I’tikaf Pertama Adik
(Hal-46) waktu
itu sepuluh terakhir di bulan Ramadhan. Saya dan teman-teman biasanya janjian
untuk beri’tikaf bersama di salah satu masjid terbesar di Jakarta. Tapi, saat
hendak berangkat, adik perempuan saya waktu itu baru duduk di bangku SMP minta
ikut i’tikaf. Atas izin ibu, akhirnya kami berangkat berdua.
Masjid waktu itu cukup ramai, apalagi ini malam ke 21. Setelah berwudhu, kami naik ke lantai dua, tempat khusus perempuan untuk beri’tikaf. Setelah shalat tarawih berjamaah, kami bergantian tilawah Al Qur’an.
Sambil mendengarkan kajian, saya menjelaskan sedikit-sedikit tentang makna Ramadhan dan keutamaan I’tikaf. Saya bilang kalau nanti malam, sekitar 2 jam, akan ada shalat Tahajud berjamaah, renungan , dan dilanjutkan dengan sahur.
Shalat tahajud pun dimulai. Semua bersiap. Kemudian, pada rakaat ke enam, saya merasa adik saya mulai gelisah. Pada rakaat ke delapan (waktu itu tahajud dilakukan sebanyak 12 rakaat), jamaah mulai menangis, apalagi ayat yang dibacakan tentang neraka.
Baca Juga: HidupMandiri dan Harmoni di Lubuk Beringin
Saya
pun ikut menangis. Dan adik saya, tanpa saya duga ikut menangis. Dalam hati, Ya
Allah... jadikan ini Ramadhan paling berkesan untuknya. Karena ini adalah
i’tikaf pertamanya.
Usai shalat, dilanjutkan dengan muhasabah. Adik saya juga ikut menangis. Saya juga ikut menangis. Setelah selesai muhasabah, lampu dinyalakan dan peserta i’tikaf mengambil perbekalan dan melaksanakan sahur.
Saat sahur, saya bertanya pada adik saya mengapa dia menangis. Tapi dia malah menangis lagi dan menjawab,”shalatnya lama banget, kakiku sakit,” ujarnya sesegukan. Saya tersenyum geli mendengarnya, ternyata dia menangis karena kakinya sakit.
Memang salah saya tidak menerangkan
tentang lama dan jumlah rakaat yang shalat yang dilaksanakan. Malam ganjil
berikutnya, saya pergi i’tikaf lagi bersama teman-teman, tanpa mengajak adik
saya. Tapi, ketika akan berangkat, dia bilang minta ikut i’tikaf lagi.
Subhanallah, walau pun i’tikaf pertama dia cukup terlihat lelah ternyata adik
saya merasakan nikmatnya i’tikaf. Sampai saat ini, kami sering berangkat
i’tikaf bersama.***
Ayudhia
Ladinda
Depok, Jawa barat
Majalah Tarbawi, Edisi 257, Th.13 Ramadhan 1432 H, 11 Agustus 2011 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar