Jumat, 07 Februari 2025

Jangan Serpihkan Keutuhan Islam

 

Jangan Serpihkan Keutuhan Islam

 

Jangan Serpihkan Keutuhan Islam
Jangan Serpihkan Keutuhan Islam

(Hal-31) “Sulit untuk menolaknya, Bang. Di daerah saya, memang tak banyak pemuda yang mau terlibat dalam kegiatan seperti itu,” ucap Rudi kepada Bang Idris. Ahad lalu, Rudi memang menjadi Ketua Panitia Pelayanan Kesehatan Pos Keadilan di lingkungannya. Karenanya, pekan kemarin tak hadir pengajian.

“Assalamu’alaikum.” Belum sempat Bang Idris menimpali ucapan Rudi, terdengar suara Agus di luar. Rudi membuka pintu. Rupanya, Danu dan Iwan juga datang bersama Agus. “Ayo minum tehnya.” “Ma kasih Bang.” “Rud, gimana tanggapan masyarakat tentang Pelayanan Kesehatan minggu lalu?” tanya Agus sembari menuang teh.

Alhamdulillah, mereka cukup antusias. Tak sedikit yang terheran-heran, di zaman sulit seperti ini, masih ada yang mau bersusah payah memikirkan kepentingan orang lain.” “Ada, nggak yang menuduh acara itu sebagai aksi politik berkedok sosial?” timpal Iwan.

“Ada juga sih, satu dua orang yang agak sinis. Biasa, kita dianggap mempolitisir masyarakat. Namun, mayoritas warga menyambut baik.” “Bagaimana pun, kita harus hati-hati,” sela Bang Idris yang sedari mendengarkan “diskusi” anak-anak muridnya.

Lalu, lanjutnya,”Menjelang pemilu, yang namanya money politic, betapa pun dicela dan dicaci, masih terus bergentayangan. Apalagi dalam suasana krisis. Seringkali uang lebih punya daya ketimbang kata-kata, bahkan dari kata hati sekalipun. Akibatnya, banyak yang main pukul rata. Setiap aksi sosial yang dilakukan Partai selalu dicap money politic.”

Baca Juga: Terus Terang Tak Selalu Terang Terus

”Assalamu’alaikum.” “Itu Mas Danang datang. “ Mas Danang, lelaki kalem asal Jawa Tengah dan pegawai negeri itu memang lebih tua dibanding para teman-teman pengajiannya yang masih mahasiswa. 

Tak heran bila sesama murid Bang Idris memanggilnya “Mas”. “Kalau di tempat saya, ada petugas PPS yang nilep uang bantuan Pemda. Padahal harusnya dibagikan kepada para Gastarlih,” kata Danu.

“Baru jadi petugas PPS saja sudah begitu. Gimana kalau diberi jabatan yang lebih tinggi?” sahut Mas Danang. “ Tanggapan orang tentang kegiatan sosial memang beragam. Utamanya saat pemilu tinggal menghitung hari. 

Logika sosial dan politik yang dikotori oleh penjahat politik menjadi hambatan besar bagi sosialisasi paradigma yang benar ‘bagi Islam’, segala aspek kehidupan adalah kesatuan,” ujar bang Idris tenang.

Semua termenung. Mencerna nasihat Bang Idris, guru sekaligus “ayah” anak-anak muda itu memang cerdas. Ia lulusan pesantren terkenal di Jawa Timur. Bahasa Arab dan Inggrisnya Fasih.

“Insya Allah, pasca pemilu nanti bisa dibuktikan, siapa yang aksi sosialnya tak lebih dari tunggangan politik, dan siapa yang meyakininya bagian dari ajaran agama yang utuh,” sambung Bang Idris dengan ekspresi serius.

Baca Juga: Sedikit Tidur Itu Lebih Baik

“Benar Bang. Agaknya, harus ada proses yang bisa meyakinkan, siapa yang benar-benar tulus memperjuangkan rakyat dan siapa yang “Ngobyekin” rakyat untuk kepentingan politik sesaat,” kata Rudi.

“kau benar. Dan perjalanan waktu adalah bagian dari proses itu.” “Betul apalagi, setidaknya, masyarakat tahu bahwa kita biasa melakukan bazar, pembagian sembako, pengobatan gratis, dan aksi sosial lainnya, jauh sebelum era multi partai ini termimpikan.”

“O ya, sudah jam setengah delapan nih. Ayo kita baca Al Qur’an.

 Wallahu a’lam bishawab.


 Majalah Tarbawi, Edisi 001 Th.I, Shafar 1432, 31 Mei 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar