Mengakhiri Kesendirian Setelah I’tikaf
Oleh Ahmad
Zairofi AM dan Rahmat Ubaidillah
Mengakhiri Kesendirian Setelah I’tikaf |
(Hal-21) I’tikaf bagi Miftahuddin (31) adalah lompatan
besar. Hidupnya berproses, tangga demi tangga bersama I’tikaf. Mulanya
kesadaran, sesudah itu perasaan bergantung kepada Allah yang mendalam.
Kesendiriannya sebagai seorang bujangan, pun ia akhiri dengan memintanya kepada
Allah, melalui I’tikaf.
Kepada Tarbawi ia mengisahkan, bahwa sejak tahun 2002, ia sudah terbiasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan. Waktu itu, ia masih bekerja di daerah Citeurup pada bagian maintenance di sebuah pabrik yang cukup ternama. Kebiasaan i’tikaf itu karena pengaruh lingkungan tempat di mana ia kost. Bersama teman-teman satu kost, miftahuddin sering mengikuti pengajian rutin di Masjid terdekat. Dari situ rasa keislamannya tergugah. Ia tersadar, bahwa selama ini dirinya banyak melalaikan perintah Allah. Rasa dahaga terhadap pemahaman agama membuat Miftahuddin banyak membaca buku-buku Islam. Rajin menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah, termasuk sunnah i’tikaf.