Rabu, 02 September 2020

Disiplin Eksakta dan Sosial Kita

Disiplin Eksakta dan Sosial Kita[1] 

(Hal-04) Di dunia sosial ada kelenturan. Di dunia eksakta ada kepastian. Keduanya punya peran untuk menopang kehidupan. Maka keduanya saling melengkapi dan saling menguatkan.

Dunia eksakta memerlukan disiplin takaran, konsistensi skala, dan tentu saja kesungguhan. Sebab semua berada dalam logika hukum alam yang telah dipatrikan Allah bersama struktur penciptaan alam itu, beserta segala isi dan turunannya. Tentu ada ruang mukjizat yang berjalan di luar akal. Tapi itu tak bisa disentuh oleh kapasitas manusiawi kita. Dunia sosial menghajatkan penalaran juga keteguhan. Asumsi-asumsi tafsir, tapi juga kesimpulan-kesimpulan. Duplikasi-duplikasi, tapi juga pembaruan.



Jembatan runtuh adalah fenomena eksakta. Tetapi pendorongnya kecuali karena bencana alam adalah perilaku sosial. Seperti kecerobohan, pembiaran, dan tentu saja standarisasi yang mungkin saja tak dipenuhi. Pada akhirnya ilmu apapun yang kita kuasai, pengetahuan ahli apapun yang kita miliki, sangat bergantung pada perilaku dan mentalitas kita.

Setelah satu jembatan runtuh di Kalimantan, satu lagi runtuh di Jawa timur. Lalu kita segera mengaudit jembatan-jembatan lain yang masih ada. Audit eksakta meskipun perlu kerja keras dan menyita waktu, pasti lebih mudah dari audit sosial.

Begitulah dalam banyak kejadian, kita semakin maju secara eksakta, tapi seringkali semakin mundur secara sosial. Kemunduran perilaku sosial, ketika dipraktikkan pada kerja-kerja eksakta, pasti akan melahirkan berbagai bencana. Itu mengerikan. Sebab tak jarang memakan banyak korban.

Produk makanan olahan kita punya standar eksaktanya. Tapi banyak diintervensi oleh perilaku pedagang yang buruk. Maka banyak dari kita yang memakan pewarna kain, pengawet mayat, atau daging daur ulang sampah. Minuman kita punya standar eksakta. Tapi banyak dari kita yang minum air tanah dan es batu yang bahan bakunya dari air sungai yang penuh e-coli.

Jalan raya kita punya standar eksakta. Tapi banyak dicederai oleh perilaku sosial buruk pemborongnya. Standarisasi dilanggar demi untung besar dan setoran politik yang mengintimidasi. Mengendarai mobil dan motor diatasnya memiliki standar eksakta. Tapi banyak dari kita yang mengemudi dengan kacau.

Di laut ada standar eksakta untuk segala pelayaran. Tapi banyak diciderai oleh sikap sosial yang rusak: penggampangan. Maka penumpangnya sangat berlebih. Sarana keselamatan minim. Dan alat-alat pendukung lain banyak tak berfungsi. Di udara ada standar eksakta untuk segala penerbangan. Detil, rinci dan kompleks. Mengabaikan itu semua adalah kebodohan.*

Dunia eksakta punya area toleransi. Tapi pasti tidak banyak. Dunia sosial memang kaya dengan toleransi. Adapun ilmu dan keahlian kita, akan sangat dipengaruhi oleh perilaku dan mentalitas kita. Pada akhirnya, kita memerlukan disiplin eksakta dan sosial yang sama baiknya.*

 



[1] Majalah Tarbawi, Edisi 264 Th.13, Muharram 1433, 15 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar