Senin, 02 Desember 2024

Partai Dakwah di Berbagai Negeri

 

Partai Dakwah di Berbagai Negeri

                       

Partai Dakwah di Berbagai Negeri
Partai Dakwah di Berbagai Negeri

(Hal-09) soal perjuangan di pentas politik, sebenarnya ummat Islam punya setumpuk pengalaman berharga. Banyak partai Islam yang turut mewarnai blantika perkembangan politik di berbagai negara. Keberhasilan, kegagalan, bahkan kesalahan, semuanya menjadi bahan pelajaran bagi perjuangan dakwah Islam di seluruh dunia.

Di Yordania, misalnya, gerakan dakwah sudah terlibat dalam pemilu sejak 1989. Dr. Abdul Latif Arabiyat salah seorang tokoh politik Islam Ikhwanul Muslimin di sana menegaskan, parlemen Yordan kesebelas merupakan parlemen pertama yang paling sukses dalam sejarah Yordan. Namun ia memberi catatan,

“Kami memasuki pemilu tahun 1989 tanpa program dan persiapan yang realistis bagi jargon politik yang kami angkat, “Islam huwal hall” (Islam satu-satunya solusi).”

Sebenarnya sebagian besar masyarakat menghendaki solusi Islam. Namun, sayangnya belum tersedia solusi aplikatif yang siap dan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.

Baca Juga: Saling Mengingatkan tentang Niat

Di Mesir, motto Al Islam huwal hall, juga menjadi jargon utama gerakan dakwah di pentas politik. Jargon yang diangkat Ikhwanul Muslimin Mesir pada1984 itu mampu memikat rakyat. Saiful Islam, salah satu tokohnya mengatakan,

“Kami selalu bersikap objektif. Memuji langkah-langkah baik yang dilakukan pemerintah, sekaligus mengoreksi berbagai kesalahan yang mereka lakukan. Cara seperti itu menjadikan orang lain menghormati kami. Bahkan salah seorang anggota Dewan dan beberapa wakil pemerintah berkata,”Aku bersaksi baru pertama kali Mesir melihat adanya oposisi yang objektif, berwawasan kebangsaan yang serius, dan berorientasi kepada kepentingan negara secara keseluruhan.”

Agaknya, rahasia dari semua itu bisa ditemukan pada ungkapan Saiful Islam,

“Kami adalah juru dakwah yang mengajak kepada Islam sebelum kami menjadi anggota parlemen dari golongan oposisi. Dengan begitu, pengaruh pemikiran dan pengaruh maknawi yang kami miliki, jauh melebihi jumlah kami. Jumlah kami hanya berkisar 8%, dari jumlah keseluruhan parlemen.”

Di Turki perjalanan politik dakwah Islam mengalami lika-liku yang cukup rumit. Ketika sistem politik multi partai diberlakukan di sana tahun enam-puluhan, para aktivis Islam mulai terlibat di lapangan politik, meski tidak secara terang-terangan. Ketika itu, para aktivis Islamis masih menemui banyak kesulitan membawa warna Islam ke pentas politik.

(Hal-9) Kaum Islamis beberapa kali sempat pindah partai, sesuai dengan tuntutan kondisi. Ketika Partai Demokrat ditutup tahun 1961, para aktivis Islam pindah ke Partai Keadilan, pimpinan Sulaiman Demirel. 

Hingga pada januari 1970, ketika Najmuddin Erbakan dan kawan-kawan mendirikan partai Nizam Wathoni (PNW), aktivis Islam pun segera bergabung di bawahnya.

Baca Juga: Memahami ‘Jarak’ Dalam Komunikasi

Boleh dikatakan, inilah partai pertama yang menyatakan Islam secara tegas di negeri sekuler itu. PNW, secara terang-terangan menyatakan cita-citanya untuk melakukan Islamisasi di Turki, sekaligus mengajak mendirikan Pasar Bersama Islam, menggusur Pasar Uni Eropa yang menggunakan sistem ekonomi ribawi.

 Pada 12 Maret 1970 terjadi kudeta militer. Melalui keputusan mahkamah Agung, PNW ditutup dengan tuduhan melancarkan kampanye menegakkan syari’at Islam di Turki,Erbakan sempat ditahan. Setelah dibebaskan, Erbakan pergi ke luar negeri.

Dua tahun kemudian, tepatnya 11 Oktober 1972, Erbakan dan kawan-kawannya kembali mendirikan Partai Salamah Wathany (PSW). Status Erbakan, yang mantan tahanan politik, menjadikannya sulit untuk dimunculkan sebagai pemimpin partai. Gantinya, Sulaiman Arif Amruh. Popularitas PSW naik, perlahan tapi pasti. Meski didirikan hanya beberapa bulan sebelum pemilu 1973, PSW berhasil meraih 11,8% (1.265.000) suara, atau 48 kursi.

Sekolah itu PSW terlibat dalam pemerintahan koalisi. Sementara Erbakan memimpin misi pembangunan spritual dan industri berat di Turki. Selama dua tahun, ia berhasil membangun 70 pabrik, 300 sekolah agama, 10 perguruan tinggi, dan 3000 madrasah Al-Qur’an.

Pada pemilu 1977, popularitas PSW merosot. Pasalnya, koalisi PSW dengan Partai Demokratik Republik (PDR) memunculkan perdebatan sengit di kalangan kaum Islamis. PSW dianggap menyimpang dari tujuan Islam. Akibatnya, pada tahun 1977, PSW hanya mengantongi 8,6% suara.

Selanjutnya, sejak November 1979, para tokoh PSW mempertajam kembali dukungannya pada kepentingan Islam. Mereka memposisikan diri sebagai oposisi. Dalam salah satu Muktamarnya, PSW mengundang seluruh pemimpin partai Turki dan semua duta besar negara Islam. Ketika itu, azan dikumandangkan. 

Baca Juga: Profesional

Bahkan ketika lagu mars kemerdekaan Turki, Salam Wathony dinyanyikan, umumnya hadirin tidak berdiri. Pada kesempatan itu, PSW mengangkat slogan “Islam akan datang, Syariat Islam atau mati.”

Erbakan berkata dalam pidatonya, “Istambul akan menang kembali.” Ia mengarahkan pidatonya kepada para hadirin dengan mengatakan,”Bersiaplah menjadi pasukan kemenangan kembali.” Dan, ternyata muktamar inilah yang menyebabkan PSW dipukul dan dibubarkan.

September 1980, Kan’an Efret melakukan kudeta militer. Erbakan ditangkap bersama para fungsionaris PSW. Partai-partai lain juga dibubarkan, meski hanya PSW dan partai Harokah Qaumiyah yang dibawa ke meja hijau. 

Berikutnya, 19 Juli 1983, Erbakan kembali mengajukan pendirian partai kepada kementerian dalam negeri Turki. Maka muncullah partai Refah yang didirikan bersama 17 kawannya. Refah menawarkan program-program Islami yang lebih banyak dari PSW dan PNW. Namun dalam pemilu Refah hanya memperoleh 7,2% suara.

Minimnya dukungan kepada Refah, punya beberapa alasan. Antara lain, rakyat masih mengalami trauma politik akibat sejumlah tragedi yang menyimpulkan kuatnya cengkraman militer dalam politik. PNW yang dulu muncul, telah diberangus militer, PSW pun mengalami nasib serupa. 

Di samping itu, suara kaum Muslimin juga terpecah ke berbagai partai yang ada. Hanya saja, sedikit demi sedikit, (Hal-11) dukungan suara terhadap Refah secara mengejutkan terus bertambah. Pada pemilu 1991, Refah mendapat 11,8% dan 19% pada pemilu 1994.

Baca Juga: KarenaSyaitan itu Musuh …

Secara umum, perkembangan penting telah terjadi pada partai Refah. Refah tidak lagi milik aktivis Islam saja. Tapi telah terbuka bagi seluruh rakyat Turki. Erbakan menyebutkan statemen itu pada Muktamar IV, Oktober 1993. Setelah itu, bergabunglah puluhan pejabat tinggi, para hakim, para mantan anggota partai lain.

Retorika politik Refah pun mengambil cara baru. Erbakan selalu menyerukan untuk menghormati HAM dan kebebasan berfikir. Di samping itu, refah menjalin koalisi rahasia dengan para wakil aktivis Islam yang ada pada partai Ibu Pertiwi dan partai Keadilan Sejati. Koalisi itulah yang digunakan untuk menghadang usaha-usaha PDR membesarkan sekularisme melalui undang-undang dan menggencet kaum aktivis Islam.

Beberapa Pelajaran

Aktivitas politik yang dilakukan partai dakwah di sejumlah negara, menjadi aset sangat bernilai bagi gerakan dakwah di seluruh dunia.

Kasus Jordania, mencerminkan sikap masyarakat yang pada dasarnya mudah menerima Islam. Sayangnya, kenyataan itu harus berhadapan dengan kekurangsiapan gerakan dakwah memenuhi keinginan mereka. Fenomena ini sebenarnya wajar, karena saat itu merupakan era pertama bagi gerakan dakwah memasuki medan politik yang sangat luas.

Mesir, dalam hal ini, lebih matang. Sehingga kiprah aktivis dakwah berkiprah di parlemen bukan hanya memiliki nilai lebih dibanding wakil kelompok lain, bahkan mengundang pujian. Sikap objektivitas, salah satu kuncinya. Selain, gerakan dakwah di Mesir memang telah lama berinteraksi di masyarakat, baik sebelum atau setelah era politik.

Baca Juga: Bisakah kita Buktikan Keimanan Kita?

Kedekatan antara dakwah dan masyarakat harus muncul dalam suasana “Aspirasi rakyat adalah aspirasi gerakan dakwah.” Denyut serta irama hidup masyarakat adalah dinamika perjuangan gerakan Islam. Dalam tahap yang lebih jauh, rumusan itu bisa diterapkan terbalik. “Aspirasi gerakan dakwah adalah aspirasi masyarakat.” Saat itu, rakyat akan berdiri menjaga eksistensi dakwah dari segala bahaya yang mengancamnya.

Era politik bagi gerakan dakwah memiliki konsekuensi besar. Gerakan dakwah yang kini menjadi tulang punggung eksistensi dunia Islam, harus mampu merajut kebangkitan Islam hingga berskala global. Gerakan dakwah harus mengubah image dunia tentang Islam yang terlalu salah kaprah. 

Menghilangkan sindrom Islamophobi dalam diri masyarakat, melalui gerakan pemikiran yang dialogis, akses ke politik yang jujur, dewasa, dan konstitusional, pemberdayaan kehidupan sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi. Serta tak lupa penataan struktural yang sanggup mewadahi semua potensi kreatif manusia Muslim.

Dalam konteks ini, perjalanan politik Islam di Turki dan Mesir, mengajarkan, langkah keterbukaan yang tidak berlawanan dengan pagar syari’at Islam, mendesak untuk dilakukan. 

Langkah ini setidaknya, yang justeru melambungkan popularitas dan keberhasilan gerakan dakwah di Turki dan Mesir. Nilai-nilai universal Islam, dengan keistimewaannya, memang sangat dinantikan ummat manusia. Di sini gerakan dakwah dituntut melahirkan ide dan gagasan yang lebih membumi. Tidak terjebak pada lingkup idealitas yang sulit diaplikasikan.

Pelajaran lain, dunia politik yang menuntut banyak ijtihad dalam berinteraksi dengan berbagai kekuatan lain memerlukan tingkat sosialisasi yang merata di ummat Islam. Merosotnya pendukung gerakan Islam di Turki, antara lain disebabkan kerjasama dengan pihak luar belum tersosialisasi dengan baik.

Baca Juga: Hanya Karena Kehendak Allah ....

Apapun, parameter keberhasilan dakwah, tak diukur lewat perolehan suara. Melainkan, sejauhmana kebaikan Islam lebih bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Partai, hanya salah satu instrumen perjuangan. Dan yang lebih utama adalah bagaimana dakwah Islam tetap tegak di muka bumi, dengan partai atau tanpa partai sekalipun. Wallahu’alam bi shawab.



Majalah Tarbawi, Edisi 001 Th.I, Shafar 1432, 31 Mei 1999 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar