Pemimpin
Oleh Hepi
Andi Bastoni
Orang yang bersikeras ingin diangkat menjadi
pemimpin, akan cenderung mempertahankannya kala berkuasa.
Pemimpin
yang naik secara tidak wajar bisa turun dengan tidak wajar juga. Kepemimpinan
yang diwujudkan dengan cara menebar keculasan, menanam kebencian dan menabur
fitnah, akan menuai badai penghinaan di akhir kepemimpinannya. Tidak hanya
dirinya, tapi juga orang sekitar yang mendukungnya.
Dalam kerangka kaidah inilah, sejarah kebesaran Fir’aun menemukan fakta. Bahwa Fir’aun itu zhalim, bejat, amoral dan sombong, tak ada yang mengingkarinya. Tapi ia tak berdiri sendiri saja. Fir’aun bisa menjadi raja karena ada yang mau jadi hamba.
Selain
dukungan perdana menteri Haman yang dengan segala upaya siap melaksanakan
titahnya, ada juga para tukang sihir yang berjibaku membelanya. Di samping itu,
banyak diantara rakyatnya yang menjilat, menghamba dan menganggapnya tuhan
dengan segenap jiwa dan raga.
Karenanya,
dalam Islam kita tak dibenarkan memburu jabatan pemimpin untuk jadi penguasa.
Kepemimpinan itu lazimnya lahir secara alamiah. Ia tidak bisa dipaksa dengan
segala cara. Ketika Abu Dzar al-Ghifari menawarkan diri untuk menjadi pejabat,
Rasulullah SAW menolaknya. Beliau menganggap Abu Dzar tidak sesuai memegang
jabatan itu meskipun ia seorang sahabat terkemuka.
Baca Juga: Saling Mengingatkan tentang Niat
Kondisi
pelik ini memang sering menyapa. Kita kerap dihadapkan pada pilihan dilema.
Memilih pemimpin kuat tetapi zalim atau pemimpin baik tapi lemah. Pada kondisi
ini, mungkin pilihan kedua lebih kecil mudharatnya. Syaratnya, rakyat mau
memberikan dukungan dan membantu mewujudkan perubahan dengan segenap cara.
Di
sinilah andi masyarakat turut serta. Kalau kini kita banyak menemukan pemimpin
bejat dan sewenang-wenang, itu karena kondisi kita. Kalau saat ini kita
dipimpin orang lemah, tak berani membawa masyarakat ini pada perubahan, itu pun
lantaran keadaan kita. Bagaimana kita memilih pemimpin, begitulah kita
dipimpin. Bagaimana kondisi masyarakat kita, begitulah rupa pemimpin kita.
Jika kita ingin mendapatkan pemimpin adil dan bijaksana, kuncinya satu: didik generasi hari ini untuk menjadi pemimpin. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.***
Majalah Sabiliku
Bangkit Edisi 4/TH 01/Muharram 1436 HNovember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar