Mengapa Mengutamakan Ampunan Allah di Sini?[1]
Oleh Sulthan Hadi dan M. Lili Nur Aulia
[Hal-13] Sebuah
karunia usia, tak bisa dihargai dengan nilai apapun. Satu jam, satu menit
bahkan satu detik, atau lebih pendek dari satu detik, bisa merubah banyak hal
dan memunculkan peristiwa besar dalam kehidupan. Rasulullah Saw bahkan pernah mengingatkan kita tentang rentang
waktu yang panjang, yang digunakan dalam jenis amal tertentu, tapi tetaplah
intinya ada di ujung waktu hidup ini. Kebaikan atau keburukan di ujung usia.
Itulah intinya.
Rasulullah
Saw bersabda,
“Sesungguhnya ada seseorang yang selalu beramal dengan amalan ahli jannah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan jannah kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan ahli nereka, lalu iapun memasukinya. Dan seorang yang senantiasa beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak dirinya dengan neraka kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalah ahli jannah dan ia pun memasukinya.”
Hadits
dari Abdullah
bin Mas’ud radhiallahu anhu ini
sama sekali tidak menafikan kebaikan amal yang dilakukan seseorang dalam
rentang waktu yang lama. Hanya saja, menurut para ulama hadits yang dimaksud di
sana adalah seseorang yang beramal secara lahir dan dalam pandangan kasar
manusia se- [Hal-14]
bagaimana amalan ahli surga, bukan dalam pandangan Allah SWT. Lalu
detik-detik akhir usianya, ia melakukan amalan ahli neraka. Maka, jadilah dia
seorang penghuni neraka. Begitupun sebaliknya. Jadi, hadits ini lebih
mencerminkan hakikat sebuah amal yang dilakukan oleh seseorang. Di sana ada
unsure keikhlasan, dan juga unsure keistiqomahan dan konsistensi seseorang
memelihara amal baik hingga di ujung usianya. Aspek keistiqomahan, erat dan
sangat kuat ikatannya dengan aspek keikhlasan. Ikhlas akan membawa istiqomah,
dan istiqomah adalah pertanda ikhlas. Begitulah.
Maka,
detik demi detik perguliran waktu ini nilainya tidak bisa dihitung dengan uaang
atau ukuran materi apapun. Ia adalah soal kehidupan berakhir di surga atau di
neraka. Ia adalah soal apakah kebahagiaan atau kesengsaraan yang akan di dapat.
Ia adalah momentum yang takkan terulang yang bisa menjerumuskan seseorang pada
ketaatan atau kemaksiatan yang berbuah pada kehidupan berikutnya.
Kehadiran
kita di bulan ini, adalah anugerah Allah SWT yang sungguh mahal. Dan amal-amal
ibadah yang kita lakukan di bulan ini, juga seharusnya tidak dilakukan secara
kasat atau lahir saja. Melainkan harus dilakukan selaras dengan kehadiran
kesadaran kita sebagai pelakunya. Kesadaran akan kesyukuran. Kesadaran akan
kekerdilan, kekecilan dan kehinaan. Kesadaran akan kelalaian yang selama ini
telah dilakukan. Lalu tentu saja kesadaran yang sangat dalam untuk memohon
ampunan Allah SWT di bulan Ramadhan ini. Karena belum tentu kita masih sempat
merasakan Ramadhan yang akan datang.
Kemuliaan Ampunan di Bulan
Ramadhan
Memohon
ampunan kepada Allah perkara penting dalam kehidupan kita, dan merupakan sebuah
kemuliaan. Buktinya, ia tidak hanya dilakukan setelah kita melakukan kesalahan,
tetapi ketika dan akan atau selesai melakukan kebaikan pun, ternyata memohon
ampunan itu selalu dilakukan. Perhatikanlah ibadah-ibadah yang diperintahkan
kepada kita, istigfar seringkali menjadi pembuka dan penutupnya.
Ketika
kita berdiri hendak melakukan shalat misalnya, kita di sunnahkan membaca doa
iftitah,
“Allahumma ba’id baini wa
baina khatthayaya kama ba’adta bainal masyriqi wal mahgribi. Allahumma naqqini
min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abydhuminad danasi. Allahummaghsini min
khatayaya bil ma’I wat tsalji wal baradi.”
Ini
hakekatnya adalah istigfar, karena kita meminta Allah SWT untuk dijauhkan,
disucikan, dan dibersihkan dari dosa-dosa. Begitu selesai shalat, maka yang
pertama kali kita ucapkan adalah istigfar tiga kali.
Di
saat kita menyampaikan khutbah atau taklim, kalimat pembuka yang sering kita
baca,
“Alhamdulillah nahmaduhu wa nastainuhu wa nastaghfiruh.” Ini juga
merupakan ucapan permintaan ampun. Dan ketika selesai kita menutupnya dengan
kafaratul majlis,”Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta,
astaghfiruka atubu ilaika.” Ini pun juga permintaan ampun.
Di
waktu orang yang sedang berhaji telah selesai menunaikan semua rangkaian [Hal-15] manasiknya, Allah pun menyuruhnya
untuk beristighfar. Allah berfirman,
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang
banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al
Baqarah [2]: 199)
Bahkan,
di saat akhir menjelang wafatnya Rasulullah saw, ketika Islam hamper sempurna,
wahyu Allah hampir selesai, orang-orang banyak masuk Islam, Allah memerintahkan
beliau untuk banyak beristigfar. Saat
itu Allah menurunkan firman-Nya,
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu
melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah
dengan memuji Tuhan-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Penerima taubat.”
(QS. An Nasr
[]: 1-3)
Semua
ini menunjukkan bahwa istigfar itu penting, dan merupakan kemuliaan yang
diberikan Allah kepada kita. Sebab, ketika Allah SWT terus-menerus memberikan
kesempatan kepada kita memperbaiki diri, membersihkannya agar tetap terhormat
di sisi-Nya, itu artinya bahwa ampunan Allah adalah sebuah kemuliaan. Dan di
Ramadhan ini, memohon ampun adalah hal yang sangat dianjurkan. Bahkan
Rasulullah SAW menyebutkan sepuluh hari kedua di bulan Ramadhan adalah
hari-hari Maghfirah.
Ramadhan
dan ampunan Allah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bahkan para ulama
menggelari bulan ini dengan syahrul maghfirah ; bulan ampunan.
Sehingga merugilah orang yang tidak mendapatkan ampunan itu, di sini. Kemudian
ampunan itu, tidak hanya karena kalimat-kalimat istighfar yang senantiasa harus
kita lisankan, tetapi juga karena Allah menjadikan semua rangkaian amal dan
ibadah yang kita lakukan sebagai upaya meminta ampun. Sehingga Rasulullah
mengatakan,
“Ramadhan yang satu ke Ramadhan yang lain adalah penghapus dosa di
antara keduanya.”
(Al Hadits)
Di
bulan ini Allah SWT memuliakan kita, dengan mengembalikan kekuatan batin kita, menguatkan
spiritual kita. Allah hendak memberi ampunan yang seluas-luasnya dengan sebuah
fasilitas istimewa, yaitu Ramadhan, dengan segala keutamaan [Hal-16] dan keistimewaannya, dan dengan segala pahala
yang dijanjikan di dalamnya, agar kita bisa kembali kepada-Nya; meraih rahmat,
maghfirah dan pembebasan-Nya dari api neraka.
Kesempatan Ampunan di Bulan
Ramadhan
Pangkal
kegembiraan kita di bulan Ramadhan ini, adalah ketika kita berada dalam satu
kendaraan dengan orang-orang bertaubat. Satu gerbong dengan orang-orang yang
mengejar ampunan Allah SWT, meminta keburukan-keburukan mereka dihapuskan dan
permintaan-permintaan mereka dikabulkan. Kita berjalan di jalan orang-orang
beriman, yang bertaubat dan melakukan ketaatan. Bersama mereka, kita masih
diberikan kesempatan berharga: bersua kembali dengan Ramadhan Mubarak .
Ini
adalah kesempatan yang benar-benar menggembirakan, karena siapa pun kita tidak ada yang tahu kondisinya setelah
bulan yang mulia ini.
[Hal-11]
***
[Hal-9]
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar