Kamis, 22 Agustus 2024

Tukang Kayu

 

Tukang Kayu 

Oleh Hepi Andi Bastoni

Tukang Kayu


Seorang tukang kayu tua bermaksud pension dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Lalu ia memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan-bahan sekadarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah yang baik. Sungguh sayang ia mengakhiri karirnya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang untuk melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “ini rumahmu.” Katanya, “Hadiah” dari kami.”

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa dirinya sedang mengerjakan rumah untuknya sendiri, tentu ia akan mengerjakannya dengan cara lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Baca Juga:  Dosa Yang Terus Mengalir 

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang  mengupayakan yang terbaik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting pada hidup kita tidak memberikan yang terbaik.

Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan. Kita menemukan diri kita hidup dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadari sejak semula, kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkanlah, kita adalah si tukang kayu. Renungkanlah, rumah itulah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakan sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.***


Majalah Sabiliku Bangkit Edisi 3/TH 01/Dzulqaidah 1435 H/ Agustus 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar