Rahasia Itu
Beban[1]
(Hal-06) Tak mudah
memegang rahasia orang. Bisa jadi itu beban. Bukan pada cara dan sarana apa
yang bisa kita gunakan untuk menyimpannya. Tapi pada mentalitas dan perangai
kita dalam menyikapinya. Sebab dalam kadar tertentu, rahasia-rahasia tentang
orang lain yang kita bisa menyuntikkan suasana kompulsif ke dalam perasaan dan
pikiran kita. Itu berbahaya. Hanya karena memegang rahasia pihak lain, orang
memang bisa berulah: merusak karakter, menebar ancaman kekerasan, hingga melakukan
pemerasan.
Kini, di era teknologi yang serba canggih,
orang bisa mendapatkan rahasia orang lain bahkan dengan jalan rahasia. Bukan
karena orang lain itu membagi rahasianya secara sukarela. Rahasia kini bisa
didapat dengan mencuri akun, atau membobol identitas. Ada juga rahasia yang
dengan sangat istimewa bisa didapatkan oleh sebagian aparat, seperti mereka
yang ditakdirkan duduk di KPK.
Di Negara maju sekalipun, seperti Amerika,
penyadapan, sebagai salah satu sarana memperoleh informasi rahasia, diatur
ketat dengan undang-undang yang sangat detil dan jauh dari pasal-pasal karet.
Di ranah hokum, penyadapan juga hanya untuk memperkaya kasus, dan bukan sebagai
bukti awal di persidangan. Di sana, penyadapan hanya bisa dilakukan dengan
persetujuan pengadilan. Itu sebabnya, Rancangan Undang-Undang Intelijen dan
Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang diajukan pemerintah kita,
dikritisi keras banyak pihak. Tidak semata soal pencarian rahasia melalui
berbagai cara yang tidak detil, atau keanehan tentang diperbolehkannya
intelijen melakukan penangkapan. Juga karena definisi keamanan Negara justru
lebih diarahkan pada memosisikan rakyat sendiri sebagai musuh. Sementara musuh
sesungguhnya, para pihak asing yang mencuri besar-besaran sumber daya alam
kita, secara sembunyi-sembunyi, maupun dengan kontrak karya yang aneh, justru
tidak dengan tegas dijadikan musuh keamanan Negara.
Memegang rahasia itu tidak ringan. Di
industry media, dunia baru saja diguncang skandal penyadapan yang dilakukan
tabloid Inggris, News of The world. Para pewarta di tabloid itu memburu
informasi rahasia dengan cara menyongok polisi, menjebol kotak suara telepon
milik ratusan selebriti, politisi, bahkan para korban pembunuhan. Setelah
terbit selama 168 tahun, tabloid di bawah jaringan raksasa media milik Rupert
Murdoch itu tidak terbit lagi dan harus mengakhiri hidupnya dengan berbagai
tuntutan hokum. Banyak pihak terseret. Beberapa telah ditangkap. Termasuk
mantan juru bicara Perdana Menteri Inggris.
Memegang rahasia itu beban. Apalagi bila
rahasia itu terlalu banyak dan sensitive. Bahkan para konsultan pribadi,
konsultan kesehatan, konsultan kejiwaaan, atau para ustadz sekalipun yang
menerima konsultasi hubungan suami istri, tidak semuanya punya daya tahan.
Sebab itu semua ada zat-zat candunya.
Memegang rahasia itu tidak gampang. Semua
kita adalah makhluk subyektif. Karenanya, memegang rahasia orang sangat bisa
menggelincirkan.*

Tidak ada komentar:
Posting Komentar