Jumat, 04 September 2020

Kebaikan Kata Untuk Kita

 Kebaikan Kata Untuk Kita[1][2]

Edi Santoso

(Hal-44) Saat berkomunikasi, kata-kata yang kita gunakan bukan semata-mata untuk orang lain, tetapi lebih-lebih adalah untuk kita sendiri. Melalui serangkaian penelitian, Raymond Birdwhistle pada tahun 1970, membuktikan bahwa kata-kata yang kita ucapkan kepada orang lain hanya mewakili 7 persen dari hasil yang kita dapatkan dari komunikasi. Tetapi, kata-kata yang kita ucapkan sendiri, menghasilkan 100 persen hasil yang kita dapatkan dalam hidup kita.



Para ahli neuro linguistic banyak menjelaskan bagaimana hubungan kata, otak, dan perilaku kita. Semua perilaku dikendalikan oleh otak (pikiran), sementara otak bekerja melalui instruksi kata-kata kita sendiri. Di sinilah kita akan bertemu dengan kata-kata yang memiliki daya getar berbeda. Ada kata-kata yang berenergi tinggi dan rendah. Kata-kata yang berenergi tinggi yang berdaya kuat seperti gembira, sukses, atau cinta, bergetar dengan getaran yang lebih tinggi dan cepat, sehingga meningkatkan perasaan senang kita.

Sementara itu, kata-kata berenergi rendah, terutama kata-kata yang berkaitan dengan emosi negative seperti kesedihan atau bersalah, beresonansi pada frekuensi yang lebih rendah. Kata-kata ini menyertai pikiran dan perasaan berenergi rendah yang biasanya berupa keyakinan dan model-model bawah sadar yang kita pegang untuk diri kita sendiri dan dunia. Keyakinan ini bersifat kurang mendukung dan menghalangi kita dari kesuksesan, misalnya,”Aku tidak bisa mengatasi masalah itu.” Atau “aku sulit mencapai impianku.”

Mungkin tanpa kita sadari, perilaku kita lebih banyak dipengaruhi oleh akal bawah sadar yang bekerja melalui gambar atau symbol-simbol. Karenanya, kita harus menyusul symbol sedemikian rupa tentang apa yang kita (hal-45) hasratkan dan bukan sebaliknya. Ironisnya, kata-kata yang kita ucapkan seringkali justru banyak berupa imaji yang sejatinya tidak kita sukai. Misalnya, kita biasa menggunakan ungkapan “Jangan berisik”, “Masalahnya pelik”, atau “Itu buruk”. Kata “Berisik”, “pelik” dan “buruk” akan langsung direspon akal kita dan membawanya pada gambaran yang tak menyenangkan.

Untuk memberikan arti yang serupa, kita sebetulnya memiliki banyak pilihan. Misalnya, kenapa tidak kita ganti dengan “Bersikaplah yang tenang”, “masalahnya memang tidak mudah”, dan “Itu tidak baik”. Kata “Tenang”, “Mudah” dan “Baik” berenergi tinggi, sehingga akan direspon oleh akal secara positif dan kemudian membawa suasana hati yang lebih menyenangkan. Jadi, apa yang harus kita lakukan sebetulnya sederhana, yakni mengubah percakapan kita sehari-hari.

Kata-kata juga berkontribusi pada persepsi kita atas diri kita sendiri. Bahkan menurut pakar neuro linguistic, Yvonne Oswald, harga diri kita 100 persen bergantung pada dialog dalam diri kita (kata-kata dan pikiran kita), yakni bagaimana kita berbicara dengan diri kita sendiri, tentang diri sendiri di dalam benak. Hanya ada dua jenis pikiran, kata Oswald, yakni pikiran yang memberdayakan dan pikiran yang tidak memberdayakan. Pikiran yang memberdayakan adalah pikiran yang dipenuhi kata-kata positif. Repotnya memang, ada pengalaman yang tidak bisa kita tolak, misalnya pengalaman di masa-masa pengasuhan. Karenanya, tugas kita sekarang, menyeleksi mana kata-kata yang harus kita singkirkan dan mana yang harus kita pupuk dalam diri kita.

Dalam konteks relasi dengan orang lain, kata-kata positif yang kita ucapkan ujung-ujungnya untuk kita sendiri. Kata-kata berenergi tinggi, apalagi didukung bahasa nonverbal yang sesuai, akan memunculkan respon positif juga, begitupula sebaliknya. Misalnya, ketika kita mengucapkan,”Harap dipahami, saya bukannya benci anda,” maka kata ‘benci’ akan segera masuk dalam pikiran lawan bicara kita, mengendap, dan seterusnya bisa memunculkan suasana tidak nyaman saat berhadapan dengan kita. Coba kita ubah redaksinya menjadi,”Saya hanya belum bisa memahami maksud baik anda”, pasti akan memunculkan efek psikologis yang berbeda.

Sebuah kata memang terasa sederhana, tapi bisa menjadi awal dari segala kejadian yang menimpa kita. Kata akan membangun persepsi, sementara persepsi akan mengarahkan sikap-sikap kita. Maka, kata Oswald, berikan kehidupan pada kata-kata kita, maka kata-kata itu akan mendatangkan kehidupan, cinta dan sukses pada kita.



[1] Majalah Tarbawi, Edisi 283 Th.14, Dzulhijjah 1433, 18 Oktober  2012

[2] Diketik Ulang Eddy Syahrizal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar