Dunia Duga[1]
(Hal-04) Banyak yang
tidak kita tahu. Tapi sangat banyak yang kita duga. Sebab menjadi tahu lebih
sulit dari sekadar menduga. Sebab menjadi berpengetahuan lebih berat dari
menjadi penumpuk dugaaan. Pengetahuan sangat berbeda dengan dugaan. Hakikatnya
beda. Strukturnya beda. Faktanya beda.
Pengetahuan memberikan asupan nalar pada kita. Dugaan menyuplai emosi egois
kita. Penegetahuan cenderung mengarahkan. Dugaan cenderung menjerumuskan.
Begitupun, kita lebih menikmati apa yang
sebenarnya tidak kita tahu, ketimbang apa yang seharusnya kita tahu. Kita asik
dengan dunia duga-duga. Sebab kebanyakan kita merelakan hari-harinya dipandu
oleh apa yang tidak penting untuk kehidupan kita: industri duga-duga.
Setiap hari kita menelan berita, tapi tidak
setiap hari kita menambah pengetahuan. Setiap waktu kita mencari informasi
baru, tapi kita tak bertambah ilmu. Di panggung kehidupan yang iramanya diatur
arus informasi, kita tiba-tiba menjadi sekumpulan penonton yang dungu. Sebab
kita tidak pernah sadar, bahwa kini setiap peristiwa ada behind the scene-nya.
Informasi punya kastanya. Benar, setengah
benar, tidak benar dan palsu. Di masa ketika informasi berpindah ke tempat jauh
hanya menggunakan kuda dan burung merpati, kita punya sedikit kabar, sedikit
alat sebar. Kini setelah era industri media dan arus deras koneksi internet,
kita punya mesin informasi yang lapar kabar.
Di batas ini kita akan kewalahan. Tak
berdaya. Tapi kita terus menampakkan diri digdaya di hadapan makhluk yang
bernama mesin informasi itu. Yang terus meraung minta disuplai, dijejali, dan
digelontorkan ke dalamnya segala kabar dan berita. Maka apa-apa yang setengah
benar, tidak benar bahkan palsu, bisa diubah menjadi kabar yang tampak benar. Kita
akan terus mengalami kesenjangan yang menyedihkan. Kesenjangan antara bahan
baku informasi yang bermutu, dengan kehausan informasi itu, lalu kehausan kita
kepada produksi informasi dari mesin informasi itu. Begitupun banyak diantara
kita yang belum sadar.
Itu sebabnya, pelanggaran kode etik di
kalangan pewarta sendiri tahun ini naik lebih 300 persen. Salah satu lembaga
independen di bidang kewartawanan, melaporkan bahwa tahun 2011 ini pelanggaran
kode etik di kalangan pewarta meningkat tajam. Itupun hanya didasarkan pada
jumlah pelanggaran yang diadukan. Bila tahun 2010 hanya berjumlah 128, tahun
ini tercatat 442 pengaduan pelanggaran.
Lebih lanjut, survey yang mereka lakukan, hanya 20 persen pewarta yang
membaca kode etik, sesuatu yang mengatur tata cara dan etika kepatutan dalam
cara mereka bekerja.
Banyak yang tidak kita tahu. Tapi terlalu
banyak yang kita duga. Membiarkan diri terus-menerus menikmati dugaan setiap
hari, akan membunuh cita rasa pengetahuan kita. Lalu tunggu saatnya kita turut
serta menjadi sampah.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar