Ketika Ruh Berjamaah Pudar
(Hal 11) Pemuda itu menemui kematiannya di tangan mujahidin, sebagaimana analisa
pihak harakah sebelumnya. Semoga Allah menerima amalnya, sesuai dengan niatnya.
Gerakan dakwah di Mesir pada penghujung abad ketiga belas hijriah mencapai puncak kejayaannya. Dakwah menembus segenap lapisan masyarakat bak kapal laut membelah lautan. Dengan tenang ia melaju, diiringi tiupan angin segar. Suara dakwah menggema dan terdengar hampir disetiap penjuru, menembus berbagai masalah, baik menyangkut masalah nasional maupun internasional.
Ada banyak pelajaran
berharga yang layak diambil. Seperti misalnya, apa yang dikisahkan oleh Syaikh
Sayyid Muhammad Nuh berikut:
Pada waktu itu ada salah seorang anggota yang menolak beberapa sikap dan cara yang dijalani oleh jama’ah dakwah di mesir. Pemuda itu pun menyerukan perubahan pada beberapa masalah tersebut dengan memberi alternatif dan cara lain.
Baca Juga: Biarkan Airnya Menetes
Awalnya kondisi itu
masih terbatas pada lingkup kecil. Tapi kritik itu makin kuat, dan diskusi
antar personil berkembang, masalah ketidakcocokan ini kian tajam. Masalah itu
pun muncul ke permukaan. Bahkan, beberapa anggota lain juga banyak bergabung
bersamanya.
Pemuda yang tak
disebutkan namanya oleh Syaikh Muhammad Nuh itu, bersama kawan-kawan sepahamnya
memberi beberapa catatan kepada jama’ah dakwah. Pertama, mereka mereka
menganggap pihak jama’ah dakwah telah bermanis-manis dengan pemerintah dan merangkul
sistem politik sekuler. Bagi mereka, wajib bagi jama’ah dakwah untuk menentang
sistem tersebut, sesuai tuntunan Al Qur’an:
”Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka
mereka itulah orang-orang kafir.”
(QS Al Maidah: 44)
Kedua, jama’ah dakwah
dianggap tidak menerapkan solusi yang tepat terhadap fenomena rusaknya moral
para wanita yang bersolek di jalan-jalan. Seharusnya, menurut mereka, jama’ah
dakwah tidak cukup menasehati dengan kata-kata saja, tapi bisa menghalangi
fenomena itu dengan menteror para wanita itu. Agar, para wanita itu tidak
keluar kecuali dengan menggunakan pakaian muslimah.
Ketiga, mereka menilai
sikap jama’ah terhadap para mujahidin Palestina hanya sebatas (Hal 12) pengakuan
dan pengumpulan dana. Hal tersebut dianggap tindakan menyepelekan dalam
mengatasi kemelut melawan Israel, enggan berjihad atau menghindar dari medan
perang. Menurutnya, seharusnya anggota jama’ah dakwah meninggalkan pekerjaannya
dan dengan sukarela bergabung dengan barisan mujahidin di Palestina.
Tak lama setelah itu, keluar jawaban dari pihak jama’ah dakwah tentang usulan dan pendapat tersebut. Pertama, tentang masalah pemerintahan sekuler, jama’ah dakwah disana berkesimpulan bahwa berperang menghadapi pemerintah tidak boleh dilakukan kecuali telah mewujudkan dua hal, pertama, kesadaran rakyat akan kebenaran nilai Islam.
Baca Juga: Mimpi-Mimpi Besar
Soal ini saat
itu sama sekali belum terpikirkan oleh
masyarakat Mesir. Apalagi tentang adanya hubungan antara agama dan politik. Syarat
kedua, bila telah ada dukungan terhadap jama’ah dakwah dari basis kekuatan
masyarakat (quwwah sya’biyah), agar dapat berhadapan dengan kondisi apa
pun yang menghalagi gerak laju perkembangannya. Padahal, sampai saat itu jama’ah
dakwah masih berada pada fase membidani keperluan tersebut serta menguatkan
pilar penopang yang akan memperkokoh pertahanannya.
Tentang masalah wanita yang bersolek, sikap meneror para wanita agar mengenakan busana muslimah akan mengakibatkan putra-putra harakah ditangkap dan terkurung di dalam penjara, atau membayar denda. Mereka juga mungkin akan mendapatkan siksaan karena perbuatannya.
Dan bila perbuatan teror itu diulangi lagi, mereka akan mendapat
siksaan dan hukuman berlipat. Sementara jika para wanita itu mengetahui
orang-orang yang sudah menterornya sudah mendekam di dalam penjara, berarti
tidak ada lagi yang menghalanginya untuk bersolek di jalan-jalan. Karena itu
tidak ada faedahnya mentror mereka.
Ketiga, tentang mujahidin Palestina. Jawaban masalah tersebut telah dikemukakan oleh mufti Palestina sendiri Syaikh Sayyid Amin Al Husaini melalui sebuah surat yang ditujukan pada jama’ah dakwah Islam di Mesir.
Surat tersebut berisi, usaha yang
dipersembahkan harokah Islamiyah di Mesir sudah sesuai dengan yang dibutuhkan
saat itu. Karena tidak ada yang dapat dilakukan kecuali hal tersebut. Lebih
lanjut dalam surat itu disampaikan, saat itu mereka belum membutuhkan
sukarelawan perang.
Meski sudah mendapat jawaban yang sudah jelas dan gamblang, pemuda itu tetap bersikeras meneruskan pendiriannya. Ia bahkan berbalik mengecam jama’ah dakwah itu dan para pendukungnya.
Baca Juga: MungkinkahMasjid Al Aqsha Runtuh
Ketika pihak jama’ah dakwah berusaha meminimalisir fitnah ini di kalangan
aktivis dakwah dengan menjauhi pemuda tersebut, pemuda itu malah merumuskan
langkah untuk menjauhkan diri secara total dari harakah. Ia bahkan kemudian
memutuskan pergi ke Palestina, bergabung dalam barisan mujahidin berperang
melawan Yahudi dan Inggris.
Sejak awal, pihak jama’ah dakwah sudah mengingatkannya untuk membatalkan hal tersebut mengingat kondisi genting yang sedang terjadi di Palestina saat itu. Namun, pemuda itu tetap tidak mau mengurungkan niatnya.
Maka, pihak jama’ah dakwah terus berupaya
mendekatinya. Ia diundang untuk datang ke sebuah tempat untuk membicarakan
masalah pengiriman dana sekaligus senjata kepada salah satu kelompok barisan mujahidin
di Palestina yang selalu mengadakan kontak dengan pihak harakah di Mesir.
Tujuannya, agar pihak
mujahidin di sana turut menjamin keamanannya. Jama’ah dakwah memberitahu pemuda
itu, bahwa bisa jadi diantara fraksi mujahidin yang menemuinya dalam perjalanan
jika mereka belum mengetahui misinya, akan menuduh dirinya sebagai mata-mata musuh
yang kemudian bisa berlanjut pada pembunuhan. Sayangnya, pemuda tersebut tetap
menolak dan bertekad berangkat seorang diri.
Baca Juga: Seperti Engkau Malu Terhadap Orang Shalih
Waktu berlalu begitu cepat. Pemuda itu pun melangkahkan kakinya. Tak lama kemudian, ada kabar tiba, sebagaimana analisa pihak jama’ah dakwah sebelumnya, pemuda itu menemui kematiannya di tangan mujahidin sendiri karena dituduh mata-mata. Semoga Allah menerima amal ibadahnya sesuai keikhlasan niatnya.
Majalah Tarbawi, Edisi 001 Th.I, Shafar 1432, 31 Mei 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar