Retorika
Atas Kematian[1]
(Hal-06) Kematian
itu nyata. Selalu. Karena sangatnya, tak akan pernah bisa dikisahkan seperti
apa rasanya terputus dari dunia. Sebab tak pernah ada kematian yang sekedar
bisa dicoba. Maka kematian senantiasa menyisakan duka.
Kematian akibat tindakan biadab lebih
menyakitkan. Selalu. Seperti tawuran anak-anak sekolah yang berujung
pembunuhan. Ini bukan tentang remaja yang bergurau dengan kata-kata untuk
mengasah kecakapan narasi. Atau berlomba ketangkasan fisik yang meliatkan otot
dan tulang belulang. Ini tentang kejahatan menggunakan bermacam senjata tajam.
Sesudah itu banyak orang yang berbincang
panjang. Seakan ini sebuah misteri. Tentang kurikulum pendidikan, pola asuh,
mata pelajaran, serangan budaya. Tanpa sadar, kadang bursa retorika dan wacana
mewah itu sampai pada tingkat yang mengaburkan. Bahwa seorang siswa pembunuh
dianggap korban dari segala sistim yang melingkupinya. Padahal pembunuhan
tetaplah pembunuhan. Seorang yang telah dewasa, terikat dengan kaidah umum, bahwa
ia pasti mengerti membunuh itu kriminal, dosa dan nista.
Kematian itu nyata. Tetapi pada jalan cerita
yang menyertai sesudahnya, kadang ada saja orang yang senang mengarang misteri
dan retorika. Ini bisa dilakukan oleh para pedagang cerita, yang mengais nafkah
dari keahlian merangkai tafsir tipu-tipu. Tiba-tiba anak-anak sekolah yang
rajin mengikuti kerohanian Islam, dituding sebagai sumber berbagai tindakan
teror yang mematikan.
Para petualang logika, selalu lapar teori dan
haus kerangka. Dengan itu ia membolak-balikkan makna. Dengan itu pula, seorang
pembunuh kriminal bisa mendapat segala pemakluman. Dengan itu pula, kegiatan
rohani Islam, bisa dipalak dengan membayar ongkos tuduhan naïf, atas
keterkaitan dengan teror.
Kematian itu nyata. Bahkan pengadilan yang
punya kuasa konstitusi untuk menghukum mati bisa tampak bodoh. Lantaran dengan
fatal menghukum orang yang tidak bersalah. Baru-baru ini, di Lousiana, Amerika,
seorang laki-laki, Damon Thibodeaux, yang telah dipidana mati sejak 15 tahun
yang lalu, akhirnya dibebaskan. Hasil tes DNA menunjukkan dia telah didakwa
secara keliru atas pemerkosaan dan pembunuhan. Hukuman mati itu hanya
didasarkan pada pengakuan setelah interogasi selama 9 jam. Thibodeaux menjadi
orang ke delapan belas di Amerika yang dibebaskan dari hukuman mati yang
dijatuhkan secara salah.
Di sekolah atau di mana saja, kematian itu
nyata. Itu sudah sangat meninggalkan luka. Tak perlu lagi ditimpa dengan ulah
hina para pedagang retorika, pembual misteri dan petualang logika ngawur yang
sering salah alamat. *

Tidak ada komentar:
Posting Komentar