Rabu, 02 September 2020

Menggambar Kebijakan

Menggambar Kebijakan[1] 

(Hal-04) Bernegara adalah soal menggambar kebijakan. Oleh siapapun, di level manapun, pada seluruh lingkaran penentu yang mendapat mandat dan kuasa. Maka ini bukan soal menteri baru atau wakil menteri baru. Ini tentang skema yang muncul dari semua sumber kebijakan dan bagaimana menyelaraskan antara kebijakan yang satu dengan yang lainnya. Lalu akan seperti apa nasib warga dan masyarakat setelah kebijakan-kebijakan itu.



Maka sebagai warga Negara, dari dulu dan sampai kapanpun, semua sejatinya berpindah dari satu alur kebijakan ke alur lainnya. Tidak peduli siapapun yang berkuasa. Dengan begitu, alangkah keliru bila ada masyarakat yang merasa harus hanyut ke wilayah drama pergantian kekuasaannya. Sebab, pergulatan yang sesungguhnya bagi kita masyarakat adalah pada efek dari semua kebijakan yang lahir dari pusaran-pusaran kekuasaan itu.

Kebijakan punya keunikannya. Bila dia salah, maka jaraknya dengan kerusakan begitu dekat, begitu nyata. Anehnya, bila kebijakan itu baik, jaraknya dengan keberhasilan yang diharapkan, seringkali begitu jauh, bahkan kadang absurd. Kebijakan punya kekhasannya. Begitu kebijakan salah, untuk memperbaikinya tidak begitu saja mudah dengan membuat kebijakan baru. Itu tidak gampang. Sementara kebijakan yang baik dan benar, memerlukan mata rantai yang panjang untuk benar-benar bisa terlaksana.

Kita pernah punya menteri yang dengan mudah menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas. Sebebasnya. Seketika produk impor banjir dan tumpah memasuki negeri ini. Pasar bebas disikapi dengan berlebihan dan tanpa ada konsolidasi yang benar-benar matang. Maka yang terjadi kemudian adalah terpuruknya usaha kecil dan menengah kita. Bahkan industri-industri paling strategis pun dikuasai asing. Maka semua gerakan Cinta Produk Indonesia seperti angin. Karena faktanya, pemerintah sendiri yang membuka jalan bagi melimpah ruahnya produk-produk asing.

Di sector perbankan, kebijakan kita dengan mudah memberikan keleluasaan bagi pemilik asing untuk memborong bank di Indonesia. Sementara bank dari Indonesia sendiri, banyak yang kesulitan membuka cabang di beberapa negara karena negara tersebut memberlakukan kebijakan yang ketat.

Di sektor energi, kita pernah punya presiden yang menjual Gas Alam Cair ke China dengan harga yang sangat-sangat murah. Negara dirugikan milayaran dolar. Apalagi kontrak dilakukan untuk jangka waktu 25 tahun. Padahal energi di dalam negeri sendiri masih kekurangan.

Bernegara adalah soal menggambar kebijakan. Segala pembolehan yang dilindungi konstitusi memang indah dalam pasal dan ayat, tapi seringkali pahit setelah diterjemahkan oleh para pembuat kebijakan. Begitupun, masih saja ada masyarakat yang hanyut dalam gempita pergantian menteri, padahal hidupnya digencet oleh bermacam kebijakan. *



[1] Majalah Tarbawi, Edisi 261 Th.13, Dzulhijjah 1432, 03 November  2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar