. Persoalannya, sumber daya itu hanya sarana, apakah itu untuk memajukan atau
menjatuhkan.
Secara khusus tentu pilkada ini akan memunculkan faktor atau
potensi politik yang lebih baik, bisa memilih pemimpin yang bisa membawa
kemajuan pada periode kepemimpinannya. Kepemimpinan yang baik itu tentu saja
menjadi kondusif bagi dakwah. Sebab dakwah ini mampu
berkembang dengan dukungan politik, tidak pernah dakwah ini dalam sejarahnya
tanpa dukungan politik.
Baca Juga: MungkinkahMasjid Al Aqsha Runtuh
Karena itu, Al Qur’an
membumi karena furqan dan sulthan. Furqan, kekuatan hujjah dan
kebenaran Al Qur’an berinteraksi dengan hati manusia, maupun dengan uqul wal
basyar. Tapi itu tidak cukup untuk membumikan Al Qur’an, tetap saja
dibutuhkan quwwah as-sulthan. Disitulah peran politik.
Maka dalam konteks ini,
kepemimpinan daerah menjadi penting. Karena sebagai gerakan dakwah tidak tepat
kalau mengambil posisi marjinal hanya mengamati. Orang-orang baik, orang-orang
mukmin, da’i dan pejuang itu tidak pada tempatnya mengambil posisi marjinal. Sebab
kita semua selalu berdoa waj’alni lil
muttaqina imama.
(Hal-42) ini tentu peluang Pilkada harus kita maknai dalam
konteks untuk memunculkan kepemimpinan yang bergerak dalam koridor meningkatkan
ketakwaan sosial. Kita harus pro aktif, supaya kepemimpinan yang akan datang
lebih berpihak kepada dakwah. Dengan berpihak kepada dakwah berarti berpihak
pada masa depan dan kemajuan masyarakat.
Dari kepemimpinan politik di daerah ini, potensi-potensi lain dikelola
untuk kemajuan daerah yang bersangkutan. Dalam Islam tentu saja kepentingan
manusia secara individual maupun secara komunal itu sudah final, yaitu
kepentingan agama, aqidahnya, kemaslahatan, jiwa, akalnya kehormatan, dan harta
bendanya seperti dalam Maqosid Syari’ah. Agar kepemimpinan ini bergerak
dan mempunyai perspektif ke depan sesuai dengan al maqosid asy-syariah, maka dakwah harus ambil bagian.
Kalau kita bercermin kepada umat Islam, dakwah ini selain punya aspek yang sentralistik, juga ada aspek yang yang siatnya desentralistik. Sentralistik karena ajarannya harus sama. Namun, pada tahap aplikasi dibuka peluang untuk berkompetisi antar daerah dan itu adalah sesuatu yang sehat. Dalam syariat, zakat itu semagatnya desentralisasi, pengelolaannya per distrik.
Sehingga, boleh jadi suatu daerah
yang surplus zakatnya menjadi donor bagi daerah minus. Tentu itu menjadi lahan
kompetisi yang menarik dan bisa menjadi ukuran kinerja para pemimpin masyarakat
dan politik di daerahnya masing-masing.
Berdasarkan capaian itu, masyarakat harus menilai kinerja tersebut. Kalau suatu daerah misalnya termasuk daerah surplus, tetapi lima tahu ke depan kok tertinggal dengan daerah tetangganya, ini ada apa? Itu berarti kinerja kepemimpinan periode itu kurang bagus, sehingga periode selannjutnya harus diganti.
Baca Juga: Seperti Engkau Malu Terhadap Orang Shalih
Jadi itu juga menjadi alat penilai kinerja. Peningkatan jumlah muzaki dan pengurangan jumlah mustahik juga
menjadi parameter keberhasilan. Termasuk juga peningkatan jumlah yang terdidik
atau berkurangnya buta huruf Al Qur’an.
Kalau kita bicara dakwah pada konteks pilkada, harus diletakkan pada kerangka yang tepat. Kalau hanya pada kerangka dan simbol partai saja, itu sempit. Kerangka dakwah itu kerangka keumatan.
Dari sini PKS atau siapapun perlu langkah-langkah inisiatif untuk menggalang kerja-kerja yang sinergis antar kekuatan-kekuatan umat yang memang peduli dengan kemaslahatan dakwah, bagaimana focus lima tahun ke depan.
Selain itu, PKS perlu menggalang kekuatan
eksternal partai, sebab dakwah jangan dipersempit dengan kerangka partai atau
ke jamaah tertentu, sebab hal itu akan
memasung masa depan dakwah itu sendiri.
Yang jelas pilkada adalah peluang. Adalah naif kalau tidak antusias menyambut peluang ini. Bahwa tingkat keterlibatan kita sesuaikan dengan tingkat marhalah. Ini adalah perjuangan kolektif, seluruh komponen masyarakat daerah yang peduli dengan kemajuan masyarakatnya dan kemajuan dakwah. Tanggung jawab itu kita bagi bersama meskipun kita tetap sebagai pionernya.
Baca Juga: Sudah Membuka Lembar Keberapa?
Majalah Dakwatuna, Edisi 8 Th.01, , April-Mei 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar