Rabu, 28 Februari 2024

Mengapa Mengutamakan Ampunan Allah di Sini?

 

Mengapa Mengutamakan Ampunan Allah di Sini?[1]

Oleh Sulthan Hadi dan M. Lili Nur Aulia 

[Hal-13] Sebuah karunia usia, tak bisa dihargai dengan nilai apapun. Satu jam, satu menit bahkan satu detik, atau lebih pendek dari satu detik, bisa merubah banyak hal dan memunculkan peristiwa besar dalam kehidupan. Rasulullah Saw bahkan  pernah mengingatkan kita tentang rentang waktu yang panjang, yang digunakan dalam jenis amal tertentu, tapi tetaplah intinya ada di ujung waktu hidup ini. Kebaikan atau keburukan di ujung usia. Itulah intinya.



Rasulullah Saw bersabda,

“Sesungguhnya ada seseorang yang selalu beramal dengan amalan ahli jannah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan jannah kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan ahli nereka, lalu iapun memasukinya. Dan seorang yang senantiasa beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak dirinya dengan neraka kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalah ahli jannah dan ia pun memasukinya.”

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu  ini sama sekali tidak menafikan kebaikan amal yang dilakukan seseorang dalam rentang waktu yang lama. Hanya saja, menurut para ulama hadits yang dimaksud di sana adalah seseorang yang beramal secara lahir dan dalam pandangan kasar manusia se- [Hal-14] bagaimana amalan ahli surga, bukan dalam pandangan Allah SWT. Lalu detik-detik akhir usianya, ia melakukan amalan ahli neraka. Maka, jadilah dia seorang penghuni neraka. Begitupun sebaliknya. Jadi, hadits ini lebih mencerminkan hakikat sebuah amal yang dilakukan oleh seseorang. Di sana ada unsure keikhlasan, dan juga unsure keistiqomahan dan konsistensi seseorang memelihara amal baik hingga di ujung usianya. Aspek keistiqomahan, erat dan sangat kuat ikatannya dengan aspek keikhlasan. Ikhlas akan membawa istiqomah, dan istiqomah adalah pertanda ikhlas. Begitulah.

Maka, detik demi detik perguliran waktu ini nilainya tidak bisa dihitung dengan uaang atau ukuran materi apapun. Ia adalah soal kehidupan berakhir di surga atau di neraka. Ia adalah soal apakah kebahagiaan atau kesengsaraan yang akan di dapat. Ia adalah momentum yang takkan terulang yang bisa menjerumuskan seseorang pada ketaatan atau kemaksiatan yang berbuah pada kehidupan berikutnya.

Kehadiran kita di bulan ini, adalah anugerah Allah SWT yang sungguh mahal. Dan amal-amal ibadah yang kita lakukan di bulan ini, juga seharusnya tidak dilakukan secara kasat atau lahir saja. Melainkan harus dilakukan selaras dengan kehadiran kesadaran kita sebagai pelakunya. Kesadaran akan kesyukuran. Kesadaran akan kekerdilan, kekecilan dan kehinaan. Kesadaran akan kelalaian yang selama ini telah dilakukan. Lalu tentu saja kesadaran yang sangat dalam untuk memohon ampunan Allah SWT di bulan Ramadhan ini. Karena belum tentu kita masih sempat merasakan Ramadhan yang akan datang.

Kemuliaan Ampunan di Bulan Ramadhan

Memohon ampunan kepada Allah perkara penting dalam kehidupan kita, dan merupakan sebuah kemuliaan. Buktinya, ia tidak hanya dilakukan setelah kita melakukan kesalahan, tetapi ketika dan akan atau selesai melakukan kebaikan pun, ternyata memohon ampunan itu selalu dilakukan. Perhatikanlah ibadah-ibadah yang diperintahkan kepada kita, istigfar seringkali menjadi pembuka dan penutupnya.

Ketika kita berdiri hendak melakukan shalat misalnya, kita di sunnahkan membaca doa iftitah,

“Allahumma ba’id baini  wa baina khatthayaya kama ba’adta bainal masyriqi wal mahgribi. Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abydhuminad danasi. Allahummaghsini min khatayaya bil ma’I wat tsalji wal baradi.”

Ini hakekatnya adalah istigfar, karena kita meminta Allah SWT untuk dijauhkan, disucikan, dan dibersihkan dari dosa-dosa. Begitu selesai shalat, maka yang pertama kali kita ucapkan adalah istigfar tiga kali.

Di saat kita menyampaikan khutbah atau taklim, kalimat pembuka yang sering kita baca,

“Alhamdulillah nahmaduhu wa nastainuhu wa nastaghfiruh.” Ini juga merupakan ucapan permintaan ampun. Dan ketika selesai kita menutupnya dengan kafaratul majlis,”Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka atubu ilaika.” Ini pun juga permintaan ampun.

Di waktu orang yang sedang berhaji telah selesai menunaikan semua rangkaian  [Hal-15] manasiknya, Allah pun menyuruhnya untuk beristighfar. Allah berfirman,

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al Baqarah [2]: 199)

Bahkan, di saat akhir menjelang wafatnya Rasulullah saw, ketika Islam hamper sempurna, wahyu Allah hampir selesai, orang-orang banyak masuk Islam, Allah memerintahkan beliau untuk banyak beristigfar. Saat  itu Allah menurunkan firman-Nya,

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”

(QS. An Nasr []: 1-3)

Semua ini menunjukkan bahwa istigfar itu penting, dan merupakan kemuliaan yang diberikan Allah kepada kita. Sebab, ketika Allah SWT terus-menerus memberikan kesempatan kepada kita memperbaiki diri, membersihkannya agar tetap terhormat di sisi-Nya, itu artinya bahwa ampunan Allah adalah sebuah kemuliaan. Dan di Ramadhan ini, memohon ampun adalah hal yang sangat dianjurkan. Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan sepuluh hari kedua di bulan Ramadhan adalah hari-hari Maghfirah.

Ramadhan dan ampunan Allah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bahkan para ulama menggelari bulan ini dengan syahrul maghfirah ; bulan ampunan. Sehingga merugilah orang yang tidak mendapatkan ampunan itu, di sini. Kemudian ampunan itu, tidak hanya karena kalimat-kalimat istighfar yang senantiasa harus kita lisankan, tetapi juga karena Allah menjadikan semua rangkaian amal dan ibadah yang kita lakukan sebagai upaya meminta ampun. Sehingga Rasulullah mengatakan,

“Ramadhan yang satu ke Ramadhan yang lain adalah penghapus dosa di antara keduanya.”

(Al Hadits)

Di bulan ini Allah SWT memuliakan kita, dengan mengembalikan kekuatan batin kita, menguatkan spiritual kita. Allah hendak memberi ampunan yang seluas-luasnya dengan sebuah fasilitas istimewa, yaitu Ramadhan, dengan segala keutamaan [Hal-16]  dan keistimewaannya, dan dengan segala pahala yang dijanjikan di dalamnya, agar kita bisa kembali kepada-Nya; meraih rahmat, maghfirah dan pembebasan-Nya dari api neraka.

Kesempatan Ampunan di Bulan Ramadhan

Pangkal kegembiraan kita di bulan Ramadhan ini, adalah ketika kita berada dalam satu kendaraan dengan orang-orang bertaubat. Satu gerbong dengan orang-orang yang mengejar ampunan Allah SWT, meminta keburukan-keburukan mereka dihapuskan dan permintaan-permintaan mereka dikabulkan. Kita berjalan di jalan orang-orang beriman, yang bertaubat dan melakukan ketaatan. Bersama mereka, kita masih diberikan kesempatan berharga: bersua kembali dengan Ramadhan Mubarak .

Ini adalah kesempatan yang benar-benar menggembirakan, karena siapa pun  kita tidak ada yang tahu kondisinya setelah bulan yang mulia ini.

 

 

 

 

 

  

[Hal-11]

***

 

 

 

 

 

 [Hal-9]

***

 



[1] Majalah Tarbawi Edisi 211 Th.12, Ramadhan 1430 H, 3 September 2019 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar