Hanya Karena Kehendak Allah ....[1] [2]
(Hal-76) Saudaraku,
Himmah dalam bahasa Arab, artinya semangat kuat, tekad bulat,
yang Allah berikan kepada manusiadalam menempuh beragam keinginan. Keinginan
itu, bisa berbentuk prestasi belajar, capaian ekonomi atau bisnis, aspek
kekuasaan dan lainnya, termasuk tentu saja keinginan dan obsesi dakwah yang
tentu ada dalam diri para juru dakwah. Umumnya kita, memiliki himmah, meski
mungkin berbeda sasarannya.
Yang penting kita ingat
adalah, tercapainya tujuan dan capaian itu, tidak disebabkan, sarana, cara,
metode, yang kita gunakan. Manusia memiliki keinginan, berusaha keras untuk
mencapai keinginannya. Manusia memilih cara dan sarana yang dianggap paling
bisa mengantarkannya mencapai tujuan. Tapi keberhasilan atau kegagalannya,
tidak ditentukan oleh cara dan sarana itu.
(Hal-77) Saudaraku,
Dalam salah satu mutiara
nasihatnya, Ibnu Attahilah, “Sawaabiqul himam laa takhriqu aswaar al qadar.”
Ibnu Atthailah dalam kitab Al Hikamnya yang terkenal itu, mengambil istilah
“aswaar al aqdaar” atau benteng takdir. Aswaar, secara bahasa
biasa diartikan tembok perbatasan yang mengelilingi sebuah kota. Sebuah
bangunan yang menyerupai pagar, tapi ini dibangun dengan bentuk yang besar,
lebih kuat, dan biasanya lebih tinggi karena fungsi utamanya untuk menghalau
atau menghambat serangan dari luar. Engkau tidak bisa menembus tembok takdir
atau ketetapan Allah swt itu dengan kuatnya tekad dan bulatnya semangat, atau
hanya dengan mengandalkan kekuatanmu saja, begitu kira-kira terjemahan yang
mudah dipahami dari perkataan Ibnu Athaillah tadi.
Syaikh Ramadhan Al Buthi
saat menjelaskan nasihat Ibnu Athaillah itu mengatakan, “Wahai manusia, lakukan
saja apapun yang engkau ingin dan berusahalah untuk mencapai hasilnya, apapun
yang engkau mau. Tempuhlah sebab-sebab apa saja di ruang yang Allah swt
hamparkan untukmu. Kerahkanlah seluruh kemampuanmu. Tapi engkau harus tahu,
bahwa semua sebab yang engkau tempu itu, betapapun kecanggihannya menurutmu, ia
tetap saja kenyataan yang mati bila harus berhadapan dengan ketetapan Allah dan
Hikmah-Nya yang telah ditentukan lebih dahulu saat sebab-sebab itu belum ada.”
Saudaraku,
Coba kaji dan dalami lagi
kaitan ungkapan ini dengan apa yang mungkin kita alami sehari-hari. Bahwa orang
begitu serius menempuh sebab-sebab memperoleh rizki misalnya. Ia harus meyakini
bahwa upayanya mencapai sebab itu, tak menjadi penentu berhasil atau tidaknya
ia memperoleh rizki. Bila kita berada di sebuah lingkungan yang penuh dengan keharaman sampai kita terpaksa
“harus” melakukan yang haram itu, seharusnya kita berpikir segera menyudahi
keberadaan kita di sana dengan segala resikonya. Tapi ketika itu, biasanya,
syaitan membisikkan alasan lain, “Boleh jadi lingkugan ini merupakan sebab
datangnya rizki Allah kepadamu. Sangat sulit mencari alternatif lainnya,bila
engkau tutup peluang di sini.”
Jika kita memahami, salah
satu prinsip aqidah tentang ketetapan Allah swt itu, kita bisa katakan kepada
syaitan, “bila Allah swt telah menetapkan aku memperoleh rizki yang banyak,
maka rizki itu pasti akan datang padaku kemanapun aku pergi. Sebaliknya bila
Allah menetapkan rizkiku sedikit, maka tetap saja rizki sedikit itu akan datang
kepadaku, di mana saja aku pergi. Meskipun aku diam di tempat ini.”
(Hal-78) Saudaraku,
Jadi untuk apa kita
menempuh sebab-sebab bila akhirnya juga tergantung pada ketetapan Allah? Syarat
yang harus ditempuh dua saja, pertama sebab-sebab itu harus sesuai dengan
kehendak Allah swt. Abaikan semua sarana, cara, prasarana, metode yang tidak
sesuai dengan keinginan Allah swt. Kedua, mengoptimalkan menempuh sebab-sebab
yang ada untuk mencapai tujuan. Bukan dengan keyakinan penuh bahwa cara itu
sangat efektif dan pasti berhasil. Tapi dengan landasan niat karena Allah swt
memang memerintahkan kita untuk berinteraksi dengan sebab-sebab dan cara-cara
yang dikehendaki-Nya. Yakini juga bahwa efektifitas, kekuatan, kecanggihan sebab
itu tunduk pada kehendak Allah swt dan hikmah-Nya. Jadi bukan sebab-sebab itu
yang menguasai hati kita, melainkan Allah swt yang menjadikannya.
Saudaraku,
Salah satu bagian inti dari
ketauhidan pada Allah adalah mengakui bahwa semua yang terjadi dialam ini,
adalah mutlak kehendak Allah swt. Tidak ada yang terlepas dari kuasanya.
Contoh yang lebih sederhana
adalah andai kita makan dan kenyang, maka yang menjadikan kita kenyang bukan
makanan itu, melainkan Allah swt. Bila kita minum air dan haus kita hilang,
yakinlah yang menghilangkan haus itu bukan air yang kita minum, tapi Allah yang
menjadikannya demikian. Dan jika kita sakit, lalu meminum obat, jangan tergiring
untuk menganggap obat atau dokter yang
memberi resep obat itu yang menjadikan kita sembuh. Melainkan Allah swt
yang mengatur dan menggerakkan organ tubuh kita bereaksi positif terhadap obat
itu sehingga sembuhlah kita dari penyakit.
Karenanya, apapun hasil
yang kita dapatkan, setelah memilih cara yang paling baik dan sesuai kehendak
Allah, lalu melakukan usaha optimal untuk mencapai keinginan, jangan pernah
lupa bersyukur, “alhamdulillah.” Termasuk ketika hasilnya tidak sesuai dengan
keinginan kita. Berhasil atau gagalnya, tidak tergantung pada sarana dan cara,
bahakan tidak tergantung pada upaya kita, melainkan mutlak karena kehendak
Allah swt. Dia yang tak pernah memberik keburukan pada hamba-Nya, telah
menetapkan kita untuk menerimanya.
Itu sebabnya, Rasulullah
saw bersabda, “Mintalah kepada Allah swt dan jangan melemah (dalam meminta.
Bila engkau ditimpa sesuatu jangan katakan, ‘Jika aku lakukan ini dan itu ...
pasti akan ini dan itu.’ Karena kata “jika” dalam hal itu membuka jalan untuk
syaitan. Tapi katakanlah,”Allah telah menetapkan dan apapun yang diinginkan-Nya
akan terjadi.” (HR. Muslim)
Kesempurnaan orang yang
mengenal Allah swt, bahkan digambarkan oleh Ali Radhiallahu anhu. Ia
mengatakan,”Jika kami menginginkan sesuatu lalu sesuatu itu benar-benar
terjadi, kami memuji Allah satu kali. Tapi bila sesuatu itu tidak terjadi, kami
justru memuji Allah sepuluh kali. Karena kegagalan itu telah memperkuat
ma’rifah kami kepada Allah swt..”
Ingat saudaraku,
Bukan karena sebab, bukan
karena usaha kita. Tapi hanya karena kehendak Allah....*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar