Terimalah, Kelebihan dan Kekurangan
Oleh M. Lili Nur
Aulia
Terimalah, Kelebihan dan Kekurangan
(Hal-76) Telitilah,
pikirkanlah tentang orang-orang hebat itu. Yang mengukir hidupnya dengan tinta
yang selalu nyata dalam lembar-lembar sejarah. Telitilah sekali lagi dari sisi
yang berbeda....
Saudaraku,
Kepandaian, keulungan, kehebatan, keluarbiasaan seseorang, bagaimanapun tetaplah ia manusia. Kita mungkin terpana dengan kehebatannya yang jarang dimiliki orang lain. Kita mungkin juga terkagum-kagum dengan kebiasaannya yang tidak banyak dipunyai orang selainnya. Tapi, bagaimanapun ia tetaplah manusia.
Ada orang yang Allah Swt berikan kemampuan berpikir dan menganalisa begitu dalam dan tajam dalam suatu masalah, tapi ia hampir tak mampu berbicara (Hal-77) dan menyampaikan pandangannya dengan baik. Atau, kebalikannya, ada orang yang begitu mahir menyampaikan pikirannya, sementara ketajaman pikiran dan analisanya bisa dikatakan standar saja.
Ada orang yang terkenal sangat murah hati, mudah memberi dan penuh belas kasih terhadap orang yang memerlukannya. Tapi di sisi lain, ia penakut, penuh khawatir terhadap kemungkinan, dan cenderung memilih diam ketimbang melakukan sesuatu yang baik tapi berisiko. Ada orang yang kaya dan memiliki harta banyak, tapi ternyata ia mempunyai saudara yang miskin.
Baca Juga: Hanya Karena Kehendak Allah ....
Atau, ada orang yang menghapal Al Qur’an dan bahkan banyak
menghapal hadits-hadits Rasulullah Saw, tapi ia tak memiliki obsesi atau
semangat berdakwah. Sementara ada orang yang semangat dan obsesi dakwahnya
begitu tinggi, tapi ia minim hafalan Al Qur’annya dan ilmu keislamannya. Apa
yang kita pahami dari semua realitas ini?
Saudaraku,
Mari kita perhatikan sisi-sisi hidup seperti itu, pada diri ulama dan salafushalih. Adalah Imam Jalaluddin Al Mahally seorang tokoh besar mazhab Syafi’i. Dialah yang menulis kitab tafsir terkenal berjudul “Al Jalalain”. Tapi tahukah kita, Imam Jalaluddin dalam riwayat tentangnya disebutkan sebagai ulama lemah dalam hafalan? Disebutkan, beliau berupaya menghapal satu bagian dari suatu buku, dan itu memerlukan waktu lama sekali.
Sampai satu pekan lamanya, ia bahkan belum bisa menghapal satu lembar pun dari
buku itu. Bahkan, karena upaya dan keseriusannya menghapal, ia pun mengalami
sakit demam dan mengeluh pusing yang sangat di kepalanya. Ia pun menyatakan
gagal menghapal bagian buku yang ingin dihafalnya.
Ada pula, Imam As Syuyuthi rahimahullah. Siapakah
yang tidak pernah mendengar nama ulama yang banyak menganalisa hadits-hadits
Rasulullah Saw ini? Ternyata, Imam Suyuthi adalah orang yang lemah dalam
hitung-menghitung. Atau, tokoh sekaliber Imam Ibnu Taimiyah yang pakar dalam
ilmu hadits, fiqih, mengajar, menyampaikan fatwa, sejak masih berusia 17 tahun.
Bahkan Ibnu Taimiyah juga mendalami ilmu tafsir dan beragam ilmu Islam lainnya.
Tapi, ia tidak memiliki ilmu qiraat atau pembacaan Al Qur’an yang berbeda-beda.
Saudaraku,
Ada kisah lucu terkait hal ini, tentang Syaikh Khudhari Bek rahimaullah. Ia seorang ulama yang menulis banyak kitab tentang sejarah Rasulullah Saw, sejarah para Khulafa Ar Rashidin, sejarah Daulah Umawiyah, dan Abbasiyah. Ali Thanthawi memiliki kisah tentang Khudhari Bek, katanya: “Syaikh Khudhari di akhir-akhir usianya mengalami (Hal-78) sakit. Ia menduga bahwa dalam usus di perutnya terdapat ular.
Syekh Khudhari berusaha melakukan konfirmasi tentang dugaan itu kepada dokter. Ia juga bertanya kesejumlah ulama. Tapi umumnya mereka segan menerangkan penyakit yang diderita Syekh Khudhari. Dengan maksud bergurau mereka mengatakan, “Di dalam usus ada sarang cacing, tidak mungkin sarang ular.” Tapi syekh Khudhari tetap tidak percaya. Ia pun mencari ahli kedokteran yang kebetulan ahli kejiwaan. Setelah menyampaikan kisah dan keluhannya, sang dokter berusaha menenangkannya dengan menjadikannya tidak sadar.
Baca Juga: Andai Bukan Karena Cinta-Nya Kepadaku
Setelah sadar, sang dokter meletakkan ular kecil di hadapannya dan
menggambarkan ular seperti itulah yang selama ini menjadikannya sakit. Melihat
ular itu, air muka Syekh Khudhari berseri-seri. Tubuhnya menjadi segar dan ia
merasa sehat bahkan bisa berjalan dan meloncat. Setelah sebelumnya ia mengeluh
sakit. Setelah itu Syekh Khudhari tidak pernah sakit lagi.” (Shuwar wa
Khawatir li Syaikh Thanthawi, 17-26)
Saudaraku,
Kita umumnya pernah mengenal nama Dale Carnagie. Ia
tercatat telah memberikan sebanyak 150 ribu pidato dalam partisipasinya di
berbagai program pendidikan. Ia
mengembangkan kursus keterampilan dasar hubungan antar manusia. Salah satu
prinsipnya adalah: lihatlah sesuatu dari perspektif orang lain. Berikan
penghargaan dengan jujur dan tulus serta kembangkan empati. Tapi ternyata Dale
Carnagie bukan sosok yang dianggap sukses membina komunikasi dalam rumah
tangganya. Pernikahan pertamanya berakhir dengan perceraian, lalu ia menikah
lagi yang berakhir dengan perceraian.
Saudaraku,
Apa yang kita
pelajari dari semua hal ini? Kepandaian dan keluarbiasaan di satu sisi, yang
menyimpan aibb dan kekurangan di sisi lain. Kehebatan yang mengagumkan banyak
orang, yang menutupi sisi kelemahan dan mengherankan banyak orang. Semuanya
menunjukkan dan meneguhkan bahwa tak ada yang sempurna dalam hidup yang
diciptakan Allah Swt. Tidak ada kesempurnaan, keluarbiasaan, kehebatan sejati
kecuali milik Allah Swt.
Ketidaksempurnaan ini adalah milik kita semuanya. Dan itu
menyebabkan tak satu pun dari kita layak memandang rasa sombong atas prestasi,
pendapat dan pemikiran atau apa pun. Itu sebabnya juga, Allah Swt meski
menempatkan Rasulullah Saw di tempat yang sangat mulia di hati kita, namun
Rasulullah Saw juga bersabda,”Innii basyarun ansaa kamaa tansauun,” aku
ini adalah manusia yang bisa lupa sebagaimana kalian lupa.
Baca Juga: SepertiBurung yang Serius Menjalani Hidup
Barangkali, hikmah lain yang penting juga kita sadari
adalah, tidak begitu mudah mengagungkan sosok orang secara berlebihan,
sebagaimana tidak gampang menjatuhkan vonis yang merendahkan dan menjatuhkan
orang yang semula dikenal mempunyai kelebihan. Menerima, bahwa seorang yang
dimudahkan Allah Swt memiliki sebuah keistimewaan, tetap memiliki kekurangan,
yang tidak menghapus keistimewaan itu.
Saudaraku,
Puji Allah Swt atas karunia-Nya yang luar biasa kepada
kita. Dan bertanyalah pada diri sendiri, apa yang sudah kita tulis di
lembar-lembar hidup kita sekarang.***
Majalah Tarbawi, Edisi 233 Th 12, Sya’ban
1431 H, 29 Juli 2010 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar