Rabu, 02 September 2020

Mencintai Indonesia

 Mencintai Indonesia[1] 

(Hal-04)Mencintai negeri ini selalu punya kisahnya sendiri. Saat kita memiliki dan tidak peduli, cinta bisa datang tiba-tiba, tapi dalam gelombang emosi. Itu sangat Nampak ketika apa yang kita punyai diambiloleh orang, diakui oleh orang, diklaim oleh orang, apalagi dirampas orang lain.



Malaysia yang gemar menggoda Indonesia dengan klaim, mengaku-ngaku, mungkin merasa bisa dengan gagah ingin mengulang keberhasilan memiliki pulau sipadan dan ligitan. Tapi menerapkan ulah itu pada sector budaya adalah tindakan arogan dan kelewat arogan. Yang terbaru adalah soal tari pendet. Menilik klaim yang susul menyusul, tak mustahil Malaysia yang warganya sering merasa lebih unggul rasnya disbanding warga Indonesia itu, sudah punya jadwal untuk mengklaim yang berikutnya.

Tetapi itu adalah pelajaran tentang cinta yang tak pernah hadir kecuali dalam gelombang emosi. Sebab kita tak kunjung peduli. Sebab kita tak benar-benar sungguh-sunguh bertindak. Berdiskusi sudah. Berwacana sudah. Tetapi terlampau banyak kekayaan budaya negeri ini yang berserakan dan belum punya pengakuan hukum internasional secara kepemilikan.

Mencintai negeri ini mempunyai kisahnya sendiri. Bahwa Indonesia adalah negera kepulauan itu sudah pasti. Tetapi kita tidak  juga sangat serius menjahit kepulauan itu dalam pengawasan, pengamanan, pemerataan dan pembangunan yang memadai. Ini bukan sekadar keluh kesah orang-orang yang merasa kurang selalu.

Tapi kesungguhan itu masih harus dilipatgandakan. Keseriusan itu masih harus ditebalkan. Karenanya, semuannya memang kurang.

Saat kita memiliki kita tak sanggup mengurus dan mengayomi, cinta bisa dating tiba-tiba dalam gelombang kepanikan. Seperti ketika ada upaya penjualan pulau Indonesia. Pemerintah bereaksi. Itu sudah semestinya. Tak semua hanya menjelaskan sebuah warna cinta yang hadir dari kepemilikan yang tak terurus maksimal. Kita memiliki tetapi kita tidak mampu melindungi. Maka kita mencintainya dalam kepanikan.

Mencintai negeri ini selalu punya kisahnya sendiri. Bahwa Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, perlahan mulai membuat banyak gelisah. Maka rancangan Undang-Undang mengenai rahasia Negara banyak dikritik. Sebagian ingin pembahasannya dihentikan. Sebab dengan sisa waktu anggota DPR yang akan berakhir, itu sulit untuk dibahas secara mendalam. Dalam RUU itu, misalnya, masih banyak pasal yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi. Salah satunya, laporan pembelanjaan dan alokasi anggaran di kategorikan dalam informasi yang dirahasiakan. Rahasia Negara juga tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan selain pidana rahasia Negara. Cinta yang ini dating dalam gejolak yang berlebihan. Bisa menyeret pelakunya dalam keangkuhan. Mencintai negeri ini selalu punya kisahnya sendiri.*



[1] Majalah Tarbawi, Edisi 212Th.11, Syawal 1430 H, 08 Oktober 2009 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar